JURNALMALUKU-Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary membantah pernyataan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Maluku, Sandi Wattimena, yang menyebutkan tidak ada masalah dalam penggunaan dana Hibah sesuai hasil audit BPK.
Atapary mengatakan, walaupun dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku, tidak menemukan adanya dugaan penyelewengan dana hibah Kwarda Pramuka Maluku senilai Rp2,5 miliar dengan laporan pertanggung jawaban fiktif, namun hal tersebut tidak menjamin atau membersihkan aspek pelanggaran hukum.
“Yang bisa membuktikan adanya pelanggaran atau tidak, hanyalah aparat penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan,” terang Atapary kepada wartawan di Baileo Rakyat-Karpan, Senin (25/07/2023).
Dirinya mengatakan, secara kelembagaan BPK hanya memeriksa administratif, bahkan dalam laporan pengelolaan keuangan daerah, walaupun sudah meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian, tidak bisa menjamin bebas dari pelanggaran hukum.
Terbukti di beberapa daerah, ada yang sudah meraih opini WTP berturut-turut, tetapi masuk dalam sidik pidana korupsi.
“Jadi Pemeriksaan BPK tidak menjamin atau membersihkan aspek pelanggaran hukum, karena bukan kaitan dengan penegakan hukum, itu dia hanya pertanggung jawaban belanja. Belanja ini juga banyak masalah, dan untuk bisa bisa membuktikan masalah itu aparat penegakan hukum dalam hal ini kejaksaan,”ujarnya.
Bahkan dorongan untuk dilakukan pemeriksaan langsung oleh Kejaksaan, dimaksudkan agar secara hukum dapat diketahui secara langsung apakah pertanggung jawaban yang disampaikan benar atau tidak.
“Jadi kalau dia periksa uji petik, dari sekian banyak nota pertanggung jawaban, dia merasa ragu maka di cek secara langsung. Dia bisa minta audit ulang, aparat penegak hukum investigasi, baru bisa mengetahui titik terang. Tetapi audit BPK tidak menjamin Pertanggung jawaban,”tuturnya.
Atapary mengakui, dana hibah Rp2,5 miliar dari Pemerintah Provinsi Maluku, bukan hanya berasal dari Dinas Pemuda dan Olahraga, melainkan juga dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
Untuk membuktikan itu dalam pertanggung jawaban, perlu dilakukan rapat bersama OPD. Namun sayangnya, forum yang telah diagendakan komisi tidak dihadiri, sehingga dibawa ke Badan Anggaran (Banggar).
“Dana hibah ini lebih dari satu Dinas. Misalnya infokom ada 2,4 miliar, tapi dia tidak merincinya kemana saja. Makanya harus rapat, minta DPA baru ketahuan ke organisasi, atau lembaga mana saja, begitu juga Di Biro Kesra. Namun di Dinas Pemberdayaan masyarakat dan desa mencantumkan PKK, tetapi ada dana hibah lain yang harus di lihat di DPA, dan untuk melihat itu harus rapat lagi untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi. Tetapi forum ini tidak dilakukan oleh Dinas, kita undang mereka tidak hadir, makanya dibawa ke Banggar,”bebernya.(JM.ES).