JURNALMALUKU-Ketua Forum Pemberdayaan Perempuan, Nadia Manuputty menerangkan, agenda diskusi kebangsaan ini diselenggarakan oleh Forum Pemberdayaan Perempuan Maluku bekerjasama dengan lembaga Australia Award dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri dan juga kantor Agama Wilayah Maluku.
“Serta dukungan dari teman-teman dari berbagai lembaga penggiat demokrasi maupun moderasi beragama yang memang fokus dan concern terhadap isu-isu toleransi, radikalisme maupun terorisme,” ungkap Manuputty di Manise_Hotel Ambon, Minggu (5/12/2021).
Manuputty mengatakan, Inisiasi kegiatan diskusi ini berawal dari partisipasi forum pemberdayaan perempuan Maluku dalam sebuah program bernama “ Senior Leadership” yang dilaksanakan oleh lembaga Australia Award.
“Sebuah lembaga yang visi misinya adalah untuk meningkatkan kapasitas dan mendorong partisipasi perempuan di seluruh dunia untuk tampil sebagai leader di berbagai bidang terutama ekonomi, politik dan budaya,” terangnya.
Dirinya menjelaskan, forum pemberdayaan perempuan Maluku kebetulan mendapatkan kehormatan sekaligus tanggung jawab untuk melaksanakan sebuah diskusi publik yang berkaitan dengan isu keterlibatan kaum perempuan sebagai penyokong paham radikalisme maupun sebagai pelaku berbagai aksi teror yg terjadi di level global dan terutama di Indonesia.
“Isu ini dalam kajian radikalisme dan terorisme memang masih minim kajian dan referensinya sangat terbatas di Indonesia apalagi di Maluku. Hal ini tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa baru beberapa waktu belakangan inilah terjadi perubahan tren dimana kaum perempuan yg tadinya sekedar menjadi geological supporter (pendukung di belakang) telah berubah menjadi main aktor (pelaku teror),” jelasnya.
Manuputty bilang, di indonesia kasus bom di Surabaya dan Penyerangan ke Mabes Polri berapa waktu lalu menjadi bukti adanya perubahan model atau tren baru pelaku teror.
“Radikalisme dan terorisme memang dapat menjadi ancaman serius terhadap persatuan bangsa. Dan pelibatan kaum perempuan (kalau tidak mau dikatakan eksploitasi) adalah sebuah hal yang memprihatinkan dan ini harus menjadi concern kita bersama,” tegasnya.
Diskusi kebangsaan ini, Kata Manuputty, dilakukan dengan maksud untuk menghadirkan diskursus yg lebih luas dalam rangka sharing knowledge, membangun narasi narasi moderasi yg toleran untuk membangun nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan yang kokoh.
Disaat yang sama, Analis Konflik dan Keamanan, Alton Labetubun menjelaskan,
sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan ini, kebetulan diundang untuk menjadi salasatu narasumber, harapannya adalah yang pertama tentunya diskusi hari ini berkontribusi kepada kesiapsiagaan.
“Artinya membuat orang menjadi lebih mengerti tentang Apa itu radikalisme ekstrimisme, ekstrimisme berbasis kekerasan dan terorisme, dan yang kedua adalah ada proses bagaimana kita mengawal diri kita, keluarga kita, maupun lingkungan kita agar kita imun dari infiltrasi ataupun imun dari pengaruh-pengaruh ke pemahaman ekstrimisme dan radikal, ujarnya.
Labetubun juga mengatakan, terorisme yang bisa memecah belah pertama di Maluku yang kita tahu pernah punya pengalaman konflik tahun 1999. Tentunya bekas psikologi konflik itu suka atau tidak suka masih tetap ada.
“Tapi saya cukup yakin bahwa Maluku pasca kejadian Tahun 1999 itu sudah sangat kondusif dan itu merupakan peran dari semua masyarakat, terutama di Maluku ini kita tahu bahwa adat kita masih kuat kan,” tegasnya.
Labetubun menambahkan, jadi siapapun yang masih merupakan orang-orang yang dulunya terlibat didalam konflik Maluku, tapi sekarang tinggal disini dan sudah berbaur dengan masyarakat sini kita harapkan untuk bisa memperkuat hubungan antar warga dan hubungan sesama orang Maluku.
“Itu menjadi perekat yang lebih kuat sehingga mereka tidak lagi kembali kepada pola-pola pemikiran lama mereka,” harapnya.
Dirinya berharap, OKP dan ORMAS harus menjadi salah satu poros pemersatu, peran mereka sebagai orang di tingkat daerah ini. Harus di perkuat lagi, tentunya dengan bersinergi dengan pemerintah maupun juga dengan aparat keamanan untuk bagaimana menciptakan Maluku yang lebih baik lebih damai dan lebih sejahtera ke depan.
Di ketahui diskusi publik ini dibuka 2 sesi materi : “Menolak Perempuan sebagai pelaku teror”
Dengan pemateri
- Linda Holle (Aktivis Perempuan/HAM)
- Jance Rumahuru (Warek I IAKN Ambon)
- Abidin Wakanno (Direktur ARMC IAIN Ambon)
- Paham radikalisme, dengan pemateri
- Kepala Kesbangpol Provinsi Maluku.
- Alto labetubun, ST, MIS Analis Konflik dan keamanan.
- Johanes Pangihutan Siboro, KasatgasWil, densus 88 mabes polri.
- Faisal Mantan Narapidana.