JURNALMALUKU-Prof.Dr.Anderson Leonardo Palinussa, Spd, M.Pd, resmi di kukuhkan menjadi guru Besar kepakaran pendidikan matematika, dalam bidang pendidikan matematika Realistik fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP) Unpatti. Yang berlangsung di Auditorium Unpatti, Senin, (11/08/2025).
Orasi ilmiah yang di bawakan yang berjudul, “Implementasi pendekatan matematika realistik melalui konteks kehidupan nyata sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika”.
Mengawali pidatonya, Palinussa mengucapkan syukur kepada Yesus Kristus Tuhan yang oleh kasih dan rahmat-Nya, telah menuntun kita semua untuk mengambil bagian bersama dalam acara pengukuhan ini, dan terimah kasih kepada semua pihak yang sudah membantu sehingga bisa ada pada tahap pengukuhan guru Besar ini.

Inilah Isi Orasi Ilmiah dari Prof.Dr.Anderson Leonardo Palinussa, Spd, M.Pd;
Bayangkan seorang siswa SMP sedang berada di pasar tradisional bersama ibunya. la melihat timbangan, mendengar tawar-menawar harga, dan menghitung sisa uang belanja. Anak ini tanpa sadar tengah berinteraksi dengan konsep matematika. Jika konteks ini dibawa kembali ke kelas, maka matematika akan terasa lebih dekat dan bermakna. Inilah inti dari Realistic Mathematics Education (RME).
Pendekatan yang dikembangkan oleh Hans Freudenthal dari Belanda. la menentang pandangan bahwa matematika harus diajarkan secara mekanis. Sebaliknya, Freudenthal menganggap matematika sebagai aktivitas manusia yang harus dikonstruksi oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan konteks nyata. RME mengedepankan pemecahan masalah kontekstual sebagai titik awal. Siswa menggunakan pengetahuan intuitif sebelum melangkah ke tahap abstraksi melalui proses progressive mathematization (Çilingir Altiner, 2024). Dalam pendekatan ini, guru berperan sebagai fasilitator, bukan hanya penyampai informasi.
Guided reinvention menjadi ciri khas RME, di mana siswa menemukan kembali konsep matematika melalui eksplorasi dan diskusi aktif (Solomon et al., 2021). RME menciptakan pembelajaran yang reflektif, kolaboratif, dan menyenangkan (Revina & Leung, 2019).
Pendekatan ini bukan sekadar metode, melainkan filosofi pendidikan yang menekankan makna dan keterkaitan matematika dengan dunia nyata. Dalam masyarakat yang semakin kompleks, matematika tidak cukup dipelajari secara mekanis, namun harus melalui pemahaman mendalam dan kontekstual. Karena itu, RME menjadi pendekatan yang relevan dan transformatif (Rasmussen & King, 2000; Chua, 2021).
Secara historis, RME berakar dari kritik terhadap pendidikan tradisional pasca konferensi Royaumont tahun 1959. Belanda membentuk CMLW dan mengembangkan proyek Wiskobas, yang menjadi awal lahirnya RME. Freudenthal sebagai direktur institusi pendidikan matematika di Belanda, menekankan pentingnya matematisasi horizontal dan vertikal untuk menghubungkan dunia nyata dengan konsep abstrak (Visnovska et al.,2025). RME kemudian menginspirasi reformasi kurikulum di berbagai negara: Afrika Selatan menggunakan pendekatan kontekstual pasca-apartheid (Gumede & Biyase, 2016), sementara Singapura dikenal dengan istilah “Concrete-Pictorial-Abstract” (CPA), (Hoong et al., 2015), sedangkan Jepang, dan Finlandia mengintegrasikan prinsip RME meski dengan istilah berbeda.
Indonesia pun mengadopsi pendekatan ini melalui Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang dipimpin oleh Prof. Sembiring sejak 2001 melalui proyek NPT dan Do-PMRI. Selama satu dekade, PMRI menyebar ke lebih dari 20 provinsi dan menghasilkan task force seperti penjaminan mutu, bahan ajar, dan dokumentasi. PMRI juga berperan dalam pengembangan Kurikulum 2013. Meskipun saat ini keberlanjutannya menghadapi tantangan.
