JURNALMALUKU-Debat calon pemimpin merupakan ajang penting untuk mengukur visi, misi, dan kompetensi para kontestan. Namun, dalam debat Pilkada Maluku Barat Daya (MBD) baru-baru ini, terjadi momen yang menarik perhatian. Pertanyaan calon Bupati nomor urut 02, Benyamin-Ari, kepada pasangan nomor urut 01 tentang nama-nama desa di Pulau Wetar serta potensi sumber daya wilayah setiap desa dari 4 kecamatan itu, justru mengungkap celah yang lebih dalam: kesenjangan antara para calon pemimpin dengan realitas masyarakat yang mereka pimpin.
Pasangan nomor urut 01, yang terdiri dari seorang mantan polisi dan politisi, memilih untuk menghindar dengan alasan pertanyaan tersebut adalah “Pertanyaan anak SD” dan tidak substansial. Tanggapan ini terkesan meremehkan dan menunjukkan ketidakpekaan terhadap realitas masyarakat MBD terkhusus masyarakat di Pulau Wetar. Mereka mungkin menganggap bahwa jabatan dan pengalaman di luar MBD sudah cukup untuk memimpin, tanpa memahami bahwa mengenal desa-desa, potensi sumber daya alamnya, dan kesulitan warganya adalah hal yang fundamental.
Sebaliknya, Benyamin-Ari, calon petahana yang adalah kombinasi dari politisi dan birokrat tulen ini, dengan lugas menunjukkan bahwa pertanyaan tersebut justru menyentuh inti permasalahan. Pasangan ini petahana ini menanggapi penolakan menjawab dari pasangan 01 ini dengan ungkapan terimakasih, serta berpesan agar warga masyarakat pulau Wetar dengan jeli melihat siapa yang benar-benar peduli akan kesusahan dan realitas masyarakat di Wetar. Sangat tersentuh saat calon bupati menekankan kesulitan masyarakat Wetar yang berjuang karena kekurangan akses dan sementara ini pemerintahan yang dijalankannya sedang melakukan pembangunan dengan menggunakan APBD MBD, pendanaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus dan dana pinjaman yaitu dana PEN, namun oleh pasangan penantang 01 dan 03 terus dipertanyakan seakan-akan masyarakat di pulau Wetar tidak boleh mendapatkan peruntuntukan pembangunan dengan menggunakan dana pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia termasuk juga  Maluku Barat Daya.
Jawaban pasangan 01 yang menolak menyebutkan nama desa dan potensi wilayah di pulau Wetar bahkan mengeluarkan statement bahwa “forum ini adalah forum terhormat untuk orang-orang terhormat” dan tetap menolak menjawab pertanyaan tersebut. Pernyataan itu lalu memantik suara dari publik MBD terkhusus masyarakat pulau Wetar yang merasa seakan di abaikan dan tidak perlu dibahas dalam forum untuk orang-orang terhormat itu. Apa yang disampaikan benar-benar menyakiti publik Wetar sehingga memantik tanggapan menolak pasangan tersebut di pulau Wetar.
Mengetahui nama-nama desa dan potensi sumber daya alamnya adalah bukti pemahaman tentang wilayah dan kebutuhan masyarakat. Pertanyaan ini juga mengungkap keprihatinan terhadap derita masyarakat yang harus menempuh jarak puluhan kilometer untuk mengakses fasilitas dasar.
Momen ini menjadi cerminan dari dilema yang sering terjadi dalam politik: ambisi kekuasaan versus pemahaman terhadap realitas masyarakat. Pasangan nomor urut 01 mungkin memiliki visi dan misi yang besar, namun tanpa mengenal dan memahami wilayah yang akan mereka pimpin, visi tersebut hanya akan menjadi retorika kosong.
Pilihan masyarakat MBD dalam Pilkada 2024 ini akan menentukan arah masa depan daerah. Pertanyaan Benyamin-Ari tentang nama-nama desa di Pulau Wetar mungkin tampak sederhana, namun ia telah mengungkap pertanyaan yang lebih besar: siapakah yang benar-benar memahami dan peduli terhadap kebutuhan masyarakat MBD? Siapakah yang layak memimpin dan membangun daerah ini?
“Pertanyaan anak SD” ini justru membuka mata kita terhadap pentingnya pemimpin yang tidak hanya memiliki visi, tetapi juga memahami realitas dan kebutuhan masyarakat yang mereka akan dipimpin. Masyarakat MBD pantas mendapatkan pemimpin yang tidak hanya berambisi meraih kekuasaan, tetapi juga peduli dan berjuang untuk kesejahteraan mereka. (JM.ES).