Seorang Jenderal purnawirawan bintang tiga yang cukup beken asal Maluku pernah berujar bahwa di Amerika serikat, ketika seorang presiden terpilih maka yang paling dinantikan oleh publik disana bukanlah menteri melainkan sosok kepala staf kepresidenannya.
Menurut Letjen purn AD itu, seorang kepala staf kepresidenan di Amerika melebihi menteri sebab ia haruslah figur yang memiliki kemampuan diplomasi beserta jaringan kerja yang luas kesegala semesta.
Diwilayah yang kita diami sebagai NKRI ini, kepala staf kepresidenan beserta institusinya merupakan sebuah terobosan baru yang hadir seiring naiknya Jokowi sebagai Presiden, sehingga dalam sejarahnya baru ada dua orang kepala staf lembaga itu yakni Luhut Binsar Panjaitan serta Moeldoko. keduanya berlatar belakang purna tugas kemiliteran dengan empat bintang beda jenis, ada yang Jend Horn maupun Jend.
Pastinya mereka adalah purnawirawan pemanggul empat bintang tersemat dipundak yang koneksinya mengglobal lintas pulau, samudera, negara hingga benua, mereka adalah Jenderal serba bisa.
Kalau kepala stafnya dituntut mutlak berada pada standar tertinggi seperti itu maka sudahlah pasti para pembantunya pun haruslah mereka yang luar biasa pula.
Maka diantara para pembantu luar biasa itu terselipkan satu nama tak biasa dari arah matahari naik untuk menerangi semesta persada Nusantara, ia ibarat terang dari timur nan berpendar disekeliling institusi yang berhubungan langsung dengan jantung Istana.
Sinar terang yang berpendar itu terlahir dengan nama Febry Calvin Tetelepta, tepat dihari Valentine tahun 1969, hari ini 14 Februari- 53 tahun silam dikota Ambon, ibu negeri tanah Maluku.
Ayahnya Yohannes Tetelepta adalah seorang Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM), ia pun sendiri sebetulnya menempuh pendidikan Theologi pada UKIM Ambon dengan spesialisasi Filsafat.
Tapi sejarah pada akhirnya meriwayatkan ziarah panjang kehidupannya bukan ditakdirkan untuk berada diatas mimbar gerejawi, namun ia diutus untuk berada diatas altar kebangsaan yang meneroka kesemesta pertiwi melalui Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia.
Atas nama kepentingan Bangsa sebagaimana tanggungjawab nomor wahid kedeputian yang ia emban maka kiprahnya menjelujur indah menoreh dari ujung Tanah Papua hingga Nangroe Aceh Darussalam dalam jejak pengabdian.
Bagai biru lautan yang menyelubungi bentangan alam kepulauan Maluku, dirinya bisa tenang dalam sumringah tawa menikmati iringan tarian pasambahan Dibandara Muko-muko Bengkulu, sewaktu meninjau beberapa lokasi rencana percepatan pembangunan daerah yang sebelumnya telah diusulkan Pemkab Mukomuko ke pemerintah pusat.
Namun adakalanya sewaktu-waktu ia pun bisa mengamuk seperti debur-debur ombak ditepian pantai, dalam sekali hentakan telah mengundang kehebohan dan ketar-ketir dijantung seperti yang terjadi di “Bumi Angin Mamiri”, Kota Makassar tahun lalu.
Hari itu ia marah sampai mengebrak meja karena berlarut-larutnya ketidakberesan masalah pembebasan lahan untuk proyek strategis nasional pembangunan jalur kereta api Makasar-Pare Pare provinsi Sulawesi Selatan yang telah dicanangkan oleh Presiden Jokowi sejak tahun 2015.
Sesekali lelaki hitam manis ini hadir meredakan kekalutan hingga kontroversi, mulai dari masalah ekspor batubara hingga Lumbung Ikan Nasional (LIN) bagi tanah pusakanya Maluku, hingga masalah kawasan ekonomi khusus Mandalika, Nusa tenggara barat.
(https://voi.id/en/news/134172/kek-mandalika-not-only-motogp-ksp-there-are-many-other-activities)
Gaya komunikasinya yang jelas, terukur serta cenderung deskriptif telah memberi banyak pencerahan dalam hari-hari berbangsa dan bernegara beberapa tahun belakangan ini.
Rata-rata orang hanya melihatnya dititik ini secara serampangan tanpa pernah menoleh kebelakang untuk meretas pengorbanan dan perjuangan yang telah ia lakukan sepanjang jalan ziarahnya hingga berhasil menetapkan jejak-jejak inspiratif bagi banyak orang.
Sebagai aktivis Mahasiswa 98 (GMKI) ia dua kali jadi pengurus pusat korps “Ut Omnes Unum Sint” yang bersekretariat dijalan Salemba Raya no 10 Jakarta -pusat. Selesai masa bakti kepengurusan, dia justru memutuskan untuk terus berjuang dijakarta meninggalkan tanah kelahirannya.
Alumnus SMA Ahmad Yani Ambon tahun 1987 ini tidak pulang ke Ambon, dirinya teguh dalam perjuangan membangun bangsa seperti semangat pahlawan revolusi Jenderal Ahmad Yani yang menjadi tempat remaja Febry Calvin Tetelepta menimba pendidikan menengah atas di Ambon.
Maka satu demi satu torehan membanggakan ia bubuhkan dalam riwayatnya selama di Jakarta, sehingga Maret 2015 ia dipercaya untuk mengemban amanah sebagai ahli utama deputi V Kantor Staf Kepresidenan RI, setahun berselang ia digeser menjadi ahli utama deputi 1 pada lembaga yang menempati Gedung Bina Graha Jl. Veteran No. 16 Jakarta Pusat.