PMRI tetap bertahan melalui jejaring lokal dan pelatihan guru berkelanjutan (Zulkardi et al., 2020). PMRI telah mengubah wajah pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna dan kontekstual. Di wilayah timur Indonesia, khususnya Maluku, prinsip PMRI mulai diterapkan sejak awal 2000-an sebagai respons terhadap tantangan geografis dan rendahnya capaian numerasi. Universitas Pattimura melalui dosen-dosennya seperti Prof. Dr. Theresia Laurens, M.Pd. berperan penting dalam mengenalkan RME kepada guru-guru di Ambon. Antara tahun 2006 hingga 2008, guru-guru mulai merancang soal-soal kontekstual yang relevan dengan kehidupan lokal siswa.
Orasi ilmiah ini merangkum dan merefleksikan dua dekade penelitian saya
mengenal penerapan Realistic Mathematics Education (RME) dalam konteks lokal Indonesia, khususnya kawasan timur seperti Maluku. Fokus riset mencakup peningkatan kemampuan berpikir kritis, pemahaman konsep aljabar, hingga pengembangan e-modul digital berbasis RME.
Seluruh studi ini menunjukkan bahwa pendekatan RME yang diintegrasikan dengan budaya lokal, disesuaikan dengan tantangan geografis wilayah rural dan kepulauan, serta dikembangkan mengikuti kemajuan teknologi, dapat menjadi solusi pedagogis yang efektif, kontekstual, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
Sebagai landasan dari orasi ilmiah ini, saya akan memaparkan lima penelitian utama yang telah saya lakukan dalam rentang waktu dua dekade terakhir. Kelima penelitian ini merepresentasikan keberagaman konteks dan isu pendidikan matematika yang saya hadapi di lapangan, mulai dari rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, tantangan pembelajaran di daerah pedesaan, hingga kebutuhan akan transformasi digital dalam pembelajaran.
Meskipun masing-masing studi memiliki fokus yang berbeda, semuanya berakar pada pemanfaatan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) sebagai strategi utama dalam menjawab berbagai permasalahan pembelajaran matematika secara kontekstual dan berorientasi pada penguatan karakter, budaya lokal, serta perkembangan teknologi.

Berikut ini adalah pemaparan hasil-hasil riset tersebut:
- Palinussa, A. L. (2013) dalam penelitiannya berjudul Students Critical Mathematical Thinking Skills and Character. Experiments for Junior High School Students through Realistic Mathematics Education Culture-Based, yang dipublikasikan dalam Indonesian Mathematical Society Journal on Mathematics Education, 4(1), 75-94 mengungkapkan bahwa rendahnya prestasi matematika dan lemahnya berpikir kritis siswa akibat metode konvensional yang hafalan dan pasif, memerlukan pendekatan kontekstual dan berbasis budaya. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa RME berbasis budaya lebih efektif meningkatkan berpikir kritis dan karakter (gotong royong, tanggung jawab, kerja sama).
- Integrasikan RME berbasis budaya dalam praktik kelas; kembangkan pada kemampuan matematis lain. Selanjutnya, dalam penelitian Palinussa, A. L. (2020) yang berjudul Comparison of algebra learning outcomes using Realistic Mathematics Education (RME), Team Assisted Individualization (TAI) and conventional leaming models in junior high school 1 Masohi, yang diterbitkan dalam Infinity Journal, 9(2), dijelaskan bahwa pembelajaran konvensional membosankan dan membuat siswa pasif, pemahaman konsep rendah.
Penelitian ini menemukan bahwa RME unggul dibanding Team Assisted Individualization dan konvensional dalam meningkatkan hasil belajar dan keterlibatan siswa.
Rekomendasi penelitian ini adalah terapkan RME secara luas dan digital; eksplorasi faktor internal siswa seperti motivasi dan literasi teknologi.
Dalam penelitian Palinussa, A. L., Molle, J. S., & Gasperz, M. (2021a) yang berjudul Realistic Mathematics Education: Mathematical Reasoning and Communication Skills in Rural Contexts, yang dipublikasikan dalam International Joumal of Evaluation and Research in Education, 10(2), 522-534, dijelaskan bahwa konteks pedesaan memiliki keterbatasan infrastruktur dan isolasi geografis. Dibutuhkan pembelajaran relevan dengan keseharian siswa. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa RME berbasis budaya lokal efektif meningkatkan daya nalar dan penalaran komunikasi siswa. - Guru perlu perhatian desain RME sesuai rural; lukung penguatan budaya lokal dan konteks muatan kurikulum. Penelitian lainnya oleh Palinussa, A. L., Dias, T. C., & Ngilawajan, D. A. (2021b) yang berjudul The Effect of Realistic Mathematics Education Model from Base Leaming yaitu Pengembangan Modul dan Media Pembelajaran Kontekstual, berupa pengembangan e-modules, video interaktif dan media cetak berbasis aktivitas siswa Maluku, seperti transportasi laut, pasar tradisional, dan pertanian. Langkah ketiga mencakup Pembentukan Komunitas Praktisi RME Lokal, yaitu membangun forum guru matematika kontekstual sebagai ruang berbagi praktik pembelajaran, refleksi pembelajaran, dan pengembangan proyek berbasis budaya lokal.
