JURNALMALUKU — Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) menegaskan urgensi penetapan batas negara Indonesia–Timor Leste dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor RTRW Nasional, sebagai langkah strategis untuk membuka ruang pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan dan memastikan arah pembangunan wilayah yang lebih terencana.

Penegasan tersebut disampaikan Bupati MBD Benyamin Th. Noach saat menghadiri Rakor Lintas Sektor (Linsek) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2025–2045 yang digelar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Hotel The Dharmawangsa Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Rakor dipimpin oleh Direktur Jenderal Tata Ruang ATR/BPN, Suyus Windayana, dan dihadiri sejumlah kementerian/lembaga serta para kepala daerah dari Kota Mataram, Tual, Pulau Morotai, dan MBD. Turut mendampingi Bupati, Ketua DPRD Petrus A. Tunay, Wakil Ketua DPRD Johan A. Mose, Wakil Ketua Bapemperda Winnetoe Akse, Sekretaris Daerah Eduard J. S. Davidz, Plt. Kepala Dinas PUTR Perkim Simon Dahoklory, serta pimpinan OPD teknis lainnya.

Dalam forum tersebut, Bupati MBD menyoroti perlunya kepastian batas negara Indonesia–Timor Leste, khususnya di wilayah laut yang berbatasan langsung dengan Kabupaten MBD. Menurutnya, penetapan batas negara adalah dasar penting untuk memperkuat aspek kedaulatan sekaligus membuka peluang pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan.

“Kepastian batas negara akan memberikan arah yang jelas bagi pertumbuhan kawasan. Ini bukan hanya persoalan geopolitik, tetapi juga menyangkut bagaimana ruang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan investasi ke depan,” tegas Noach.

Selain menekankan isu batas negara, Noach juga menjelaskan bahwa Pemkab MBD telah menyelesaikan penyusunan RTRW 2025–2045 yang diselaraskan dengan arah kebijakan tata ruang nasional. Dokumen tersebut mengedepankan pengembangan potensi lokal, perlindungan lingkungan, serta mitigasi bencana sebagai tiga pilar utama penataan ruang jangka panjang daerah.
“Penataan ruang tidak sekadar melihat peta, tetapi memastikan setiap wilayah memberi manfaat sebesar-besarnya. Pertanian, pariwisata, dan sektor lainnya harus bergerak dengan arah yang jelas. MBD siap berkolaborasi dengan pemerintah pusat dalam memperkuat visi pembangunan,” ujarnya.
Ketua DPRD MBD Petrus A. Tunay dalam kesempatan tersebut menegaskan dukungan penuh legislatif terhadap percepatan penetapan RTRW baru. Ia menyebutkan bahwa Perda RTRW 2011–2031 sudah tidak lagi relevan dan perlu digantikan dokumen yang lebih sesuai dengan tantangan pembangunan saat ini.
“RTRW 2025–2045 harus segera ditetapkan karena ini akan menjadi landasan hukum bagi kebijakan pembangunan wilayah ke depan. DPRD berkomitmen untuk mendukung percepatan prosesnya,” terang Tunay.
Sementara itu, Dirjen Tata Ruang ATR/BPN, Suyus Windayana, menyampaikan apresiasi atas langkah progresif Pemkab MBD yang telah mengintegrasikan sebagian Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) ke dalam sistem Online Single Submission (OSS Berbasis Risiko). Integrasi ini memungkinkan verifikasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dilakukan secara elektronik, sehingga proses penerbitan izin berusaha menjadi lebih cepat dan transparan.
Windayana juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam penyusunan RTRW agar dokumen tidak hanya kuat secara teknis, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Rakor turut mencatat sejumlah masukan teknis dari kementerian/lembaga, termasuk perlunya validasi data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dari Kementerian Pertanian. Desk lanjutan akan dilakukan untuk penyelarasan data dan melibatkan kementerian/lembaga yang belum hadir pada pertemuan kali ini. (JM-EA).

