November bulan sejarah, memoriam para buruh bisa pahlawan. Karena Merekalah Indonesia ada hari ini. Dengan segala kemajuan dan persoalannya. Dalam suatu pemerintahan Pro dan Kontra adalah hal yang biasa, soal beda kepetingan dan kepuasan lalu menjadi suka dan tidak suka. Tidak ada negara yang tidak memiliki konflik atau permasalahan dan salah satu permasalah Indonesia hari ini adalah Radikalisme.
Radikalisme secara etimologi berasal dari kata radix/ radici berarti akar/ dasar. Kata radikal lahir sejak sejak revolusi perancis 1787-1789 gerakan Jacobin yang menentang raja menyebut mereka sebagai “kaum radikal”
Pada abad ke 19 aktivis anti perbudakan (abolisionits) diamerika juga di sebut radikal.
Radikalisme diinggris raya merujuk pada gerakan yang menuntut perluasan hak penuh bagi semua warga negara, radikal dalam hal ini tidak bermakna negatif-peyoratif.
Namun di Indonesia radikal mengalami transformasi makna identik dengan kekerasan bahkan sering dianggap sebagai embrionya terorisme dan intoleransi yang merongrong idiologi bangsa (PANCASILA).
diskursus tentang radikalisme menjadi Tema besar Indonesia hari ini. Sebab tidak hanya mengacam dari luar tetapi telah menyusup masuk kedalam organ2 vital negara.
Hasil Survey menurut data kementrian pertahanan (Kemenhan) membuktikan bahwa
800.000 ribu aparatur sipil negara terpapar radikalisme dan tolak ideologi pancasila, 3% TNI terpapar radikalisme, bahkan hasil penelitian Badan intelejen negara ditahun 2017 dari sekian perguruan tinggi 39% mahasiswa terpapar radikalisme, hasil survey lembaga kajian islam dan perdamaian (Lakip) menyatakan 52% pelajar setuju dengan aksi radikalisme. Bahkan menurut kepala BNPT 2jt pegawai BUMN berpotensi terpapar radikalisme.
Aksi dari kelompok2 radikal melenceng jauh dari falsafah bangsa yang pluralis dan berbhineka tunggal ika. Radikalisme merusak tatanan bangsa yang nasionalis, demokratis dan pancasilais.
Aksi2 kekerasan begitu nyata, memutar balikan fakta, merekaya situasi, merusak generasi bangsa dengan doktrin-doktrin yang menyesatkan, memanipulasi kebenaran sedemikian rupa, gererasi muda menjadi korban yang mudah dihipnotis untuk pasang dada berdiri didepan dengan iming2 lembaran biru dan merah lalu berulah, Mirisnya lagi hasil survey diatas membuktikan bahwa bukan hanya anak muda yang terpapar radikalisme tetapi juga para kaum “cendikiawan” bahkan tokoh2 agamapun mungkin juga terpapar, karna aksi Radikalisme kerap mengatasnamakan kelompok dan Agama . Padahal agama adalah respon terhadap sesuatu yang suci. Dimana respon ini telah melahirkan begitu banyak agama namun semua bentuk itu memiliki sumber dan titik berangkat yang sama, yang mana daniel C. M. Menulis bahwa dogma mungkin berbeda tetapi penghormatan hidup adalah landasan kita bersama. Radikalisme bukanlah bentuk dari sebuah penghormatan. Adalah sebuah kenyataan bahwa tidak satupun agama yang sempurna semua agama meminum racun dari lingkungannya, dipengaruhi oleh budaya tempat tumbuhnya. Bahkan seorang tokoh perdamaian dunia Mahatma gandhi percaya bahwa tidak satupun agama yang memonopoli kebenaran.
Tindakan Radikalisme diIndonesia sering berujung anarkis, apalagi jika bersinggungan soal agama bahkan tak sedikit yang membunuh dan rela dibunuh menjadi “pengantin” bom bunuh diri, benar kata uskup agung newman yang tertuang dalam buku berjudul ” The Power Of Religion” bahwa orang bisa mati karna dogma/agama pernyataan ini juga di dukung oleh seorang filsuf perancis alber camus bahwa orang tidak akan mau mati demi kebenaran ilmiah, orang hanya mau mati ketika mereka merasakan sebuah nilai yang mereka sebut suci, yang membuat mereka tunduk sepenuhnya. Bahkan untuk pembelaan itu terkadang seorang bayi yg tertidur pulas dirahimpun dipaksa mati terhunus diujung pedang.
Dalam rupa apapun radikalisme yang negatif-peyoratif adalah ancaman bagi suatu Negara. Apalagi memaksakan kehendak untuk merubah suatu ideologi bangsa.
di Indonesia NKRI adalah Harga Mati dan PANCASILA adalah ideologi yang menjadi rumah kita bersama. Maka yang ingin menganti ideologi bangsa adalah pengkhianat bangsa, musuh kita bersama. LAWAN RADIKALISME harus menjadi teriakan kita bersama. Yang harus kita lawan adalah pahamnya bukan manusianya. Sebab mereka yang terpapar adalah saudara sebangsa yang tersesat sejak dalam pemikirannya. Maka adalah juga tugas kita bersama agar jangan ada yang disesatkan dan tersesat
MELAWAN RADIKALISME bukan deng KEKERASAN tapi KETEGASAN.
