JURNALMALUKU-Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kelurahan (TP-PKK) Maluku Barat Daya (MBD) menggelar diskusi bersama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tiakur dengan tema “Identitas Gender Pada Gerakan PKK”.
Ketua TP-PKK MBD Relly Lobloby Noach, dalam sambutannya menyampaikan bahwa untuk menilik sejumlah kegiatan PKK, dapat dilihat adanya penekanan karakteristik identitas gender PKK yang secara tidak langsung menjadikan perempuan sebagai sosok yang bertanggung jawab di dalam keluarga.
“Menciptakan peran perempuan sebagai ibu dan istri yang baik untuk keluarga, mengelola rumah tangga, di samping juga turut bertanggung jawab terhadap kondisi perekonomian keluarga,”terang Relly kepada media di kaiwatu, Minggu (13/3/2022).
Relly menambahkan bahwa dengan demikian, terjadi peranan ganda dimana perempuan yang bekerja, secara bersamaan akan disibukkan dengan kewajiban untuk membina keluarga, maka melalui keikutsertaannya di PKK, diharapkan perempuan MBD akan lebih memaknai peran yang ada pada perempuan itu sendiri.
“Pada dasarnya hal ini cukup memberatkan perempuan, meski pada kenyataannya mereka seolah nyaman dan menjadikan peran sosial ini sebagai bentuk tanggung jawab penuh yang memang harus dilakukan secara optimal,”tegasnya.
Relly juga menerangkan, rujuk pada proses komunikasi yang terjadi, dalam kaitannya dengan pemberdayaan, muncul penyadaran dan upaya peningkatan kapasitas diri bagi para pengurus dan anggota PKK. Ini secara tidak langsung termanifestasi melalui sosialisasi nilai-nilai gender yang turut disampaikan melalui pesan komunikasi.
“Munculnya perubahan yang memungkinkan adanya peningkatan pengetahuan, kecakapan, serta keterampilan setiap pengurus dan anggota PKK, selanjutnya dapat terimplementasi melalui keikutsertaan mereka di dalam kegiatan PKK sehingga secara keseluruhan, program kegiatan PKK bermaksud mengarahkan bentuk pemberdayaan dengan mengoptimalkan peran sosial perempuan dalam proses pembangunan negara,”tutur ketua PKK.
Dirinya menjelaskan, meningkatkan intelektualitas dan keterampilan bagi perempuan adalah tahapan pemberdayaan guna mewujudkan perempuan yang inovatif. Kreativitas perempuan melalui gerakan PKK akan diuji guna menunjukkan apakah program yang dijalankan oleh PKK benar-benar mampu memberdayakan perempuan atau tidak.
“Tentu melalui sejauh mana implementasi dapat dilakukan oleh para anggota dan pengurus PKK terhadap program kegiatan PKK di dalam kehidupan keluarga guna mencapai kemandirian,”ulasnya.
Ditambahkannya, namun demikian, muncul kontradiksi lain mengenai dikotomi atau masalah konsep publik dan privat di dalam PKK, dimana pemisahan ini memperlihatkan bahwa laki-laki cenderung berada di wilayah publik, dibandingkan perempuan yang diberi tanggung jawab dalam wilayah domestik atas urusan rumah tangga.
“Menguatnya atribut gender yang melekat pada diri seorang perempuan melalui PKK, bahwa perempuan masih terbiasa menyandang sebuah status atas posisi suami dan bukan hasil dari pencapaiannya secara mandiri,”katanya.
Dirinya mengatakan, pemahaman terkait pada akhirnya kembali mengingatkan keberadaan PKK sebagai gerakan nasional yang bekerja sesuai arahan pemerintah serta mengacu pada program bentukan pemerintah.
“Alhasil, kentara ketika budaya patriarki masih melandasi pelaksanaan program kegiatan di PKK. Muncul pemakluman dalam menjalankan tanggung jawab terhadap pengelolaan keluarga sehingga mengukuhkan subordinasi perempuan yang seolah tidak terasa bagi perempuan itu sendiri,”ujarnya.
Relly juga menegaskan, Inilah yang menempatkan bentuk pemberdayaan perempuan melalui gerakan PKK hanya terhenti pada bentuk pemberdayaan dari negara, dan belum mengarah pada pemberdayaan masyarakat dan perempuan seutuhnya.(JM).