JURNALMALUKU– Skor Empat Nol menjadi jawaban DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang memutuskan untuk menolak pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar tentang Pertanggungjawaban APBD TA 2021.
Paripurna Kata Akhir Fraksi – Fraksi yang berlangsung di kantor Sementara DPRD Kabupaten Bertajuk Bumi Duan – Lolat pada minggu ( 31/7) pukul 19 : 15 Waktu Setempat menjadi saksi atas kerja amburadul masa pemerintahan yang baru berakhir pada beberapa bulan kemarin.
Fraksi Demokrat Bangkit yang dibacakan oleh ketua Fraksi Deni Darling Refualu mengatakan alasan penolakan tersebut salah satunya ialah pengelolaan keuangan yang buruk berdampak pada keterlambatan penyelenggaraan dalam hal Proyeksi PAD yang lebih besar ketimbang pendapatan baik pemerinta Daerah Dinas pendidikan, kesehatan bahkan Hingga Desa dalam hal keseringan terjadi Keterlambatan pencairan anggaran.
Fraksi PDI-P yang dibacakan Virgia Werembinan lebih menekankan pada Target untuk keluar dari kemiskinan di era kepemimpinan sebelumnya pada tahun 2007 sampai 2017 Angka kemiskinan mampu diturunkan dari 52% menjadi 27% atau rata-rata 2,5% per tahun Justru pada periode 2017 sampai 2022 Angka kemiskinan tetap berdiri kokoh.
Angka 27% atau 0% setiap tahunnya yang mengakibatkan Kabupaten Kepulauan Tanimbar kemudian tergolong sebagai Kabupaten dengan kemiskinan ekstrem tertinggi di Maluku. Oleh karena itu kemiskinan sesungguhnya adalah proyek sebab akibat dari pembangunan di berbagai sektor pendidikan kesehatan perikanan pertanian infrastruktur dan sebagainya, kemiskinan juga adalah akibat atau hasil akhir dari pelaksanaan kebijakan pembangunan yang tidak berjalan dengan baik
Dari evaluasi umum yang dilakukan oleh fraksi PDI Perjuangan terhadap kinerja pemerintah daerah periode 2017-2022 dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Petrus Fatlolon gagal memenuhi ekspektasi masyarakat banyak untuk memerangi Kemiskinan.
Selain itu Defisit yang terlampau hingga 85 Miliard juga berdampak pada kemampuan keuangan daerah yang jika berdasarkan regulasi mestinya defisit pada tahun 2021 hanya 5.2% namun sudah melebih standar yang di tetapkan dalam regulasi sehingga terdapat selisih kurang pembelanjaan dan penerima sebesar 29 miliar.
Sementara itu, Fraksi Berkarya yang di Bacakan Nikson Lartutul menyampaikan beberapa poin sebagai dasar penolakan Fraksi terhadap Ranperda APBD 2021 1. Proyeksi pendapatan Rp 980.110.829.690, Terealisasai sebesar Rp 892.637.268.175 Kemudian pada postur pembiayaan terdapat surplus sebesar Rp28.287.404.988,04 yang dipakai untuk membiayai target belanja sebesar Rp 1.062.664.257.631 yang terealisasi sebesar Rp 921.676.917.366.05
Maka di akhir tahun terjadi sisa kurang perhitungan anggaran sebesar Rp 752.244.202,72 Realisasi ini menunjukkan adanya proyeksi pendapatan yaitu PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan Pendapatan Transfer antar Daerah yang digelembungkan atau tidak berdasar data potensi realisasi tahun – tahun sebelumnya guna membiayai keinginan belanja yang berlebihan, hal ini diketahui pada tingkat pembahasan ranperda pertanggungjawaban tentang apbd tahun anggaran 2021 mulai tingkat komisi hingga banggar bersama TAPD.