- Integrasi RME dalam Muatan Lokal dan Supervisi Sekolah. RME dijadikan bagian dan kebijakan kurikulum daerah dan kegiatan rutin pengawasan sekolah agar pelaksanaannya menjadi sistemik dan berkelanjutan.
- Pendanaan Riset Terapan dan Kolaborasi Akademik Penyediaan hibah riset terapan menjadi upaya untuk mengevaluasi efektivitas RME dalam konteks lokal, sekaligus mendorong kolaborasi riset dengan LPTK.
Sebagai penutup orasi ilmiah ini, saya ingin menegaskan bahwa implementasi pendekatan RME bukan sekadar inovasi pedagogis, tetapi merupakan jalan strategis untuk merevitalisasi pembelajaran matematika yang lebih kontekstual, inklusif, dan transformatif, khususnya di Provinsi Maluku.
Keunikan geografis kepulauan dan kekayaan budaya lokal bukanlah hambatan, melainkan peluang besar untuk membumikan matematika dalam kehidupan nyata siswa. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya serta praktik keseharian masyarakat lokal ke dalam konteks pembelajaran, kita tidak hanya membangun pemahaman matematis yang lebih dalam, tetapi juga membentuk karakter dan jati diri generasi penerus bangsa. Melalui komitmen kolektif antara guru, akademisi pemerintah daerah dan masyarakat.
RME dapat menjadi pondasi bagi terwujudnya pendidikan matematika yang adil, relevan, dan bermakna. Semoga kolabrasi ini menjadi pemantik bagi langkah-langkah konkret dalam memperjuangkan pendidikan matematika yang berpihak pada keragaman lokal, demi mencerdaskan kehidupan bangsa di Bumi Raja-Raja, Maluku.
Model on Problem Solving and Thinking Ability in Terms of Reduction in Mathematics Abilities, yang dipublikasikan dalam The International Conference on Mathematics and Mathematics Education (ICMMED 2020) (pp. 488-491). Atlantis Press, menyatakan bahwa; Problem solving penting dalam abad 21, namun metode konvensional kurang mendukung pengembangan keterampilan ini. Temuan penelitian ini adalah RME lebih efektif dari PBL dan Precoding Mathematics Abilities, mampu meningkatkan efektivitas.
Rekomendasi dari penelitian ini yaitu rancang model RME adaptif untuk berbagai kemampuan; kembangkan pendekatan realistik berbasis karakter dan budaya.
Terakhir, penelitian Palinussa, A. L., Tupamahu, P. Z., Sabandar, V. P., Makaruku, Y. H., & Sahabar, J. (2025) yang berjudul Realistic mathematics education:
The use of E-modules in improving student leaming outcomes, diterbitkan dalam Infinity Journal, 14(1), 65-84, mengangkat urgensi transformasi pembelajaran digital diperlukan untuk menjawab tuntutan Society 5.0 dan pembelajaran mandiri. Penelitian ini menemukan bahwa E-Module berbasis RME meningkatkan pemahaman, partisipasi, dan kemandirian belajar siswa.
Rekomendasi penelitian selanjutnya yaitu perlu integrasi RME dengan e-learning dan pengembangan E-module berbasis RME jangka panjang; pastikan keterjangkauan dan aksesibilitas.
Untuk memastikan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dapat di implementasikan secara efektif dan berdaya guna di wilayah kepulauan seperti Maluku, diperlukan strategi yang terstruktur dan berorientasi pada konteks lokal.
Palinussa dalam mengakhiri Orasi Ilmiahnya,”Akhirnya dengan penuh kerendahan hati, saya memohon doa dari Bapak dan Ibu para hadirin semua, supaya dari perolehan jabatan fungsional Guru Besar ini menjadi berkat bagi keluarga saya, lembaga terutama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unpatti, masyarakat, bangsa, dan negara,” pungkasnya. (JM-AL).