JURNALMALUKU– Penggunaan dan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMK Negeri 6 Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) tahun 2021 senilai Rp1,7 milyar, telah tercium ‘bau amisnya’. Ketidaktransparansi dana milyaran yang dikucurkan dari negara bagi sekolah, menjadi salah satu aroma busuk yang sengaja ditutupi.
Untuk penyaluran dana BOS Reguler pada SMK 6, diduga kuat terdapat penyalahgunaan kewenangan dalam penggunaannya. Dan hal itu dibenarkan serta diakui Plt. Kepala SMKN 6 KKT Astuty Dwiwahyuni. Kepsek Astuty, blak-blakan ketika dikonfirmasi bahwa ketidaktransparansi yang dilakukannya, lantaran sulitnya mengajak pihak sekolah dalam hal ini dewan guru, komite untuk bersama-sama mengelola dana tersebut.
Padahal dirinya paham dan tahu kalau tindakannya tersebut telah menyalahi atau tidak sesuai dengan peraturan perundangan, yakni pengunaan Dana BOS Reguler Tahun 2021. Dimana harus didasarkan pada hasil evaluasi dari sekolah dalam rapat bersama para Dewan Guru serta Komite Sekolah dan harus ada dokumen pendukung, yakni Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) Dana BOS Reguler yang adalah merupakan sebuah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan sekolah yang dibiayai dari Dana BOS dimaksud.
Kepsek Astuty pun tak menampik, kalau hal penggunaan dana BOS tersebut dilakukan secara inprosedural . Pasalnya, dirinya menyampaikan bahwa ia mengalami kebingungan dalam mengelola segala sesuatu hal pada sekolah yang dipimpinnya. Dirinya mengakui jika berbagai data 2020 yang dimintainya dari tiap program maupun oleh para wakil kepala sekolah di tahun 2021, tidak pernah diberikan kepadanya hingga saat ini.
Dirinya mengeluhkan jika RKAS tahun 2020 yang dimintai dari bendahara BOS lama oleh dirinya saat awal menjabat Plt. Kepsek, tidak pernah diberikan sama sekali dengan alasan bahwa dirinyalah yang harus membuat sendiri RKAS tersebut sebagai pimpinan yang baru. Alasan meminta dokumen RKAS 2020 tersebut lanjut dia, adalah kewajibannya sebagai pimpinan yang baru untuk mengetahui pos-pos program kegiatan yang harusnya dibiayai oleh Dana BOS Reguler tahun 2021 yang merupakan kewenangannya, namun dokumen RKAS tersebut tak kunjung diperolehnya hingga kini.
“Kenapa saya mintai RKAS tersebut? Karena tidak mungkin pos-pos rutin tiap bulan tahun 2020 itu tak ada. Mulai dari pembiayaan rekening air, listrik, dan lainnya. Yang dijawab oleh bendahara BOS lama itu tidak bisa dia serahkan dan sayalah yang harus buat RKAS itu sendiri. Kan saya harus tau dulu rutinitas penggunaan BOS itu apa saja. Misalkan untuk giat UKK, giat praktek, dan itu biasanya alokasinya berapa. Olehnya itu, saya juga merasa cukup bingung,” keluh dia.
Kebijakan yang ditempuhnya agar bisa dana BOS regular ini digunakan. Dirinya mengkoordinasikan dengan bagian keuangan Provinsi Maluku. Dimana dirinya meminta paduan RKAS.
“Saya kontak orang provinsi bagian keuangan. Ada ibu Ria, ada bapak Jhon Latuperissa, dan ibu Vita yang juga beliau sempat datang ke sekolah untuk memeriksa kita. Memang saya tahu bahwa saya telah lakukan kesalahan karena tak bahas RKAS bersama teman-teman, tapi saya minta acuannya dari dinas, yakni fotocopi RKAS tahun 2020 agar bisa tau panduannya,” jelasnya.
Ia menambahkan, warga sekolah yang selalu ia ajak duduk bersama guna membahas segala sesuatu, dirasa sulit sekali untuk mau diajak kompromi. Ia juga bahkan sempat mengarahkan setiap bidang program untuk memasukan kebutuhan yang diperlukan, namun katanya mereka selalu berbelit-belit.
Dalam menjalani ketidakberesan dan ketidakmampuan terhadap pekerjaan sebagai pimpinan sekolah, dirinya bahkan mengatakan jika mengikuti alur RKAS, sebenarnya segala sesuatu pekerjaan di sekolah yang dilakukan itu sudah tidak ada pembiayaannya lagi yang bersumber dari BOS Reguler. Ia mencontohkan kalau mengganti kaca sekolah saja mereka (para guru) meminta untuk dibayar sehingga bendahara-pun sampai kewalahan lantaran bingung dengan permintaan tersebut. Padahal jika dilihat, segala sesuatu tentang operasional dan pembangunan fasilitas sekolah, seharusnya dianggarkan melalui Dana BOS Reguler yang ada, dan hal itu bahkan tidak dilakukannya.
“Rapat yang biasanya dibuat sekolahpun hanya diikuti oleh peserta 30 sampai 40 orang, padahal jumlah guru itu ada sekitar 80an, tetapi saat jam makan, semuanya hadir. Itu namanya tidak tau malu,” ungkap dia kesal.
RKAS yang seharusnya sudah dibuat dalam tahun anggaran 2021, juga bahkan direncanakan untuk dibuat setahun setelahnya, yakni pada Februari 2022. Hanya dengan beralasan sulit memperoleh data yang lama, sehingga pembuatan RKAS akhirnya molor hingga tahun berikutnya. Diakuinya juga kepada tim Inspektorat Provinsi saat melakukan pemeriksaan rutin, jika penyerapan Dana BOS Reguler pada tahun 2021 lalu, sangatlah kurang sehingga saat itu, dibuatkanlah beberapa catatan untuk segera dilengkapi pihak sekolah.
Dalam menggunakan Dana BOS Reguler tersebut, dirinya jujur bahwa sebagai pimpinan, ia diarahkan oleh para pemangku kepentingan untuk bertanggungjawab menaggung biaya lainnya berupa biaya makan, biaya akomodasi, hingga biaya transportasi saat adanya kunjungan tamu dari pusat maupun provinsi. Padahal, hal yang dilakukan dirinya, ia tau persis bahwa sangat menyalahi aturan dan mekanisme yang ada, karena peruntukan Dana BOS Reguler bukan termasuk biaya tersebut.
“Saya biasanya diarahkan para pemangku kepentingan yang akan berkunjung ke Tanimbar untuk menyiapkan hadiah atau cinderamata berupa kain tenun, menanggung tiket transportasi pesawat, dan sebagainya. Itu terjadi bisa mencapai puluhan juta rupiah tapi saya harus berusaha bagaimana caranya bahwa itu kepentingan sekolah,” beber Astuty. (JM.AM)