Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global. Artinya kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia. Kemiskinan merupakan problema kemanusiaan yang menghambat kesejahteraan dan peradaban. Wacana kemiskinan di Indonesia sampai ke Maluku tetap menjadi wacana yang menarik untuk dibincangkan dan dicarikan penyelesaiannya. Kemiskinan telah menjadi masalah kronik karna berkaitan dengan jurang pemisah dan pengangguran. Dalam arti proper (layak) kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup.
Dalam arti luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena multiface atau multidimensional.Chambers (dalam Nasikun) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept (konsep pembaruan) memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri (Nasikun, 2002).
Di Maluku, data terakhir mengenai kemiskinan tercatat oleh BPS per Tahun 2020 terhitung dari bulan September 2020, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Maluku sebesar 322,40 ribu jiwa, atau meningkat 4,2 ribu jiwa jika dibandingkan bulan Maret 2020 yang sebesar 318,18 ribu jiwa. Sementara itu, persentase penduduk miskin di Maluku pada September 2020 (17,99 persen) lebih tinggi dibandingkan Maret 2020 yang tercatat sebesar 17,44 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan keadaan September 2019, persentase penduduk miskin di Maluku mengalami peningkatan 0,34 persen poin. Penduduk miskin di perdesaan pada September 2020 tercatat sebesar 272,53 ribu jiwa. Jumlah ini meningkat 4,23 ribu jiwa dibandingkan bulan Maret 2020 yang menunjukkan angka 268,30 ribu jiwa. Bila dilihat dari sisi persentase, tingkat kemiskinan perdesaan di Provinsi Maluku pada September 2020 (27,06 persen) juga meningkat dibandingkan Maret 2020 yang sebesar 26,63 persen. Adapun bila dibandingkan dengan periode September 2019, persentase penduduk miskin di perdesaan meningkat 0,43 persen poin. Penduduk miskin di perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 49,87 ribu jiwa. Jumlah tersebut turun 0,02 ribu jiwa dibandingkan Maret 2020 yang menunjukkan angka 49,89 ribu jiwa. Bila dilihat dari sisi persentase, tingkat kemiskinan perkotaan di Provinsi Maluku pada September 2020 (6,36 persen) mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2020 yang sebesar 6,23 persen. Adapun bila dibandingkan dengan September 2019, persentase penduduk miskin daerah perkotaan meningkat 0,27 persen poin (Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, 2021).
Data kemiskinan di Maluku merupakan salah satu potret kegagalan negara mengatasi masalah kemiskinan. Sementara di sisi lain, berbagai program intervensi pengentasan kemiskinan dari tingkat nasional dan lokal telah digulirkan. Namun fakta menunjukkan bahwa masalah kemiskinan masih belum terselesaikan. Minimal angka kemiskinan tersebut secara kuantitatif tidak mengalami penurunan yang signifikan. Tentu, kondisi kemiskinan yang terjadi di masyarakat, sesungguhnya banyak dimensi yang dapat menjelaskannya. Penyebab kemiskinan terjadi antara lain karena, tekanan struktur, relasi sosial, ketidak-berdayaan dan lemahnya akses ekonomi, daya dukung infrastruktur serta lingkungan sosial budaya yang tertanam (embeddedness) dalam kehidupan masyarakat.
Masyarakat memiliki modal sosial. Perbedaannya terletak pada besar kecilnya dan variasi kandungannya. Perbedaan lain juga terletak pada identifikasinya, ada masyarakat yang modal sosialnya sudah banyak teridentifikasi dan dimanfaatkan, sementara dalam Masyarakat lain masih banyak yang belum dioptimalkan (Soetomo, 2010). Realitas kehidupan, pemanfaatan modal sosial guna penanganan sosial (kemiskinan) oleh masyarakat dapat dilihat dari beberapa bentuk. Diantaranya yang banyak dijumpai adalah dalam bentuk tindakan bersama untuk meningkatkan kualitas hidup, pemberian jaminan sosial kepada warga masyarakat dan minimalisasi serta penyelesaian konflik sosial. Bentuk yang lain, terutama dilihat dari upaya untuk mengantisipasi masalah sosial, modal sosial yang berupa solidaritas sosial, rasa saling percaya dan asas timbal balik dapat mendorong berbagai bentuk tindakan yang merupakan cerminan kepedulian sosial. Aktifitas itu itu bukan saja sudah melembaga akan tetapi juga ditata dan diorganisasi dengan baik. Keberadaan modal sosial terutama apabila dikelola dengan baik dapat digunakan untuk memelihara integrasi sosial dalam masyarakat, termasuk yang kondisinya sudah semakin kompleks dengan variasi kepentingan yang kompleks pula.
