JURNALMALUKU-Bila kita meninjau kembali berbagai persoalan Maluku sudah tentu fokus utama kita tertuju pada persolan kesejahteraan rakyat, padahal pancasila telah menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, namun pada faktanya Maluku masih tertinggal diberbagai hal, bahkan menjadi daerah termiskin nomor 4 di Indonesia, yang berbanding terbalik dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki.
Maluku memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) yang memadai sehingga tidak pantas masyarakatnya miskin.
Jika menarik benang merah sejarah, Maluku pernah menjadi incaran dan jajahan bangsa-bangsa Eropa karena Sumber Daya Alam (SDA) nya, yakni cengkeh dan pala.
Sedangkan dari kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), orang Maluku sudah lebih dulu mengenal huruf latin ketimbang daerah lain di Indonesia, VOC pernah mendirikan sekolah di Ambon tahun 1607, di Banda tahun 1662, di lontor tahun 1923 dan di pulau Roem tahun 1927, bahkan jauh di tahun 1536 bangsa Portugis Antonio Galvao mendirikan sekolah modern pertama di Maluku. Yang artinya dari kemampuan Sumber Daya Manusia, Maluku sudah lebih dulu unggul.
Hal ini pun dipaparkan, Pengamat Sosial, W. Tomson dalam rilisannya, Jumat (20/7/2024). Bahwa saat ini bukan menjadi rahasia lagi kalau Maluku memiliki potensi-potensi SDA (Pertambangan, Perikanan, Pariwisata dll) yang di gadang-gadang bisa mengangkat Maluku dari kemiskinan dan ketertinggalan.
“Akan tetapi semua itu jika tidak di dukung oleh suatu pegangan legitimasi hukum yang mengikat, semisal Inpres Percepatan Pembanguan Maluku, maka hanya sebatas mimpi belaka saja,”ucap Tomson.
Dirinya menambahkan, Blok Masela sebagai salah satu sumber gas alam abadi yang tendernya telah dimenangkan oleh Petronas dan Pertamina jika sudah berjalan nanti tak sedikitpun yang kita dapat jika P1 10 persen tak mampu dipenuhi pemerintah daerah, ini semua persoalan yang harus di cari solusinya oleh Gubernur Maluku terpilih nanti.
“Coba tengok Maluku Utara dengan potensi tambang besar yang telah dieksploitasi akan tetapi pada data statistik menunjukan tingkat kemiskinan yang makin ekstrim, semua hasil tambang dibawa ke Jakarta, daerah tidak dapat apa-apa,”terangnya.
Padahal seharusnya, kata Tomson, hasil tambang diberikan ke daerah sebagai tempat tambang menggali tanah dan membabat habis hutan sehingga pemerintah daerah bisa membangun daerahnya. Sudah tentu kita Maluku tidak menginginkan nasib yang sama seperti Maluku Utara.
“Tuntutan Otsus Provinsi Kepulauan yang selama ini diperjuangkan tidak pernah lolos, sebab bagi pemerintah pusat, status tesebut ibarat negara dalam negara. Bahkan jika di tinjau dari nomenklatur lokal, di Provinsi Maluku ada juga kabupaten yang berstatus kepulauan yakni Kepulauan Aru, yang kemungkinan besar lebih mendapatkan untung dibandingkan dengan Kabupaten yang lain di Maluku jika otsus Provinsi Kepulauan Maluku disetujui oleh Pemerintah Pusat,”paparnya.
Lebih mirisnya lagi, ujar Tomson, kita menuntut Otsus provinsi kepulauan sementara batas wilayah laut antara Maluku dan NTT saja belum tuntas, sehingga tidak salah jika beberapa tahun kemarin NTT meminta jatah blok Masela di pemerintah pusat, karena menurut mereka wilayahnya Pemprov NTT masuk dalam batas 12 mil laut, dan ini juga menjadi persoalan krusial yang belum diselesaikan oleh pemerintah daerah provinsi Maluku.
“Sekiranya dengan berbagai macam problematika yang dihadapi Maluku saat ini, tawaran dorongan hadirnya Inpres Percepatan Pembangunan Maluku dari salah satu bakal cagub Maluku yakni Febry Calvin Tetelepta (FCT) merupakan sebuah ide dan gagasan yang brilian sesuai dengan kebutuhan Maluku saat ini sehingga kita bisa maju dan berkembang setara dengan provinsi lain yang ada Indonesia,”terang Pengamat Sosial.
Dirinya menegaskan, karena dengan adanya Inpres kita bisa menyelesaikan persoalan internal Maluku dengan keputusan sepihak tanpa campur tangan pemerintah pusat, semisal infrastruktur jalan di Maluku yang masih banyak mengalami persoalan, kita bisa saja menyelesaikannya tanpa harus kuatir dengan status jalan tsb (jalan provinsi/Jalan daerah), guna memperlancar konektivitas penghubung antar wilayah, yang sudah tentu manfaatnya dapat meningkatkan sektor perekonomian masyarakat sekitar.
“Begitupun dengan sektor pertambangan, ketika di dukung dengan Inpres maka suda pasti kita bisa mengatur urusan pertambangan di daerah kita sendiri, semisal mengundang investor asing menanam sahamnya di maluku dengan perjanjian bagi hasil yang jelas serta melibatkan BUMDes, juga memprioritaskan putra daerah dalam segala hal,”ujarnya.
Dirinya menandaskan, sebenarnya semua persoalan maluku jika di dukung dengan Inpres maka percepatan Pembangunan Maluku bukanlah sesuatu yang mustahil, tinggal bagaimana nanti pemerintah daerah (Gubernur terpilih) bersama legislatif serta komponen elemen masyarakat bersama-sama mengawal, mendorong serta merumuskan format yang pas, yang sudah tentu berhubungan dengan persoalan Maluku, sebagai rujukan keinginan masyarakat Maluku, yang harus termuat di dalam Inpres tersebut.(JM.ES).