Juga menunjukkan bahwa tidak adanya transparansi pengelolaan kepada DPRD maupun BPK karena ada uang sebesar Rp 752.244.202,72 yg terealisasi padahal secara Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) kas sudah seharusnya Rp 0,-
2.Bahwa dalam belanja hibah dan bansos tidak prosedural dalam hal ini tidak ada proposal, tidak tercantum dalam SK Bupati, tidak disertai dengan NPHD, dan belum selurunya menyampaikan SPJ. Yang mana dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Penerima hibba yang belum menyampaikan lapoaran pertanggungjawaban sebesar Rp 4.395.000.000
b. Penerima hibba yang pertanggungjawab tidak lengkap sebesar Rp 301.050.000
c. Penggnaan dana hibba tidak sesuai dengan proposal sebesar Rp 49.125.000
d. Penyaluran hibba tidak sesuai dengan keputusan bupati sebesar Rp 150.000.000.
e. Penerimaan hibba tidak ditetapkan melalui keptusan kepala daerah maupun ditetapkan dalam APBD sebesar Rp 512.500.000
f. Proposal yang disampaikan tidak terinci penggunaan hibba sebasar Rp 50.000.000
g. Penerimaan hibah tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebagai penerimah hibba sebesar Rp 1.310..000.000
h. Mekanisme penyaluran hibba tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 1.000.000.000
- Anggaran realisasi perayaan HUT Kemerdekaan RI di kecamatan Kormomolin sebesar Rp 174.000.000 dianggab berlebihan jika dibandingkan dengan 9 kecamatan lain yang nilainya hanya Rp 25 Juta sampai Rp 35 Juta
- Dana BOS Afirmasi pada dinas pendidikan yang telah dicairkan namun barangnya sampai dengan saat ini tidak ada.
- Ada beberapa paket pekerjaan pada dinas Cipta Karya yang belum mencapai volume pekerjaan, tetapi anggarannya sudah dicairkan seratus persen dan pembangunan tugu SJ Oratmangun yang tidak dibahas namum muncul di dalam APBD TA 2021 dan kemudian juga telah ditolak oleh lembaga DPRD maupun keluarga Almarhum Mendiang S.J.Oratmangun namun pekerjaan tersebut tetap dilelangkan dan anggaran sudah dicairkan namun hingga saat pembacaan kata akhir fraksi kami ini tidak ada reaslisasi pekerjaan tugu dimaksud.
- Pada persetujuan ranperda APBD TA 2021 menjadi APBD TA 2021 Paripurna DRPD bersama TAPD telah memutuskan hanya memberikan penyertaan modal kepada BUMD PT. Tanimbar Energi sebesar rp 500.000.000,- namun yg ditemukan di dalam APBD TA 2021 sudah menjadi Rp 3.751.566.000,- Terhadap perubahan anggaran secara sepihak ini di luar kesepakatan bersama TAPD dan DPRD telah disampaikan oleh Kepala BPKAD pada saat pembahasan Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2021 di tingkat komisi bahwa perubahan ini akibat perintah Petrus Fatlolon, SH, MH (Mantan Bupati KKT saat itu).
- Badan Usaha Milik Daerah yakni Tanimbar Energi, Kalwedo Kidabela, dan Perusahaan Daerah Air Minum tidak sanggup menyajikan laporan keuangan perusahaan sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017.
- Tarif retribusi yang ditarik oleh dinas pendapatan daerah tidak sesuai dengan keputusan peraturan daerah maluku tenggara barat nomor 16 tahun 2013.
- Juga ditemukan adanya beberapa pekerjaan yang diusulkan oleh DPRD dan sudah disepakati dalam sidang paripurna namun dilakukan perubahan secara sepihak oleh pemerintah daerah dan muncul kegiatan-kegiatan baru yg tidak pernah dibahas.
