JURNALMALUKU – Dugaan tindak pidana penipuan dengan modus rekrutmen calon prajurit TNI kembali mencuat, kali ini menimpa seorang ibu rumah tangga asal Desa Ritabel, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Korban, Loisa Rahel Lakfo (46), mengaku mengalami kerugian lebih dari Rp100 juta setelah dijanjikan kelulusan anaknya dalam seleksi TNI melalui jalur “khusus” oleh sejumlah oknum yang mengaku sebagai bagian dari jaringan dalam institusi TNI.
Keterangan yang dihimpun Jurnal Maluku menyebutkan, aksi dugaan penipuan ini melibatkan setidaknya tiga nama, Eta Singerin, Frans Patean, dan seorang pria yang mengaku bernama Saleh alias Pak Muslim, yang disebut sebagai “komandan”.
Korban mengisahkan, awal mula peristiwa terjadi saat ia berada di Larat dan diperkenalkan kepada Eta Singerin. Eta mengklaim memiliki akses khusus ke dalam proses seleksi TNI dan meyakinkan korban bahwa anaknya, David Sanamasse, dapat diloloskan melalui jalur tersebut, baik sebagai Tamtama maupun Bintara, dengan imbalan dana yang bervariasi antara Rp40 juta hingga Rp80 juta, tergantung kategori.
Korban kemudian diajak ke Desa Keliobar dan dihubungkan melalui sambungan telepon dengan seseorang yang mengaku bernama Saleh alias Pak Muslim, yang memperkenalkan diri sebagai seorang komandan yang memiliki pengaruh dalam rekrutmen TNI. Dalam percakapan tersebut, Saleh menyatakan bahwa Eta adalah orang kepercayaannya dan dapat membantu proses kelulusan dengan aman.
Tergiur dengan janji yang disampaikan secara meyakinkan, korban dan keluarganya mulai mengirimkan sejumlah uang secara bertahap. Mulai dari pengiriman pulsa dalam jumlah besar, uang muka Rp16 juta, hingga setoran demi setoran yang jika diakumulasi menembus angka lebih dari Rp100 juta.
Namun, setelah proses seleksi berakhir, anak korban dinyatakan tidak lolos. Ketika korban meminta pertanggungjawaban, muncul nama baru, Frans Patean, yang disebut-sebut sebagai pihak yang lalai menyampaikan informasi kepada Saleh. Komunikasi pun berubah menjadi saling lempar tanggung jawab, hingga seluruh pihak yang sebelumnya aktif menghubungi korban mendadak menghilang.
Korban kini hanya menggenggam bukti-bukti berupa rekaman percakapan, tangkapan layar komunikasi WhatsApp, serta bukti transfer dana. Ia menyatakan telah mengalami kerugian secara materiil dan moril, serta berharap kasus ini dapat diproses secara hukum.
“Ini bukan semata soal uang. Ini soal kepercayaan masyarakat kecil yang dipermainkan. Saya harap pihak berwajib bisa mengungkap kasus ini secara menyeluruh,” ujar Loisa dalam keterangannya.
Kasus ini menambah daftar panjang praktik penipuan bermodus rekrutmen TNI/Polri yang menyasar masyarakat di wilayah terpencil dengan memanfaatkan ketidaktahuan dan impian besar keluarga terhadap masa depan anak-anak mereka.
Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan prinsip rekrutmen TNI yang dilakukan secara profesional dan terbuka melalui prosedur resmi. Tidak ada satu pun jalur “khusus” yang diperbolehkan, apalagi yang mensyaratkan imbalan uang.
Aparat penegak hukum, dalam hal ini Polres Kepulauan Tanimbar dan Polda Maluku, diharapkan segera bertindak cepat, profesional, dan transparan dalam menangani kasus ini. Penindakan tegas terhadap pelaku akan menjadi pembelajaran hukum bagi publik serta mencegah jatuhnya korban-korban lainnya di kemudian hari.(JM.ES).