JURNALMALUKU-Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar persidangan perdana Perkara Nomor 161/PHPU.BUP-XXIII/2025 dan Nomor 243/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), berlangsung di Gedung I MK, Selasa (14/1/2024).
Persidangan dilaksanakan Majelis Panel Hakim I yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Perkara Nomor 161/PHPU.BUP-XXIII/2025, Permohonan dibacakan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 2 Melkianus Sairdekut dan Kelvin Keliduan (Pemohon).
Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Sementara Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 3 Ricky Jauwerissa dan Juliana Chatarina Ratuanak.
Dalam perkara ini, syarat formil yang didalilkan Pemohon berkaitan dengan penetapan Pihak Terkait sebagai Calon Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun 2024. Hal itu dipersoalkan lantaran Pihak Terkait, dalam hal ini Ricky Jauwerissa belum mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
“Yang mulia, sampai permohonan ini dibacakan, saudara Ricky Jauwerissa tidak pernah menyerahkan surat pengunduran dirinya,” ujar Kelvin Keliduan dalam persidangan.
Menurut Pemohon, Pihak Terkait semestinya mengundurkan diri, sebab diwajibkan dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juncto Pasal 14 Ayat (2) Huruf q Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024.
Pemohon menguatkan dalilnya dengan menyebutkan gaji dan tunjangan yang masih diterima oleh Pihak Terkait. Karena itulah, Pemohon menilai bahwa Termohon, dalam hal ini KPU Kepulauan Tanimbar semestinya tidak mengesahkan pencalonan Pihak Terkait dalam kontestasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar.
“Sudah sangat jelas dan terang bahwa saudara Ricky Jauwerissa masih memanfaatkan fasilitas negara dengan jabatannya, sehingga sudah sepatutnya Termohon menyatakan pendaftaran saudara Ricky Jauwerissa dinyatakan tidak lengkap dan ditolak,” ujar Kelvin.
Dalil yang disampaikan terkait jabatan ini kemudian diperdalam Majelis Panel Hakim 1. Majelis berupaya mengkonfirmasi lebih lanjut mengenai bukti surat. Pemohon pun mengungkapkan bahwa dalam hal ini belum ada surat pemberhentian maupun surat permohonan untuk mengundurkan diri dari Pihak Terkait saat pendaftaran ke KPU. Selain itu, Pemohon juga mengaku memiliki surat jawaban dari Pejabat Gubernur Maluku yang menerangkan tidak adanya pengunduran diri dari Pihak Terkait.
Tak hanya soal pengunduran diri, Pemohon juga mendalilkan indikasi money politics atau politik uang di dalam permohonannya. Di antara praktik money politics yang didalilkan, ada yang terjadi di Hotel Galaxy pada 25 November 2024. Versi Pemohon, praktik money politics dilakukan di masa tenang sebesar Rp 100 juta.
“Mereka diberikan uang tunai sejumlah Rp 100.000.000 dari Pasangan Calon Nomor Urut 3 dan ditugaskan untuk membagikan kepada masyarakat dan/ atau pemilih,” katanya.
Tak hanya di hotel, praktik money politics juga disebut Pemohon terjadi di berbagai tempat, yakni: Desa Makatian, Desa Arui das, Desa Latdalam, Desa Atubul Da, dan Desa Kelaan.
Dalam permohonannya pula, Pemohon mendalilkan terkait pemindahan 40 kotak suara yang telah berisi surat suara tercoblos dari Desa Adaut, Ibu Kota Kecamatan Selaru ke Kota Saumlaki, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Menurut Pemohon, peindahan kotak suara tersebut dilakukan instruksi dari Termohon berdasarkan informasi yang diperoleh Termohon dari Kapolres Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang menyatakan bahwa terdapat potensi kekacauan yang akan terjadi di Desa Adaut.
“Tentu itu berbeda Yang Mulia, ketika kotak suara sudah memiliki hak suara di dalamnya dan telah dicoblos dengan distribusi kotak suara yang belum tercoblos sama sekali,” kata Kelvin.
Dari dalil-dalil yang disampaikan, Pemohon meminta di dalam petitumnya agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor 569 Tahun 2024 tentang Penetapan Suara Hasil Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun 2024. Kemudian diskualifikasi Pihak Terkait juga turut diminta dalam petitum Pemohon.
Sementara itu, dalam perkara Nomor 243/PHPU.BUP-XXIII/2025 Permohonan perkara ini diajukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 1 Adolof Bormasa dan Henrikus Serin.
Duduk sebagai Termohon perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Sedangkan Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 3, Ricky Jauwerissa dan Juliana Chatarina Ratuanak.
Adolof Bormasa dan Henrikus Serin (Pemohon) mengajukan sejumlah dalil dalam permohonannya, di antaranya terkait money politics atau politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di tujuh dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Berdasarkan uraian dalil permohonannya, Pemohon menyebut bahwa praktik politik uang terjadi dalam rentang waktu 3 Oktober hingga 26 November 2024. Praktik money politics tersebut dinilai Pemohon berpengaruh dalam kontestasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar 2024.
“Rangkaian pelanggaran Pilkada berupa money politics yang dilakukan oleh Pihak Terkait yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dapat mempengaruhi pilihan pemilih hanya pada satu pasangan calon, yaitu Pihak Terkait,” ujar Lodwyk Wessy, kuasa hukum Pemohon saat membacakan dalil permohonan di persidangan.
Selain pelanggaran money politics, Pemohon juga mendalilkan adanya pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu. Di antara pelanggaran tersebut, terdapat pembiaran oleh KPPS dan Panwas TPS terkait peristiwa beberapa pemilih yang diarahkan saat mencoblos.
Peristiwa demikian terjadi di TPS 01 desa Kilon Kecamatan Wuarlabobar, di mana empat pemilih diantar tim sukses Pihak Terkait ke bilik suara. “Dengan tujuan untuk melihat dan mengarahkan para pemilih untuk memberikan pilihan pada Paslon Pihak Terkait di bilik suara,” kata Lodwyk.
Kemudian terkait pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu, Pemohon juga menyoroti soal pemindahan 40 kotak suara. Pemindahan itu dilakukan dari Kecamatan Selaru ke Kota Saumlaki dengan alasan keamanan. Padahal menurut Pemohon, saat itu belum dilakukan pleno penghitungan suara di tingkat PPK Kecamatan Selaru.
Setelah membacakan dalil-dalil permohonan, Pemohon kemudian mengajukan petitum, meminta kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor 569 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepualaun Tanimbar Tahun 2024. Kemudian Pemohon juga mmeminta agar Majelis mendiskualifikasi Pihak Terkait, serta memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara.
Sebagai informasi, permohonan serupa, yakni PHPU Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar juga diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 3, Melkianus Sairdekut dan Kelvin Keliduan yang terregistrasi dengan nomor 161/PHPU.BUP-XXIII/2025. Secara garis besar, kedua perkara sama-sama mempersoalkan terkait pelanggaran secara TSM dengan KPU Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebagai Termohon. Namun dalam perkara 161 tersebut juga terdapat persoalan penetapan Pihak Terkait sebagai Calon Bupati yang dianggap tidak memenuhi syarat formil.(JM.ES).