JURNALMALUKU-Sebagai daerah yang memiliki sejarah kelam akibat terjadinya konflik di Tahun 1999 silam, kini Maluku tidak dilihat sebagai daerah konflik lagi, tetapi sebagai laboratorium perdamaian.
Dengan itu Maluku sudah cukup matang, dalam menghadapi dalam proses-proses berdemokrasi 2024 mendatang.
Hal ini diungkapkan Pdt. Jhon Ruhulessin dalam keterangan Persnya, di Ambon, pada Jumat (23/9/2022).
“Saya optimis, 2024 nanti, akan kita jalani dengan penuh kedamaian, dengan harapan, supaya aparat Pemilu, seperti KPU dan Bawaslu serta jajarannya, mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, hingga ke Kecamatan, untuk bisa menjalankan tanggungjawab mereka, dengan netral agar terciptanya Maluku yang damai,”ungkap Ruhulessin.
Ruhulessin mengatakan, memasuki Tahun-tahun politik 2024. dan biasanya, Tahun-tahun politik menyita banyak energi, sehingga pertarungan politik secara nasional, juga bisa terjadi di daerah.
“Oeh karena itu, sebagai pimpinan umat, kita selalu mengingatkan, baik umat, maupun masyarakat masing-masing, untuk melihat, bahwa Pemilu atau proses-proses politik ini bukan segala-galanya bagi kita. Tapi ini proses sementara saja. Oleh karena itu, mari kita mengembangkan sebuah iklim demokrasi yang betul-betul substansial,”tuturnya.
Dirinya menambahkan, dalam proses itu nantinya, dia juga mengajak semua pihak agar membangun kesadaran berdemokrasi pendidikan politik, yang harus dilakukan oleh Partai-partai politik, kepada para kadernya, dan pimpinan umat melakukan proses pendidikan dikalangan masyarakat.
“Dan mari kita membangun sebuah tatanan kehidupan berdemokrasi. Karena indeks demokrasi Indonesia ini, harus kita pulihkan. Oleh karena itu, saya optimis, sejak konflik 1999 sampai sekarang, meski ada kerikil-kerikil kecil, tapi tidak ada pemilu yang gagal. Itu menunjukan, bahwa Maluku cukup matang ,”kata Mantan Ketua Sinode ini.
Selain itu, menurut Ruhulessin, bahwa untuk membangun Maluku yang damai, maka diperlukan perjumpaan mauoun silatirahim antar sesama, baik tokoh-tokoh Agama mauoun yang lainnya.
“Ini harus kita bangun, tanpa itu, kita tidak mungkin membangun Maluku yang damai. Namun sisampimg itu, kita juga harus terus berdoa, agar pembangunan bangsa ini terus berjalan, berdoa agar keadilan terus kita wujudkan demi Indonesia yang kita cintai,”ujarnya.
Dirinya menandaskan, dengan ini, maka ketika Maluku didatangi oleh orang-orang dari luar, mereka tidak lahi datang untuk melihat konflik, tetapi untuk melihat perdamaian dengan proses kehidupan bersama.
Dan oleh karena itu, walaupun dengan pengalaman konflik, tetapi bicara tentang Kamtimas, tentang kehidupan bersama, maka harus diakui, bahwa Maluku sudah damai. Dan perdamaian untuk kehidupan bersama itu, harus terus dirawat.
“Sebab ketika itu tidak kita rawat, maka saat ada unsur-unsur kecil saja, itu bisa menganggu kenyamanan. Oleh karena itu, saya rasa yang terjadi di Maluku ini, seluruh pimpinan umat, Tokoh Agama, Tokoh adat, itu betul-betul punya komitmen yang kuat untuk merawat perdamaian di Maluku,”tandasnya.
Karena tidak akan pernah mungkin, tambahnya, Maluku dapat dibangun dalam kondisi tidak damai. Maka, menjaga, merawat dan memelihara kehidupan bersama, itu menjadi penting.
“Tanpa itu, kita tidak akan mungkin bisa membangun Maluku secara baik. Dan dampaknya, secara otomatis juga tidak mungkin membangun Indonesia secara keseluruhan dengan baik pula,”tandasnya.(JM.ES).