JURNALMALUKU — Warga Pulau Letti, Kabupaten Maluku Barat Daya, mengeluhkan aktivitas proyek pembangunan yang menumpuk material bangunan di badan jalan umum. Terpantau hampir sepanjang ruas jalan Straat Siku, Desa Batumiau. Praktik ini dianggap membahayakan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan.

Renhard Kusapy (24), salah satu warga yang setiap hari melewati jalan tersebut, menyampaikan keluhan kepada media ini pada Rabu, (16/07/25) via WhatsApp. Ia menilai tindakan ini telah melanggar aturan dan mengganggu hak pengguna jalan.
“Ini jalan umum yang setiap hari kami lewati. Karena ada tumpukan bahan bangunan, kami jadi terganggu, dan tentu menggangu keselamatan pengguna jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 28, jelas melarang perbuatan yang mengganggu fungsi jalan. Pelanggaran ini bisa dikenai sanksi pidana,” tegas Kusapy.

Tindakan penempatan material di badan jalan ini diduga melanggar berbagai peraturan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 12 Ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang dilarang merusak, membahayakan fungsi, atau mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan. Pasal 63 undang-undang yang sama mengatur sanksi administratif dan pidana atas pelanggaran tersebut.

Tidak hanya itu, Peraturan Menteri PUPR No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pekerjaan Konstruksi mengharuskan kontraktor menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan kerja, termasuk tidak menempatkan material di fasilitas umum atau ruang publik.
Secara keseluruhan, kegiatan proyek juga wajib mengikuti standar keselamatan K3 konstruksi, termasuk pengamanan lokasi, pemasangan rambu, dan pengelolaan material yang aman bagi publik.

“Jalan ini baru diperbaiki beberapa tahun lalu. Kalau batu-batu besar dibuang begitu saja di badan jalan dengan dam truck, tentu bisa merusak jalan. Kalau rusak lagi, masyarakat tidak bisa menikmati jalan bagus seperti sekarang, sehingga kami mintakan agar pihak berwajib dalam hal ini Polsek Serwaru selaku aparat penegak hukum di Pulau Leti dapat bergerak cepat menindaklanjuti persoalan ini” pinta Renhard.

Seorang pekerja proyek yang enggan disebut namanya menyebutkan bahwa proyek tersebut merupakan milik seorang pengusaha bernama Thomas Melaira, yang dikenal kerap mengerjakan proyek-proyek besar tingkat provinsi maupun kabupaten, baik sebagai pemilik langsung maupun melalui pihak ketiga.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kontraktor maupun pengawas proyek terkait permasalahan ini. (JM-EA)