JURNALMALUKU-Terkait rencana pemekaran Provinsi Maluku Tenggara Raya (MTR) yang mencakup wilayah dari lima Kabupaten, sangat berkaitan dengan kepentingan strategis Nasional.
Daerah ini dibangun dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan dan tidak ada cara lain selain pemekaran wilayah sebagai sebuah solusi terbaik.
“Untuk pengusulan Provinsi MTR itu berkaitan dengan kepentingan strategis nasional di bidang pertahanan negara karena letaknya di wilayah perbatasan serta memiliki sekitar 25 titik ladang gas,”kata Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra di Ambon, Jumat (4/3/2022).
Menurut Rumra, amanat UUD sudah jelas di mana proses pemekarannya bisa menggunakan pendekatan button up maupun top down, apalagi wilayah-wilayah di sana selama ini yang memberikan kontribusi kemiskinan terbesar.
Kemudian daerah tersebut berdekatan dengan negara tetangga, dan banyaknya sumber potensi kekayaan alam bisa memicu terjadinya proxy war.
Apalagi masyarakat Maluku Barat Daya secara emosional dekat dengan Timor Leste dan kalau tidak diberikan perhatian serta pelayanan secara maksimal bisa saja terjadi berbagai hal yang tidak diinginkan.
Untuk itu Komisi I DPRD Maluku telah melakukan rapat kerja dengan tim pemekaran Provinsi MTR maupun 13 daerah otonom baru lainnya di Maluku bersama ketua pemkab/pemkot dan DPRD kabupaten/kota.
“Kemarin sudah disampaikan langsung dalam rapat kerja, mereka minta untuk rekomendasi keputusan bersama antara DPRD dan Gubernur Maluku untuk Provinsi MTR, termasuk kabupaten dan kota lainnya diminta ada koordinasi dengan bagian pemerintahan untuk memenuhi syarat yang belum terpenuhi,” ujar Rumra.
Jadi prinsipnya DPRD mengusulkan dan harus memenuhi syarat sesuai UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah untuk menjadi sebuah daerah otonom baru.
Rumra menambahkan, kalau usulannya diteruskan ke pemerintah lalu dilihat mana yang syaratnya sudah terpenuhi, maka aspirasi masyarakat ini bisa dilanjutkan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Perjuangan seperti ini biasanya muncul berbagai penafsiran di publik. Namun,l itu hal biasa dan DPRD sebagai lembaga aspiratif tetap menerima untuk ditindaklanjuti,”katanya.
Misalnya pemekaran Kota Tual atau pun Kabupaten Kepulauan Aru yang awalnya mendapat berbagai pandangan miring dan adanya rasa pesimis dari publik tetapi akhirnya terealisasi.(JM.E).