JURNALMALUKU—Kekecewaan masyarakat Desa Tepa terhadap pelayanan PT PLN (Persero) Unit Tepa memuncak. Pemadaman listrik yang terjadi sejak 18–23 November 2025 tanpa pemberitahuan resmi memicu kemarahan warga hingga berujung pada dua kali aksi demonstrasi damai pada Minggu (23/11/2025) malam.
Pemuda asal Pulau-Pulau Babar, Erick Laipeny, saat diwawancarai media ini melalui WhatsApp, Selasa (25/11/2025), menegaskan bahwa warga merasa sangat dirugikan oleh layanan PLN yang dinilai buruk, tidak profesional, dan kerap mengabaikan kepentingan masyarakat.
“Kami sangat bergantung pada listrik untuk ekonomi, pendidikan, perkantoran, dan komunikasi. Namun pemadaman terus-menerus membuat seluruh aktivitas lumpuh,” ungkap Erick.
Aksi demonstrasi pertama berlangsung pada 23 November 2025 pukul 21.02 WIT, saat massa mendatangi Kantor PLN Tepa. Dalam pertemuan itu, warga bertemu Kepala Cabang PLN Moa beserta staf. PLN menyampaikan bahwa pemadaman terjadi karena kegiatan pembersihan jaringan, dan menjanjikan listrik akan menyala kembali pada 00.00 WIT.
Perwakilan masyarakat—di antaranya Kepala Desa Tepa, Dominggus Taliak, BPD Tepa Andi Waliana, serta tokoh masyarakat Levi—menilai alasan PLN tidak masuk akal.
“Kami sudah merelakan tanaman pribadi dipangkas untuk pembersihan jaringan. Tetapi kenyataannya banyak tumbuhan liar masih dibiarkan merambat di kabel PLN. Bagaimana bisa alasan pemadaman karena pembersihan?” ungkap mereka dalam audiensi.
Namun pada pukul 00.00 WIT, janji PLN tidak dipenuhi. Lampu tetap gelap.
Akibatnya, massa kembali turun melakukan aksi demonstrasi kedua pada pukul 00.14 WIT dengan jumlah yang lebih besar. Setelah desakan keras warga, barulah petugas PLN terlihat bergegas menyalakan mesin dan jaringan sehingga listrik kembali menyala.
Meski listrik sempat menyala kembali, warga mengaku pemadaman bergilir masih terjadi hingga Selasa, 25 November 2025. Kondisi ini membuat masyarakat Tepa semakin kecewa.
“Kami sangat kecewa. Sampai hari ini lampu masih padam berulang-ulang. Kami membutuhkan kehadiran PLN, bukan janji yang diingkari,” kata Erick.
Warga menegaskan bahwa wilayah mereka merupakan salah satu kecamatan tertua sejak masa Kabupaten Maluku Tenggara. Namun kini merasa terpinggirkan setelah pusat pelayanan PLN dipindahkan ke Kecamatan Babar Timur.
Masyarakat Tepa mendesak agar PLN menyediakan satu unit mesin bantu (genset besar) yang ditempatkan di Kantor PLN Unit Tepa untuk mengantisipasi gangguan dan menjaga kestabilan pasokan listrik.
“Rentang kendali dua kecamatan sangat jauh. Kami butuh mesin bantu agar layanan listrik tidak lagi terputus seperti ini. Setelah peningkatan kapasitas dari 12 jam ke 24 jam, seharusnya PLN mampu menjamin pelayanan yang layak,” tegas Erick.
Warga berharap PLN segera menindaklanjuti tuntutan tersebut, memperbaiki manajemen layanan, serta menghentikan praktik pemadaman tanpa pemberitahuan.
Masyarakat menilai keberadaan listrik adalah kebutuhan vital yang tidak dapat diabaikan lagi, karena menyangkut aktivitas ekonomi, pendidikan, perkantoran, hingga keselamatan warga. (JM–AL).

