JURNALMALUKU-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah serius menangani dugaan kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pratama Letwurung yang dilaporkan oleh praktisi hukum Fredi Moses Ulemlem, dengan melayangkan surat panggilan tanggal 6 Agustus 2023, kepada salah satu ASN yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Maluku Barat Daya.
“Mantan Kabag Perencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten MBD itu, diperiksa dua hari berturut-turut di gedung merah putih anti rusua. Dalam pemeriksaan yang berlangsung saat itu, ada delapan dokumen yang diserahkan kepada pihak penyidik KPK atas permintaan penyidik, pemeriksaan itu didampingi saya sendiri,”akui Ulemlem kepada media ini via telepon genggam, Minggu (17/3/2024).
Perlu diketahui bahwa kasus tersebut dilaporkan Fredi Moses Ulemlem, S.H., M.H. beberapa tahun lalu. Dan kasusnya sedang bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan yang dilayangkan Aktivis sekaligus praktisi hukum ini, bahwa diduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan penyalahgunaan kesempatan karena jabatan, sehingga diduga telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang berakibat merugikan Keuangan Negara/Daerah berdasarkan relokasi anggaran dimaksud dan mengalihkan anggaran tidak sesuai peruntukan sebesar Rp. 22.338.610.275 untuk Pembangunan RS. Pratama Letwurung dengan mengabaikan atau tidak mengindahkan kesepakatan Desk DAK yang sudah disepakati dengan Kementerian Kesehatan.
Dirinya menambahkan, yakni anggaran DAK Afirmasi bagi 6 Puskesmas dimaksud sebesar Rp. 43.093.749.470 yang diduga telah dilakukan oleh Mantan Bupati Maluku Barat Daya atas nama Barnabas Nataniel Orno beserta jajarannya dan/atau kroni.
“Untuk lebih memperjelas alasan saya melaporkan dugaan tersebut, maka dapat saya paparkan lebih lanjut. Bahwa Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten MBD dihadapkan pada rendahnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat pada sejumlah aspek baik menyangkut keterbatasan sarana dan prasarana kesehatan, maupun kualitas sumber daya manusia,”ujarnya.
Berbagai, kata pengacara muda ini, upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Barat Daya termasuk mendorong pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan.
“Pada Tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya mengajukan usulan Program Pembangunan Kesehatan kepada Pemerintah Pusat melalui Mekanisme Dana Alokasi Khusus Afirmasi bidang kesehatan guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan pada 6 Puskesmas di Pulau Terluar yakni Puskesmas Serwaru, Ustutun (P. Lirang), Puskesmas Marsela, Puskesmas Wonreli, Puskesmas Ilwaki dan Puskesmas Lelang,”tuturnya.
Anggaran DAK Afirmasi sendiri merupakan Anggaran yang dialokasikan Pemerintah Pusat dengan skema afirmatif atau pendekatan khusus bagi daerah-daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) yang memerlukan akselerasi pembangunan secara cepat.
“Usulan dimaksud disampaikan lewat proses pengusulan resmi melalui Instrumen Proposal kepada Kementerian Kesehatan dengan usulan anggaran kurang lebih sebesar 40 an milyar rupiah,”ungkapnya.
Ulemlem bilang, Usulan ini kemudian diverifikasi oleh Kementerian Kesehatan lewat beberapa tahapan dan pada akhir Tahun 2016 dilakukan Desk DAK oleh Kementerian Kesehatan untuk melakukan finalisasi usulan dari setiap Kabupaten/Kota.
“Dalam Desk DAK di akhir tahun 2016 tersebut dilakukan kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Barat Daya untuk menganggarkan Anggaran DAK Afirmasi bagi 6 Puskesmas dimaksud sebesar Rp. 43.093.749.470,.Kesepakatan ini dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Bersama dan Daerah wajib menganggarkan sesuai dengan kesepakatan dimaksud pada Anggaran DAK Daerah tahun 2017,”tuturnya.
Dirinya menambahkan, pada pembahasan APBD tahun 2017 seharusnya hasil kesepakatan itu menjadi Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Kabupaten MBD tahun 2017. Namun pada kenyataanya Bupati Maluku Barat Daya saat itu Drs. Barnabas N. Orno melakukan realokasi anggaran dimaksud dan mengalihkan anggaran tidak sesuai peruntukan sebesar Rp. 22.338.610.275 untuk Pembangunan RS Pratama Letwurung dengan mengabaikan atau tidak mengindahkan kesepakatan Desk DAK yang sudah disepakati dengan Kementerian Kesehatan.
“Padahal RS yang dibangun ini sendiri tidak memiliki akreditasi atau tidak terdaftar sebagai fasilitas kesehatan pada Kementerian Kesehatan.
Dampak yang terjadi akibat pengalihan anggaran ini adalah, Pemerintah Kabupaten MBD mendapat sangsi tidak menerima bantuan Anggaran sejenis untuk 6 Puskemas di Pulau Terluar dalam batas waktu yang tidak ditentukan,”terangnya.
Sanksi ini dicabut, ujar Ulemlem, apabila Pemda Kab. MBD mengalokasikan anggaran untuk menggantikan kesalahan penganggaran tadi. Namun sampai hari ini tidak dilakukan walaupun Pemda pernah membuat Surat Pernyataan tertulis kepada Kementerian Kesehatan.
“RS. Pratama Letwurung sendiri sampai hari ini tidak dapat difungsikan karena memang tidak pernah tercatat dalam Data Base Kementerian Kesehatan sebagai RS yang diakui. Akibatnya anggaran yang dikucurkan menjadi mubazir karena fungsi layanan kesehatan tidak pernah dilaksanakan,”tandasnya.
Diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengagendakan pemanggilan terhadap beberapa pihak yang tidak bisa disebut termasuk komisi B dan Banggar DPRD Maluku Barat Daya untuk diperiksa terkait kasus tersebut.(JM).