JURNALMALUKU-Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) ikut merespon adanya polemik yang sedang hangat di tengah masyarakat terkait dicopotnya Dirjen Bimas Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.
Menurut GMKI, pemberhentian ataupun pergantian pejabat di Kementerian adalah ranah internal yang tidak harus menjadi konsumsi publik. Namun, pemberhentian ini menjadi polemik di tengah masyarakat karena tidak adanya komunikasi yang baik di internal Kementerian.
“Kami dari GMKI mencoba untuk tidak terpancing dengan polemik yang ada, dan mendengar dari berbagai sisi. Kami menilai tidak terjalin komunikasi yang baik sehingga pencopotan ini kemudian menjadi polemik di tengah masyarakat,” kata Jefri Gultom, Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI, di Ambon, Kamis, 23 Desember 2021.
Salah satu Direktorat Jenderal yang dicopot di lingkungan Kementerian Agama, adalah Dirjen Bimas Kristen, Prof. Thomas Pentury.
“Tentunya, setiap pemberhentian ataupun pergantian jabatan apalagi sekelas Dirjen ada alasan atau tujuannya, namun sepertinya alasan pencopotan tidak tersampaikan dengan baik. Walaupun Prof. Thomas Pentury adalah Senior GMKI, kami berupaya untuk tidak terprovokasi dan masih menunggu alasan yang tepat dan rasional dari Gus Menteri,” lanjut Jefri.
Menurut Jefri, selama menjabat sebagai Dirjen Bimas Kristen, Prof. Thomas Pentury telah memberikan kinerja yang baik. Antara lain meningkatkan status beberapa kampus negeri Kristen dari Sekolah Tinggi menjadi Institut, bahkan beberapa sedang proses menjadi Universitas. Kemudian secara aktif mendorong program moderasi beragama di berbagai daerah.
“Kami sangat mengharapkan adanya penjelasan dari Gus Menteri agar tidak ada persepsi negatif dari pemberhentian ini. Bagaimanapun, hanya sedikit kader GMKI yang bisa terpilih menjadi Dirjen di kementerian/lembaga, sehingga isu ini sangat sensitif di internal kami,” jelasnya.
Jika menurut Kemenag alasan pemberhentian bersifat internal dan tidak untuk dipublikasikan, Jefri menyarankan kepada Menteri Agama untuk dapat segera mengumpulkan para tokoh agama, organisasi keagamaan, kemahasiswaan, dan kepemudaan dari agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha sehingga dapat memberikan penjelasan secara langsung.
“Kami rasa jika memang alasannya bukan untuk konsumsi publik, Gus Menteri dapat mengumpulkan para tokoh agama dan organisasi terkait. Sehingga polemik ini tidak semakin membesar dan perwakilan masing-masing agama bisa mendengar langsung penjelasan dari Gus Menteri,” pungkasnya.(*)