JURNALMALUKU-Kondisi angkutan umum Hatu, Liliboi, Allang miris ditelantarkan karena tidak memiliki terminal untuk mengangkut penumpang jurusan tiga wilayah tersebut.
Hal ini ditanggapi, tokoh Pemuda Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah Selly Huwae, kepada Wartawan di Ambon, Sabtu (18/2/2023).
“Ini adalah masalah fatal yang seharusnya direspon Pemerintah Provinsi Maluku dalam hal ini Dinas Perhubungan, karena merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab mereka untuk bagaimana memberikan kenyamanan baik kepada para driver dan penumpang yang hendak pulang pergi nantinya,”terang Huwae.
Dirinya mengatakan, sampai hari ini angkutan umum jurusan Hatu, Liliboi, Allang tidak mendapatkan kepastian dan tidak punya terminal mereka hanya menggunakan badan jalan yang sedikit tempo ditemui disekitar wayame sambil menunggu penumpang.
“Terminal Ongkoliong itu bukanlah sebuah terminal apabila dilihat sesuai Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang terminal karena harus memiliki standar dan tipe, antaranya tipe B, A, dan C. Ongkoliong itu tanah pemerintah Kota Ambon yang sampai hari ini tidak ada MoU untuk diserahkan penggunaannya kepada Provinsi, dan kalaupun ada MOU lokasi tersebut tidak layak disebut terminal,”paparnya.
Huwae juga menambahkan, hanya ada dua trayek di sistim transportasi yakni Linier dan Tramper. Linier itu misalnya Angkot, AKDP, AKAP dan memiliki terminal itu sesuatu yang wajib, berbeda Tramper misalnya Grab, Taksi online tidak ada terminal juga tidak wajib.
“Kemudian semuanya diterbitkan izin trayek, SK tarif yang resmi di keluarkan oleh pemerintah tetapi mereka tidak punya terminal. Pertanyaannya siapa yang salah, kenapa pemerintah menerbitkan mereka punya izin trayek sementara tidak mampu menyediakan fasilitas terminal,”tanya Huwae dengan Kesal.
Jadi dalam kasus AKDP, kata Huwae, pemerintahlah yang melanggar aturan yang dibuatnya sendiri karena kewenangan pengurusan angkutan kota dalam provinsi adalah kewenangan provinsi.
“Pemerintah justru sengaja tidak menanggapi kondisi yang di alami para driver angkutan umum jurusan tiga wilayah ini, padahal pemerintah selalu memungut retribusi lewat kartu pengawasan, ijin trayek dan retribusi terminal,”tegasnya.
Huwae bilang, sekarang izin trayek sudah ada, armada sudah ada, SK tarif sudah ada lalu pemerintah dengan seenaknya membuat mereka terlantar tidak ada terminal?
“Jadi kalau pemerintah mengatakan tidak ada tempat pertanyaannya siapa yang salah dan siapa yang selama ini menikmati retribusi dari masyarakat lebih lucunya, dulu ketika mereka parkir di wayame itu dilarang, kemudian kembali ke tempat mereka pemerintah suruh kembali ke wayame dan beta anggap pemerintah gagal” jelas Huwae
Huwae juga dalam pernyataannya, sangat kesal dengan DPRD Provinsi Maluku dalam hal ini Komisi 3 yang lemah dalam fungsi pengawasannya.
Dirinya menandaskan, terlepas dari pada membuat perizinan trayek, pemerintah juga wajib memikirkan keberlangsungan hidup rakyatnya dalam hal ini ketersediaan penumpang untuk diangkut.(JM.ES).