JURNALMALUKU-Helena Pattirane ketua pengacara sekaligus Kuasa Hukum dari Kelompok Satu (1) Masyarakat Pengungsi Korban Kerusuhan 1999, bersama tim mendatangi kantor Biro Hukum Setda Maluku guna meminta, agar melakukan telaah terhadap orang/kelompok yang berhak menerima dana ganti rugi sebesar Rp.3,9 triliun.
Pattirane mengatakan dirinya adalah kuasa kelompok 1 untuk perkara 318 tahun 2009, putusannya 2011 gugatan class action kelompok masyarakat pengungsi korban kerusuhan 1999.
“Saya datang kesini, tujuannya memberitahukan bahwa klien saya pada saat sidang tahun 2009 mendapat kuasa dari Yayasan Pola Kebersamaan Kasta Manusia (YPKKM) ketuanya adalah Samsuri Launa dan Anggada Lamani, memberikan kuasa kepada 30 klien saya untuk memberikan data pengungsi kelompok 1 Maluku berjumlah 56 ribu ke YPKKM untuk bersama-sama ada dalam gugatan class action,”ungkap Pattirane kepada Wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Jumat (28/7/2023).
Ketua DPD Hapi Maluku ini juga menjelaskan, apa itu class action? gugatan tiga kelompok masyarakat dari kelompok 1 yaitu Maluku, kelompok 2 Sulawesi Tenggara, kelompok 3 Maluku Utara itu, bersidang di tahun 2009 sampai inkrah di peninjuan kembali (PK) 2019.
“Klien saya yang berjumlah 30 orang di bawah pimpinan pak Ongki Latumeten/pak Feri Latumeten bersama pak Welem Telusa pada saat itu beranggotakan sekitar 100 orang, mendata di 11 kabupaten/kota sehingga jumlah data pengungsinya itu 56 ribu yang langsung pak Feri Latumeten serahkan pada saat sidang dengan nomor perkara 318/PDT/.G/2011/PN.JKT.PST. di agenda pemeriksaan alat bukti dan saksi,” tutur Pattirane.
Lanjut Pattirane, jadi diserahkan langsung data 56 ribu KK ditambah dengan tim yang lain. Jadi jumlah data pengungsi Maluku kelompok satu 91 ribu KK, jadi 91 ribu KK itu 56 ribu dari tim kita yang mendapat kuasa dari pak Anggada Lamani dan Samsury Launa data kita 56 ribu itu yang diserahkan pada saat agenda sidang dan masih tersimpan sampai saat ini copy filenya di sekretaris klien saya.
“Nah jadi pada saat dikeluarkanlah Instruksi Presiden (Inpres), bapak Presiden Jokowi memerintahkan untuk segera membayar biaya korban kerusuhan provinsi Maluku tahun 1999 sejumlah 3,9 triliun itu, otomatis ketika inkrah putusan PK otomatis kita eksekusi putusan Pengadilan Negeri nomor 318 itu,”terangnya.
Dirinya juga menambahkan, jadi sekarang ini sesuai surat edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang gugatan class action disitu diatur tentang perwakilan kelompok yang sah. “Jadi gugatan class action ini, 3 provinsi ini masing-masing dengan ketua-ketua perwakilannya yang namanya masuk di dalam gugatan persidangan 318, jadi misalnya kalau kelompok 1 Maluku dibawah pimpinan pak Feri Latumeten dan ketua-ketua koordinator pemilik data ini, karena mereka yang mendata pada tahun 2007, 2008, 2009 persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat jadi data mereka inilah yang nanti dibayarkan,”tegasnya.
Pattirane juga mengatakan, ada orang-orang yang mengatasnamakan kelompok 1 Maluku/pengacara kelompok 1 Maluku mendata di lapangan dengan meminta dana sebesar Rp.300 ribu – Rp.500 ribu dan itu sudah melakukan perbuatan melawan hukum, dari kacamata hukum dan itu sudah melanggar aturan Surat Mahkamah Agung
(Sema) nomor 1 tahun 2002, dasar legitimasi gugatan class action.
“Nah ini saya butuh masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa ada kelompok-kelompok orang yang mengatasnamakan kelompok 1 Maluku melakukan penagihan selain ada anggota dari Anggada Lamani, jadi dalam aturan hukum Sema dilarang sangat masuk dalam wilayah teritorial kelompok 1 Maluku untuk melakukan penagihan uang dan data itu sudah melakukan perbuatan melawan hukum dan itu bisa dipidana,” tegasnya.
Pattirane menegaskan, selaku ketua Hapip provinsi Maluku memprotes keras beberapa pihak dan beberapa oknum yang melakukan penagihan di masyarakat kelompok 1 Maluku.
“Jadi kami meminta kepada pihak-pihak yang datang mengaku sebagai kuasa kelompok 1 tolong segera menghentikan penagihan kepada kelompok 1 Maluku. Dan tujuan kami datang meminta kepada pemerintah provinsi Maluku untuk segera telaah dan lakukan eksekusi terhadap korban kerusuhan Maluku untuk klien saya yang jumlahnya 56 ribu data KK,”harapnya.
Tambahnya, dan nanti satu dua hari ke depan setelah surat resmi kami masuk. Mereka dalam hal ini pimpinan tertinggi Karo Hukum bersama tim akan melakukan penelaah dan di situ kita akan lihat bahwa siapa yang berhak menerima dana ganti rugi korban kerusuhan sebesar Rp. 3,9 triliun.
Dirinya menandaskan, perinciannya sebagai berikut, untuk rumah terbakar yang belum pernah sama sekali menerima ganti rugi bahan bangunan rumah sesuai dengan putusan Inkra diputusan Pengadilan Negeri Nomor 318 yang ada di dalam poin 2 dan 3 dalam putusan itu yang rumah terbakar Rp.15.000.000 dan untuk korban yang mengungsi sebesar Rp.3.500.000.(JM.ES).