Bentuk yang senafas dengan itu, modal sosial juga dapat berpotensi untuk mengeliminasi konflik sosial. Dalam kondisi tertentu, sering dijumpai bahwa walaupun masyarakat kompleks didalamnya terkandung solidaritas sosial yang tidak ekslusif akan tetapi bersifat inklusif lintas kelompok. Disamping itu tidak jarang dijumpai masyakarat yang berhasil membangun pranata bersama yang memayungi seluruh kelompok. Dalam bentuk yang lain walaupun belum terbangun pranata bersama, tidak jarang nilai-nilai pada masing-masing kelompok juga sudah mengandung inklusivitas, yang mengajarkan penghargaan dan penerimaan kepada orang dari kelompok lain (Soetomo, 2010).
Pembahasan tentang modal sosial sebetulnya tidak selamanya berkaitan dengan kegiatan ekonomi kreativitas dan produktivitas yang berhubungan dengan perdagangan. Satu hal yang sama-sama terendap didalamnya adalah sebuah energy atau kekuatan yang mampu meningkatkan kapasitas adaptif di kalangan masyarakat, sehingga tidak larut dalam kepedihan akibat dampak negatif yang timbul dari perubahan lingkungan hidup, energi itu mengalir melalui jejaring yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sipil. Energi itu mengikuti rules, sumber daya (resources), dan strategi menanggung resiko (risk strategy) yang menekan dalam kehidupan masyarakat sipil. Hasil kajian pada umumnya memperlihatkan bahwa dalam modal sosial terendap elemen-elemen yang berperan amat signifikan dalam memacu sikap dan tindakan inovatif dan produktif.
Modal sosial dapat tumbuh dengan subur dan bertahan dalam durasi waktu yang lama apabila
memperoleh dukungan aktor, dirajut dengan ikatan sosial yang jelas, dan dikembangkan melalui institusi sosial yang di dalamnya terendap relasi-relasi multi dimensi. Sebaliknya modal sosial menjadi lemah dan tidak bisa bertahan lama ketika tidak ada komitmen kuat para aktor, basis ikatan sosial yang kabur dan dipelihara melalui institusi sosial dengan relasi-relasi yang mono dimensi. Pembahasan tentang modal sosial sebetulnya tidak selamanya berkaitan dengan kegiatan ekonomi kreatif dan produktivitas yang berhubungan dengan perdagangan.
Satu hal yang sama-sama terendap didalamnya adalah sebuah energy atau kekuatan yang mampu meningkatkan kapasitas adaptif di kalangan masyarakat, sehingga tidak larut dalam kepedihan akibat dampak negatif yang timbul dari perubahan
lingkungan hidup, energi itu mengalir melalui jejaring yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sipil. Energi itu mengikuti rules, sumber daya (resources), dan strategi menanggung resiko (risk strategy) yang menekan dalam kehidupan masyarakat sipil. Hasil kajian pada umumnya memperlihatkan bahwa dalam modal sosial terendap elemen-elemen yang berperan amat signifikan dalam memacu sikap dan tindakan inovatif dan produktif.
Satu bentuk tindakan bersama tersebut adalah upaya peningkatan taraf hidup masyarakat termasuk upaya untuk mengurangi kemiskinan. Dalam hal ini tindakan bersama tadi dapat berupa berbagai usaha produktif untuk meningkatkan pendapatan. Kemunculan berbagai kelompok usaha produktif dalam masyarakat baik yang tumbuh atas prakarsa masyarakat sendiri maupun yang diinisiasi dari luar merupakan contohnya. Modal sosial mirip dengan bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti, ia juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjukn pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing) (Putnam, 1993).
Karenanya, modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur (Fukuyama, 2002). Terkait ini, ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan (networks). Jika konsep modal sosial digunakan dalam upaya penanggulangan kemiskinan, keterbatasan kapasitas dari efektivitas jaringan kerja (networks) yang dimiliki oleh kelompok masyarakat miskin harus menjadi perhatian. Network yang dimiliki masyarakat miskin tentu saja berbeda dengan networks yang dimiliki oleh masyarakat mampu, dan seringkali masyarakat miskin tidak diijinkan untuk bergabung dan terlibat dalam networks masyarakat mampu.
