JURNALMALUKU – Puluhan siswa SMP Negeri 1 Babar Barat keracunan makanan dari program MBG. GAMKI MBD desak evaluasi total dan rencanakan audiensi dengan Dandim 1511 Pulau Moa.Tepa, Maluku Barat Daya – Ironi terjadi dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMP Negeri 1 Babar Barat, Desa Tepa, Kabupaten Maluku Barat Daya.Sejumlah siswa-siswi dilaporkan mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan yang disediakan oleh pihak pengelola MBG pada Kamis (11/09/2025).

Salah seorang orang tua siswa, WL, membenarkan kejadian tersebut.“Memang benar, Beta punya anak adalah salah satu korban. Setelah makan, dong mengalami gatal-gatal di lidah. Ada yang sampai pingsan sebelum tiba di Puskesmas,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar tentang kualitas pengelolaan program MBG yang seharusnya menjadi solusi peningkatan gizi anak sekolah, namun justru memunculkan risiko kesehatan.
Ketua DPC Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kabupaten Maluku Barat Daya, Eros Akse, menyayangkan kelalaian yang terjadi.

“Program Makan Bergizi bukan sekadar soal bagi-bagi makanan. Ini menyangkut hak anak atas gizi yang sehat dan aman. Kalau sampai menimbulkan keracunan, berarti ada yang salah secara serius pada rantai pengelolaan,” tegasnya.
Menurut standar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), ada sejumlah prosedur penting yang semestinya menjadi perhatian: Pertama, Pengawasan Bahan Baku – Semua bahan pangan harus melalui proses quality control meliputi pemeriksaan tanggal kedaluwarsa, kondisi penyimpanan, serta sertifikasi kesehatan pangan. Kedua, Proses Memasak dan Higienitas – SPPG wajib memastikan makanan dimasak sesuai standar Good Manufacturing Practice (GMP) dan Hygiene Sanitation. Ketiga, Distribusi dan Penyimpanan – Makanan bergizi harus diangkut menggunakan wadah standar pangan, bukan plastik daur ulang atau kemasan berisiko. Keempat, Pemeriksaan Laboratorium Acak – Sebelum dibagikan, SPPG bersama Dinas Kesehatan seharusnya melakukan uji sampel makanan secara berkala untuk mencegah kontaminasi. Kelima, Manajemen Krisis – Apabila terjadi dugaan keracunan, prosedur food safety alert wajib segera diaktifkan: penarikan makanan sisa, investigasi cepat, serta transparansi informasi ke publik.
Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan lemahnya pengawasan dan ketiadaan protokol tanggap darurat yang memadai. Tidak ada laporan resmi tentang uji laboratorium makanan MBG di Kabupaten Maluku Barat Daya sebelum kejadian ini.
Eros menegaskan, insiden ini harus menjadi evaluasi menyeluruh, bukan sekadar penanganan insidental.“Kalau SPPG dan pihak sekolah hanya beralasan ‘kecelakaan’, itu tidak bisa diterima. Anak-anak adalah penerima manfaat yang paling rentan. Pemerintah daerah bersama Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan wajib turun tangan, lakukan investigasi, dan tindak tegas pihak yang lalai,” katanya.
Sebagai tindak lanjut organisatoris, GAMKI Maluku Barat Daya merencanakan audiensi dengan Komandan Kodim 1511/Pulau Moa. Langkah ini diambil untuk mendorong keterlibatan TNI dalam pengawasan distribusi pangan sekolah, mengingat peran strategis Kodim dalam menjaga stabilitas sosial dan memastikan pelayanan publik yang aman bagi masyarakat.
“GAMKI tidak akan tinggal diam. Kami akan beraudiensi dengan Dandim 1511 Pulau Moa agar ada koordinasi lintas sektor, termasuk keterlibatan aparat dalam memastikan keamanan pangan sekolah. Anak-anak kita tidak boleh lagi menjadi korban kelalaian,” tegas Eros.
Kejadian ini memperlihatkan bahwa program yang bernama “bergizi” justru bisa menjadi “berisiko” bila pengawasan, transparansi, dan standar keamanan pangan diabaikan. Jika tidak ada langkah cepat, kepercayaan masyarakat terhadap program MBG bisa hancur, dan yang lebih fatal lagi, kesehatan anak-anak bangsa akan terus dipertaruhkan. (JM-EA).