JURNALMALUKU– Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
Peraturan tersebut memuat tentang pencegahan dan penanganan salah satunya terkait dengan bencana nonalam. Bencana nonalam yang dimaksud adalah pandemi Covid-19 dengan penanganannya menggunakan dana desa.
Pada dasarnya, pemerintah melalui kebijakan Permendes dan PDTT Nomor 6 Tahun 2020 memiliki tujuan yang sangat baik dalam menyelamatkan ketahanan dan ketidakberdayaan masyarakat desa melalui BLT Dana Desa dalam penanganan Covid-19. Kurang lebih sudah dua bulan BLT Dana Desa dilaksanakan, namun berbagai dinamika dan permasalahan menyelimuti program tersebut.
Sebut saja Penyelenggaraan penyerahan Bantuan Langsung Tunai (BLT) berupa kompensasi uang tunai tahun 2022 tahap empat (4) di Desa Lermatan Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) diduga bermasalah.
Dugaan Bermasalah itulah yang membawa sekelompok masyarakat ke- Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar ( 20/8) untuk mengadukan secara langsung dugaan penyalahgunaan dana BLT yang dikelola Pemdes Lermatan.
Kepada media ini, sejumlah warga usai masukan laporan mereka ke pihak Adhyaksa menyebutkan bahwa terdapat sekitar 20 Kepala Keluarga dari total 60 Kepala Keluarga yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan (SK)untuk menerima BLT tersebut dengan besar jumlah Rp 1.800.000/KK untuk 6 bulan mulai dari BLT tahap 3 dan 4, belum menerima Hak mereka.
Matheus Batmetan misalnya, dengan sikap lantang ketika ditanya soal alasan mereka tidak menerima menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui alasan pasti kenapa bisa mereka tidak mendapat bantuan BLT padahal Nama mereka diumukan tiga malam berturut-turut.
“Beta juga sendiri seng tau alasannya knapa, tapi saat pembacaan nama selama 3 kali sesuai SK, katong tau saja pasti terima. Katanya terima hari sabtu pagi tapi ditunda ke sore, mungkin perubahannya di siang hari itu”. ujar Batmetan Kesal.
Sementara warga lainnya, Sofia Laratmase sempat menceritakan kejadian sewaktu tidak mendapatkan BLT.
” Nama kami dibaca melaui TOA desa dan diketahui serta didengar secara langsung oleh seluruh masyarakat desa namun rencana pembagian yang di jadwalkan pada tanggal 17 Agustus itu molor hingga ke satu hari sesudahnya. Saya duduk menunggu giliran nama Suami saya namun hingga akhir tak disebutkan ” terang Sovia
Lebih lanjut kata Sovia, Karena tak Puas saya langsung bertanya kepada salah satu Kaur mengapa suami saya tidak dapat BLT namun jawabannya sungguh tak masuk akal sehat.
” Suami kamu tidak lagi menerima alasan dia ( Suaminya) sudah menerima Bantuan Ketinting, jadi namanya dihapus. Karena tidak puas saya langsung meminta SK Penerima BLT namun tidak diberikan ataupun ditunjukkan hingga sekarang”. ujar Sovia.
Masih berlanjut, dari Sejumlah keterangan merekapun, turut mempertanyakan legalitas SK Penyaluran BLT yang dikeluarkan pemdes Lermatan yang terkesan tebang pilih. “Pemdes ganti SK jangan semena-mena ikut maunya, kita ini orang susah. Kami menutut sesui SK yg sudah di bacakan kalau mereka ganti mesti ganti SK jangan semena – mena di ganti karna kita semua org susah, kami menduga BLT yang tak dirikan kepada kami di berikan kepada warga desa yg baru kawin, belum menika dan belum memilikk kartu Keluarga (KK).” tutup Sovia
Selain Sovia, Lagi – Lagi warga menuturkan tindakan Pemerintah Desa yang terkesan cuci tangan, Agustinus Kormpaulun misalnya, namanya juga dibacakan tiga malam berturut-turut namun dia juga tak menerima dengan alasan Ketinting pula, padahal dirinya bukan penerima Ketinting.
” Dua saudara saya dengan penjelasan mereka tadi sayapun sama, Saya tanyakan kenapa saya dicoret sementara nama saya sudah diumumkan, mereka jawab Sudah Terima Ketinting, lalu saya bilang, saya bukan penerima Ketinting. Ayah saya yang Terima sebab itu dijanjikan oleh kades kepada bapak saya sebagai Marinyo didesa dan sekali lagi itu bukan saya” beber Agustinus.
Kelompok masyarakat yang kesal dengan sikap pemdes tersebut, langsung meminta pihak Kejaksaan Negeri KKT untuk menelusuri dokumen maupun mekanisme penyaluran BLT, karena diduga praktek administrasi yang mengorbankan sebagian masyarakat Lermatan sudah terjadi sejak lama. Sampai dengan berita ini terbit Pemdes Lermatan belum dapat di hubungi (JM/AM)