JURNALMALUKU—Ketua Gerakan Mahasiswa Maluku Barat Daya (GEMA-MBD), Krisandi Petrik Laurika, menyampaikan sikap tegas terhadap belum adanya kejelasan dan kepastian dari Pemerintah Provinsi Maluku serta DPRD Provinsi Maluku terkait penanganan insiden tongkang patah milik PT Batutua Tembaga Raya (BTR) di Pulau Wetar. Hal tersebut disampaikan Krisandi saat diwawancarai media ini pada Sabtu, (13/12/2025).
Menurut Krisandi, peristiwa tongkang patah tersebut bukan sekadar insiden teknis biasa, melainkan diduga kuat sebagai dampak dari aktivitas pertambangan yang tidak dikelola secara baik, profesional, dan terkontrol. Kondisi ini, kata dia, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keberlanjutan lingkungan hidup serta keselamatan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah pertambangan di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Ia menjelaskan bahwa kegelisahan mahasiswa Maluku Barat Daya telah diwujudkan melalui aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa MBD pada 29 Oktober 2025 di Kantor Gubernur Maluku dan Kantor DPRD Provinsi Maluku. Aksi tersebut merupakan bentuk desakan moral dan politik agar pemerintah daerah dan lembaga legislatif tidak menutup mata terhadap persoalan lingkungan dan keselamatan rakyat akibat aktivitas pertambangan.
“Dalam aksi itu, kami menerima pernyataan resmi bahwa Gubernur Maluku, melalui Wakil Gubernur, bersama DPRD Provinsi Maluku telah berkomitmen untuk memerintahkan tiga dinas terkait guna melakukan investigasi dan mitigasi atas insiden tongkang patah PT BTR. Komitmen itu disampaikan secara terbuka di hadapan massa aksi,” ungkap Krisandi.
Namun demikian, Krisandi menilai bahwa komitmen tersebut hingga kini belum dibuktikan secara nyata. Meskipun DPRD Provinsi Maluku, khususnya Komisi II, telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama tiga dinas terkait, hasil konkret dari proses investigasi dan mitigasi tersebut belum disampaikan kepada publik secara terbuka dan transparan. Kondisi ini dinilai memperlihatkan lemahnya keseriusan pemerintah daerah dan DPRD dalam mengawal persoalan yang berdampak langsung pada masyarakat dan lingkungan.
“RDP memang sudah dilakukan, tetapi sampai hari ini tidak ada penjelasan resmi yang jelas kepada publik, khususnya masyarakat Maluku Barat Daya. Tidak ada laporan terbuka mengenai sejauh mana investigasi berjalan, apa temuan di lapangan, dan langkah mitigasi apa yang sudah atau akan dilakukan,” tegasnya.
Krisandi menambahkan, ketertutupan informasi justru berpotensi menimbulkan spekulasi publik dan memperbesar ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan DPRD. Padahal, persoalan lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat seharusnya menjadi prioritas utama yang ditangani secara cepat, transparan, dan bertanggung jawab.
Atas dasar itu, GEMA-MBD secara tegas mendesak Gubernur Maluku dan DPRD Provinsi Maluku, khususnya Komisi II, untuk segera memberikan penjelasan resmi kepada publik terkait perkembangan investigasi dan mitigasi yang dilakukan oleh tiga dinas terkait terhadap aktivitas PT Batutua Tembaga Raya (BTR). Penjelasan tersebut, kata Krisandi, harus disampaikan secara jujur, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Ini bukan hanya soal prosedur administrasi, tetapi menyangkut perlindungan lingkungan hidup, keselamatan masyarakat, dan hak-hak rakyat Maluku Barat Daya. Jika pemerintah dan DPRD terus diam, maka kami mahasiswa tidak akan berhenti untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan,” tandasnya.
GEMA-MBD menegaskan akan terus mengawal persoalan ini hingga ada kepastian yang jelas dan langkah nyata dari pemerintah daerah serta DPRD Provinsi Maluku. Bagi mahasiswa Maluku Barat Daya, keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat tidak boleh dikorbankan atas nama kepentingan investasi dan aktivitas pertambangan. (JM–AL).