Sebagai catatan, stratifikasi dalam kelas-kelas sosial terdapat pada seluruh kelompok masyarakat dimana masyarakat miskin berada pada level terbawah dari hirarki sosial, dan mengalami sosial exclusion. Eksistensi modal sosial memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, pemerintah dan penyelenggaraan pemerintahan.
Lebih lanjut, (Putnam, 1993) menambahkan bahwa jaringan sosial juga sebagai penyalur informasi yang berguna bagi pencapaian tujuan individual maupun kelompok. Pada umumnya, orang-orang yang memiliki jaringan sosial yang bagus, akan memperoleh informasi lebih dahulu, dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki jaringan sosial. Kedua, berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan, modal sosial memiliki dampak positif terhadap kesehatan, dan terutama kesehatan mental, jaringan sosial yang dimiliki oleh individu adalah sebagai pelindung dari masalah-masalah kehidupan (Halpern, 2005). Modal sosial dapat memelihara norma-norma sosial dalam suatu komunitas dan mengurangi kecenderungan perilaku egois diantara anggota kelompok. Orang-orang yang memiliki hubungan yang baik dengan komunitasnya dan memiliki hubungan saling mempercayai, pada umumnya memiliki perilaku yang dapat diterima oleh kelompoknya (Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, 2008). Modal sosial membentuk dasar-dasar kemiskinan dan kemakmuran. “(Deepa Narayan, 1997). (Granovetter and Swedberg, 2018)menggaris bawahi bahwa hampir semua perilaku ekonomi tertanam dalam jaringan hubungan sosial.
Modal sosial dan kepercayaan dapat melakukan transaksi ekonomi lebih efisien dengan memberikan pihak mengakses informasi, memungkinkan mereka untuk mengkoordinasikan kegiatan yang saling menguntungkan, dan mengurangi perilaku oportunistik melalui transaksi berulang (Partha Dasgupta, 1988)
Di Indonesia salah satu contoh pemanfaatan modal sosial adalah pada kelompok yang melakukan usaha bersama. Pertama, keberadaan modal sosial didukung oleh aktor-aktor dalam suatu arena untuk mencapai tujuan tertentu. Aktor-aktor tersebut memainkan peran sesuai denga rules yang telah disepakati bersama. Sejumlah orang memberikan jasa dalam kegiatan-kegiatan tertentu, aktor-aktor membentuk jejaring yang saling menguatkan satu sama lain (interdependensi), karena itu tidak mudah diintervensi atau ditarik oleh pihak luar. Kedua, keberadaan modal sosial membutuhkan kejelasan basis ikatan sosial. Ikatan sosial berbasis daerah (locality) atau campuran diantara ketiganya. Ikatan sosial yang mereka kembangkan berbasis daerah (locality) sekaligus kekerabatan (kindship).
Ikatan sosial ini membuat hubungan yang terjalin diantara mereka menjadi lebih erat dibandingkan dnegan hubungan yang terjalin dengan pihak luar. Mereka mengembangkan in group feeling dengan jargon-jargon tertentu yang hanya diketahui oleh kalangannya sendiri. Mereka mengembangkan tradisi hidup bersama dalam rasa sepenanggungan, atau dengan sense of community yang tinggi. Ketiga, modal sosial dikembangkan melalui institusi sosial yang di dalamnya terendap relasi-relasi multi dimensi, dalam arti bukan hanya relasi-relasi sosial yang terkait dengan kepentingan ekonomi, tetapi juga berbaur dengan hubungan pertemanan (friendship), kekerabatan (kindship), keagamaan
bahkan kepentingan politik. Relasi multi dimensi semacam itu semkain memperkuat risk-sharing (membagi resiko). Keempat, modal sosial dibangun, dipelihara dan dikembangkan melalui proses yang melibatkan aktor, ikatan sosial dan institusi sosial (Usman, 2015).
Sebagaimana sudah disinggung, munculnya usaha bersama untuk tujuan produktif pada awalnya tidak selalu atas prakarsa masyarakat, akan tetapi dapat merupakan inisiasi dari luar yang kemudian terinstitusionalisasi. Pada perkembangan terakhir, banyak program pengentasan kemiskinan yang merupakan program dari pemerintah tetapi dalam pelaksanaannya menumbuhkan institusi dari
masyarakat sendiri untuk mengelolanya. Program ini dirancang bukan sebagai bagian dari tindakan karitatif atau tindakan darurat sebagai jaringan pengaman sosial, melainkan program yang ingin menumbuhkan kapasitas masyarakat untuk mampu mengelola usaha produktif secara mandiri dan berkesinambungan (Soetomo, 2010).
