JURNALMALUKU-Sebanyak 1.163 tanaga guru honorer di Maluku sampai saat ini belum jelas. Ribuan tenaga pendidikan ini belum terakomodir dalam database penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun kategori R3 dan R4.
Menyikapi hal ini, Komisi IV DPRD Provinsi Maluku berencana mendatangi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Kesehatan, serta Komisi X DPR RI.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Saudah Tethool usai rapat tertutup bersama BKD dan Dinas Pendidikan di kantor DPRD Maluku, Jumat (8/8/2025).
Ia mengungkapkan terdapat perbedaan data antara Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Dinas Pendidikan.
“BKD sempat melaporkan sisanya hanya 848 orang yang belum masuk database. Tapi hari ini Kepala Dinas Pendidikan menyampaikan jumlahnya mencapai 1.163 guru. Ini berarti ada salah data,” ujar Saodah.
Politisi Gerindra ini menegaskan, persoalan ini tidak hanya terjadi di sektor pendidikan. “Ada juga honorer di Dinas Kesehatan dan banyak OPD lain yang masuk kategori R3 dan R4,” jelasnya.
Ia menilai, kuota PPPK yang diberikan pemerintah pusat kerap tidak sesuai kebutuhan daerah.
“Kita minta kuota dibuka sesuai kebutuhan. Karena ada beberapa kuota yang belum terisi, dan itu bukan kebutuhan kita,” tambah politisi Partai Gerindra tersebut.
Ia menyarankan agar BKD dan Organisasi Tata Laksana (Ortala) segera menyusun Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja (Anjab ABK) yang sesuai dengan kebutuhan tiap OPD.
“Supaya saat diperjuangkan di pusat, kita bisa satu kali jalan untuk semua OPD, bukan hanya Dinas Pendidikan atau Dinas Kesehatan saja,” tegasnya.
Komisi IV menargetkan akan membawa persoalan ini ke Kemenpan RB, Komisi X DPR RI, Kemendikbud, dan Kementerian Kesehatan pada akhir Agustus 2025.
“Kami akan memperjuangkan kuota guru honorer dan tenaga honorer lainnya agar semua terakomodir sesuai kebutuhan daerah,” ujar Saudah.
Selain itu, ia juga menyinggung soal sekolah rakyat di beberapa kabupaten yang sudah memenuhi syarat lahan, yakni antara 6 hingga 7,6 hektare, namun masih menghadapi kendala teknis.
“Ada yang sudah mulai jalan di provinsi, bahkan memakai lokasi di Indakakan,” pungkasnya. (JM-AL).