JurnalMaluku-Dorongan untuk mencabut moratorium pemekaran wilayah kembali menguat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 24 April 2025 lalu. Dalam rapat tersebut, berbagai dinamika pemekaran daerah dibahas, termasuk banyaknya usulan Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) dari seluruh Indonesia.
Dirjen Otda Kemendagri, Akmal Malik, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya telah menerima 341 usulan pembentukan DOB, terdiri dari 42 provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, 6 daerah istimewa, dan 5 daerah otonomi khusus. Namun demikian, pemerintah pusat belum secara resmi mencabut moratorium pemekaran yang diberlakukan sejak tahun 2014.
Komisi II DPR RI dalam kesempatan itu mempertanyakan alasan kelanjutan moratorium tersebut. Para anggota dewan meminta agar pembukaan pemekaran dilakukan dengan syarat ketat, indikator objektif, dan mempertimbangkan kebutuhan strategis nasional sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dalam RDP itu menegaskan pentingnya penataan daerah berbasis pada kriteria rasional. “Kita butuh membuka moratorium, tapi harus hati-hati, supaya tidak ada lagi DOB yang gagal berkembang,” ujarnya.
Namun, keputusan akhir terkait pencabutan moratorium tetap berada di tangan Presiden RI. Sampai saat ini, DPR RI masih menunggu sikap resmi dari Presiden Prabowo Subianto terkait wacana pembukaan kembali keran pemekaran wilayah.
Sementara itu, di sisi daerah, perhatian serius datang dari Maluku Barat Daya (MBD). Ketua Forum Komunikasi Daerah MBD Percepatan Pemekaran (FORKODA MBD), Dadiara, menyatakan kekhawatirannya terhadap nasib pemekaran wilayah Babar-Damer Raya yang belum menemui kejelasan.
Menurut Dadiara, hingga kini belum ada keputusan resmi dari DPRD Provinsi Maluku maupun Gubernur Maluku untuk mengusulkan CDOB Babar-Damer masuk dalam Desain Besar Penataan Daerah (DESARTADA) yang menjadi rujukan utama pemerintah pusat dalam memproses usulan pemekaran.
Dadiara menambahkan bahwa hasil RDP antara Komisi II dan Dirjen Otda yang mengarah pada pasal 56 Undang-undang No.23 tahun 2014 mempertegas pentingnya kesiapan dokumen dan persyaratan teknis daerah. Tanpa kelengkapan tersebut, peluang untuk disetujui menjadi daerah otonom baru akan sangat kecil.

“Kalau dokumen besar CDOB Babar-Damer sampai hari ini belum siap, kita hanya bisa berharap ada langkah konkret dari FORKODA Maluku dan FORKONAS untuk mendorongnya,” ungkap Dadiara dalam keterangannya.
Ia juga mengingatkan seluruh potensi masyarakat Babar-Damer, baik tokoh adat, tokoh masyarakat, akademisi, hingga generasi muda, agar bersama-sama memperhatikan dan melengkapi seluruh persyaratan administrasi, teknis, serta fisik kewilayahan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Menurutnya, tanpa perhatian dan kerja bersama yang serius, harapan masyarakat untuk memiliki daerah otonomi baru sendiri bisa sirna. “Kalau ini tidak menjadi atensi khusus, maka saya mohon maaf karena mungkin masyarakat Babar-Damer sudah tidak lagi menginginkan pemekaran baru,” tegas Dadiara.
Dalam RDP itu, Komisi II DPR RI juga mengingatkan bahwa pemerintah dan DPR perlu mengevaluasi perkembangan DOB yang telah terbentuk. Beberapa daerah hasil pemekaran sebelumnya dinilai belum mampu meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat secara signifikan.
Karena itu, selain memperjuangkan pemekaran, daerah-daerah pengusul DOB juga harus menunjukkan kesiapan riil dari aspek keuangan daerah, pemerintahan, pembangunan ekonomi, serta stabilitas sosial dan politik lokal.
Dadiara menilai bahwa peluang pemekaran bagi Babar-Damer masih terbuka, namun terbatas. Apalagi pemerintah pusat akan sangat selektif dalam menyetujui usulan-usulan baru, mengingat besarnya biaya dan kompleksitas pengelolaan daerah baru.
Ia pun menekankan bahwa FORKODA MBD tetap berkomitmen memperjuangkan aspirasi masyarakat Babar-Damer. Namun, kesuksesan perjuangan ini sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak yang peduli terhadap masa depan Babar-Damer.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari DPRD Provinsi Maluku ataupun Gubernur Maluku terkait langkah konkret untuk mengusulkan CDOB Babar-Damer masuk dalam DESARTADA 2025–2045 yang sedang disusun pemerintah pusat. (JM-AL)