Program-program tersebut dalam implementasinya menggunakan strategi community development. Walaupun demikian apakah misi program ini tercapai sangat tergantung dari apakah institusi yang diinisiasi dari luar tersebut mampu berkembang menjadi bagian dari pola aktivitas masyarakat yang melembaga. Dengan kata lain, telah terjadi proses institusionalisasi yang dalam jangka panjang lebih menjamin keberlanjutan dan kemandirian walaupun intervensi dari luar sudah dihentikan. Pada sisi lain, dijumpai juga berbagai tindakan bersama yang hasilnya tidak secara langsung mempengaruhi peningkatan taraf hidup. Bentuknya merupakan usaha yang dirancang dan dilaksanakan olehmasyarakat sendiri untuk membangun berbagai prasarana produksi misalnya bendungan sederhana dan saluran air, prasarana perhubungan dan prasarana pemasaran seperti pasar desa. Disamping itu juga tidak jarang keberadaan modal sosial tersebut menjadi energi bagi tindakan bersama untuk pengadaan fasilitas umum yang lain seperti gardu ronda, tempat mandi umum, balai pertemuan. Tanpa mengurangi arti penting berbagai hasil yang berupa bangunan fisik tersebut, maka dilihat dari kebutuhan keberlanjutan tindakan bersama tadi, akan lebih menguntungkan apabila yang berhasil dibangun adalah institusi sosial seperti koperasi, kelompok usaha, komite desa dan sejenisnya.
Walaupun masyarakat mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha penanganan masalah sosial secara mandiri dan untuk itu perlu selalu ditingkatkan kapasitasnya melalui upaya pemberdayaan, hal itu tidak berarti menghilangkan tanggungjawab Negara dalam penanganan masalah sosial. Kemampuan Negara justru perlu selalu ditingkatkan, terutama dalam memberikan prioritas perhatian terhadap penanganan masalah sosial dan upaya perwujudan kesejahteraan sosial. Negara idealnya dapat memberikan berbagai bentuk pelayanan sosial secara lebih optimal, dapat memberikan jaminan kesejahteraan terutama bagi warga masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. Untuk menjalankan peran tersebut Negara justru harus berusaha memperkuat diri termasuk dalam alokasi anggaran kesejahteraan sosial. Sebaliknya, masyarakat juga perlu diberi peluang yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan terutama bagi hal-hal yang menyangkut pengelolaan tindakan bersama dalam lingkungan komunitasnya. Untuk hal-hal seperti itu Negara perlu mengurangi perannya dalam pengambilan keputusan yang sentralistis dan top down. Dengan demikian dalam upaya penanganan masalah sosial ini perlu didudukan secara proporsional, dalam hal apa peran Negara harus diperkuat dan dalam hal apa peran Negara perlu dikurangi sebagai bagian dari upaya
pemberdayaan masyarakat (Soetomo, 2010). Modal sosial banyak digunakan dalam kebijakan pembangunan, sebagian sebagai akibat dari minat yang ditunjukan oleh Bank Dunia. Namun, sebagaimana argument Katherine Rankin, daya tariknya (modal sosial) terletak pada kapasitasnya untuk memobilisasi jaringan sosial local untuk mengatasu masalahmasalah kemiskinan, misalnya dalam preferensi terhadap strategi yang berakar lokal seperti program pendanaan mikro (John Field, 2014)
Modal sosial lebih menekankan kepada kebersamaan dan energi sosial dalam suatu masyarakat.
Modal sosial merupakan kekuatan yang membentuk suatu jaringan sosial sesama kaum miskin untuk bahu-membahu mengentaskan kemiskinan dengan memanfaatkan solidaritas sosial untuk mengatasi keterbatasan modal material. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa salah satu dimensi kemiskinan adalah dimensi hubungan sosial, dalam hubungan sosial terkandung modal sosial. Alternatif pengurangan kemiskinan salah satunya dapat diatasi dengan memanfaatkan modal sosial pada kelompok miskin sebagai energy dan atau kapasitas melalui peningkatan dan pemanfaatan jejaring (networks) untuk membentuk kelompok usaha bersama yang produktif guna meningkatkan penghasilan kelompok miskin yang pada akhirnya terjadi kesejahteraan akan terwujud.
Penulis: Fridolin R. Kwalomine (Pendeta GPM- Pemerhati Sosial