Perjalanannya dalam mengabdi di Lembaga KSP memasuki momentum bersejarah setelah Presiden Jokowi meneken Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45/M Tahun 2020 tentang Pengangkatan Deputi di Lingkungan Kantor Staf Presiden pada tanggal 15 Juni 2020.
Seminggu kemudian ia resmi dilantik oleh kepala staf kepresidenan Jenderal purn Moeldoko sebagai Deputi I bersama 4 orang sejawat kedeputiannya.
(https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1356290/moeldoko-lantik-lima-deputi-ksp).
Berkali-kali seraut wajah hitam manisnya menghiasi ruang publik bersama pemberitaan, lidahnya berbicara lantang tentang niat mulia pemerintah pusat yang ia wakili dalam membangun dan mewujudkan kemaslahatan rakyat, Sebagaimana tujuan Lembaga KSP dibentuk untuk membantu kelancaran tugas-tugas presiden dan wakil presiden.
BILA CENGKEH BERBUNGA
Saya sengaja tidak ingin mengulik-ulik wacana pencalonan dirinya dalam Pilgub Maluku 2024, hal itu nanti saja karena dihari ulang tahun seseorang, tak ada yang lebih indah dari ucapan syukur kepada Tuhan karena hidup itu anugerah, dan hanya kekuatan yang maha tinggi itulah yang bisa menambah sehasta panjang umur seseorang,termasuk Bung Febry.
Meskipun politik itu seni namun kontestasi Pilgub itu sendiri tak seindah nyanyian Bila Cengkih berbunga ciptaan Minggus Tahitoe yang pernah populer akhir tahun 70an dari harmoni merdu tiga orang Anak perempuan Alex Tetelepta atau Lex trio itu.
Selalu ada konsekuensi politik, sementara nyanyian Lex trio bila cengkih berbunga itu hanya menagih janji seorang lelaki untuk kembali memetiknya, seperti tersyairkan :-
kau berjanji bila Cengkeh berbunga
saat itu kau akan kembali kepadanya
untuk memetiknya
Saya pun belum pernah dengar ia berjanji untuk maju, ia hanya sebatas menyatakan kesiapannya ditengah dinamika, jadi bisa iya – bisa pula tidak , :- maybe yes, maybe no !,
Ingatlah bahwa sekalipun tanpa bintang gemintang dipundaknya, toh ia bukan figur kaleng-kaleng yang akan menerabas kelamnya belantara politik secara membabi-buta.
ini bekas aktivis 98 skala nasional nan jempolan, juga seorang alumni Lemhanas. pastinya sudah punya kalkulasi sendiri dibenaknya.
Jadi arifnya, jangan lagi digurui soal Alif bengkoknya perhelatan demokrasi skala lokal
Kadang-kadang untuk urusan semacam ini saya sependapat dengan Bung Karno waktu memberi harapan bagi putera sulungnya Guntur Soekarnoputra.
“Apa pun dia jadinya kelak, terserah kepada hari depannya. Cuma satu doa untuknya, semoga dia tidak terpilih menjadi presiden. Kehidupan itu sungguh terlalu berat.”
Dan Febry Calvin Tetelepta tak mungkin jadi Presiden sama seperti doa bung Karno bagi putera sulungnya. namun untuk jadi gubernur biar saja nanti arus sejarah bersama kehendak batin segenap penghuni kepulauan para raja ini yang menentukannya.
Yang pasti beban jadi gubernur tak seberat beban jadi presiden seperti tersirat dalam doa Bung Karno itu.
Dalam pandangan saya ia sudah berhasil menaklukkan kejamnya ibukota yang pernah digambarkan jauh lebih kejam dari ibu tiri oleh sutradara layar lebar Imam Tantowi tahun 1981.
Tahun ini pun terasa special karena kita hanya terbalik angka dalam usia, saya 35 Tahun sedangkan alumni Lemhanas RI Angkatan XLV tahun 2010 ini berusia 53 Tahun.
Oh iya hampir lupa, bila para pembaca ingin tahu tentang sosok Jenderal Purn TNI AD asal Maluku yang saya sebutkan diawal naskah pendek ini maka carilah dengan google atau bervakansilah ke tatar Pasundan,Jawa Barat pada sekolah staf komando TNI AD (Seskoad), Namanya terukir manis sebagai satu diantara sekian banyak nama terpilih dibawah Prasasti bersemboyan agung :- Terbaik, Terhormat , Disegani. Inisialnya S.M, tapi bukan Sebelum Masehi.
Terlepas dari segalanya, ternyata ada satu hal yang sama dari maju Pilgub Maluku dan kembali memetik cengkih yaitu Langkah yang tidak lagi mengandai-andai.
Baik dalam langkah politik maupun langkah menuju dusun-dusun pusaka tempat pohon cengkih berbunga.
Akhirnya kita sudahi naskah pendek ini dengan bait-bait sederhana dibawah ini sebagai penutup kado 53 Tahun Pak Deputi I Kantor Staf Kepresidenan RI.
Langkah Bukan Lagi Alangkah.
Berat napas merelakan yang terseok
selepasnya lega mengerubungi mata elok tak lagi rintih lidah terdengar muak.
Melafalkan namamu lumayan berat
namun beban itu ditimbang dalam ingat pun tak dibawa sesaat kerelung niat.
Siapa tersesat, berserak jalan tiada ujung
Dalam marak riwayat dijalan terang
Langkah bukan lagi alangkah yang mengandai-andai hari dalam cerlang bayang.
Selamat Ulang tahun, Bung Febry Calvin Tetepta.
Tuhan Menyertai senantiasa.
Ambon, 14 Februari 2022.
Penulis: Bung Hesky Lesnussa