- TAPD tidak transparansi dalam penyajian data kepada DPRD dan BPK RI terhadap data aset dalam hal ini hutang belanja tanah yang disajikan hanya Rp. 3.225.755.400 sementara dari data utang belanja Modal tanah untuk Genangan Lorulung masih tersisa sebesar sekitar Rp 7.000.000.000 dan tanah Pasar Omele sebesar Rp 10.000.000.000,-belum ditambah dengan belanja modal tanah lainnya.
Sementara Fraksi Indonesia Bersatu yang dibacakan oleh Markus atua lebih menekankan pada penjelasan opini WTP yang diberikan BPK RI kepada Kabupaten Kepulauan Tanimbar karena beberapa item yang seharusnya belum bisa dicatat sebagai aset daerah berdasarkan beberapa item belum dilunasi dan ada pula yang belum selesai dikerjakan.
Deposit yang mengakibatkan Utang pihak ketiga yang hingga sekarang pemerintah Daerah belum mampu menunjukkan bukti antara lain nilai deposit melaui rekening koran dari Kas Daerah (Kasda) sehingga tidak diketahui secara rinci oleh Fraksi sebab pada tahun 2020 tercatat total deposit sebesar Rp. 90.000.000.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp.40.000.000.000 sehingga nilai deposit melalui rekening koran tersebut diminta sehingga bisa diyakini bahwa benar deposit dilakukan serta jatuh tempo tersebut juga sudah dipindahkan ke kas daerah ataukah tidak. Namun hingga paripurna kata akhir Fraksi dihari ini pemerintah daerah tidak mampu menunjukkan bukti yang diminta untuk itu kami menyatakan menolak Ranperda APBD 2021.
Selain poin yang menjadi dasar penolakan Ranperda APBD 2021 keempat Fraksi DPRD Kepulauan Tanimbar juga merekomendasikan beberapa poin untuk diproses hukum.
Misalkan Fraksi Berkarya merekomendasikan untuk Pj Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar untuk mengevaluasi TAPD. TAPD dalam meproyeksi pendapat transferan antar daerah dan PAD harus disesuiakan dengan data potensi riil tiga tahun terakhir. TAPD dalam menyusun APBD wajib postur belanja menyesuaikan pendapatan bukan sebaliknya yaitu pendapatan menyesuaikan belanja guna mencegah terjadi devist yang sudah sering terjadi pada APBD tahun tahun anggran dimasa Pemerintahan Petrus Fatlolon. SH,MH.
Pemerintah Daerah agar segera menyelesaikan seluru hutang hutang baik hutang beban pegawai, hutang pada pihak ketiga atas putusan pengadilan, hutang tanaman dan tanah, hutang dana hibbah kepada kabupaten Maluku Barat Daya serta hutang hutang lainnya. Yang terkahir Proses Hukum terhadap pelanggaran pelanggaran yang telah kami sampaikan diatas maupun yang belum kami sampaikan.
Fraksi PDIP merekomendasikan proses hukum terhadap anggaran yang merupakan temuan Fraksi yaitu beberapa titik anggaran yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan diantaranya, laporan hasil pemeriksaan BPK wilayah provinsi Maluku terdapat pajak pusat dan potongan gaji pegawai yang belum disetor kepada negara sebesar Rp.16.438.172.000 131 yang bila ditambahkan dengan Sisa dana yang tidak terealisasi adalah sebesar 61,4 miliar.
Jumlah ini Seharusnya berada pada khas daerah Namun yang ada pada bendahara umum daerah hanya sebesar Rp.8.461.46.295 sehingga terjadi selisih antara jumlah yang seharusnya dan jumlah riil sebesar Rp. 52 991.261.000.885 yang mana dipakai untuk membiayai kegiatan yang bukan peruntukanya.
Sementara itu Penjabat Bupati Daniel Indey dalam Sambutan usai penyampaian kata akhir Fraksi mengatakan bahwa pihaknya ( Pemerintah Daerah) akan menindak lanjuti penolakan LPJ APBD 2021 oleh DPRD dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (JM/AM)