Pemerintah mesti bersikap tegas
bukan hanya sekedar menetapkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2018
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2OO3
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2OO2 TENTANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG` tapi mesti tegas juga dalam penerapannya. Pemerintah harus membubarkan kelompok2 radikal radikal yg mengancam, prosedur berdirinya suatu ormaspun harus juga dievalusi dengan cermat agar tidak kecolongan.
Semangat nasionalisme dan pancasilais mesti menjadi point penting yg harus diterapkan melalui edukasi formal maupun informal. Dengan menjadi salah satu mata pejaran/ mata kuliah di lembaga pendidikan dan juga harus menjadi bagian dari wacana diskusi di instansi2 maupun cermah ditempat2 ibadah dan penyuluhan di kelompok2 masyarakat.
Indonesia adalah bangsa yang berbudaya maka pendekatan kebudayaan/ kultural seperti budaya orang Maluku Pela-gandong, Ain ni Ain dari kepulauan KEI, Kalwedo dari MBD, Kaiwait dari Buru selatan. Urip iku Urup dan mangan oran mangan sing penting gumpul yang menjadi budaya orang jawa atau budaya orang bali dalam kelompok “Sehaka” yang menjadikan TRI HITA KARANA sebagai pedoman hidup dalam menjaga keseimbangan antara Tuhan, Alam dan sesamanya. Ada begitu banyak kebudayaan di Indonesia yg lebih menekankan pada arti persaudaraan yang berbelas asih, kearifan budaya lokal itu juga mesti dipertahankan/dilestarikan kembali.
Tindakan Radikalisme lahir dari pemikiran yang radikal maka Peran serta keluarga khususnya orang tua merupakan kontribusi yg sangat besar dalam pembentukan watak seseorang. Prof Dr Yaumil C agoes achir menegaskan bahwa orang tua dan keluarga menjadi penanggung jawab pertama dan utama atas penanaman budi pekerti seseorang baru kemudian dilanjutkan oleh para guru dan masyarakat. Bahkan dalam sebuah buku yang berjudul keluarga kunci kesuksesan seorang anak tertulis SEKALIPUN ZAMAN BERUBAH DAN TATA KRAMA BERUBAH KARNA MASUKNYA KEBIASAAN BARU MELALUI ARUS GLOBALISASI, DAN SOPAN SANTUN MENGALAMI MODIFIKASI, TAPI CARE VALUE ATAU NILAI INTI TETAP LESTARI.
Dalam konteks ruang lingkup keluarga maka peran perempuanlah (ibu/istri)yang menjadi kuncinya. Menjadi perempuan tidak cukup bicara soal pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci dan sbagainya yg disebut sebagai kodrat. perempuan memiliki peran yang jauh lebih besar dari sekedar apa yang dilihat dan dipikirkan. Peran perempuan jauh mempengaruhi segala sendi kehidupan bahkan menurut saya perempuan hanya memiliki satu kelemahan fisik pada ketuatan ototnya dalam soal pekerjaan dan sisanya adalah kelebihan. Bahkan seorang Perempuan mampu mempengaruhi konspirasi dunia.
Perempuan harus mengaktualisasikan perannya bukan hanya berpikir bagaimana bersolek dan mempercantik diri melainkan harus “cerdas”. Cerdas bukan hanya berarti memiliki titel kesarjanaan atau karier. Tapi kecerdasan yang mampu melahirkan pikiran-pikiran konstruktis agar tak mudah diprovokasi.
Peran perempuan tak hanya sebatas bagaimana mengenyangkan perut yang lapar atau memuaskan jiwa yang dahaga dalam konteks sexual activity tetapi juga harus terlibat aktif dalam kegiatan2an sosial yang dapat memotivasi keluarga dan lingkungan sekitarnya, perempuan harus bijak dalam bertutur dan bertindak, inovatif dan kreatif bukan hanya sekedar ngerumpi dan saling mencibir.
Perempuan kekinian harus Belajar dari tokoh2 perempuan yang mampu mengubah dunia sebagai tokoh2 perdamaian masa dimasa lampau.
Seperti bunda teresa, cheng yen, chiara lubich, irina twedie atau keren amstrong yang mendedikasikan hidupan mereka demi kemanusian menciptakan koeksistensi tanpa berdebat soal perbedaan.
Peran perempuan dalam perang dunia I dan II juga sangat penting dimana perempuan aktif terlibat disegala bidang, mengambil peran dari satu negara ke negara lainnya. Perempuan tidak hanya harus menjaga asap di dapur terus mengepul tapi juga bertindak sukarela atau dibayar seadanya bahkan dalam sejarah amerika diperang dunia ke II perempuan mengambil alih peran Laki2 bekerja dipabrik dan galangan kapal bahkan memproduksi dan mensuplai amunisi, terlibat dibidang militer dan lainnya, hingga lahirnya konsep Rosie the Riveter sebagai lambang feminisme dan kekuatan ekonomi perempuan.
Perempuan kerap terlibat negosiasi dalam penyelesaian konflik dengan mengunakan strategi berpikir ataupun mengunakan daya tariknya dengan bijaksana untuk menaklukan penguasa. Contoh cerita ratu ester yang mengakhiri konflik persia atau cerita ratu zand shahbanu, adapula cerita ratu bilqis yang memilih bernegosiasi dengan nabi Sualiman karena pemikirannya bahwa selagi masih ada jalan damai mengapa harus berperang.
Perempuan mesti menjadi pencetus dan agen perdamaian.
Di Indonesia ada begitu banyak perempuan yang menginspirasi ada kartini, cut nyak meutia, cuk nyak dien, dewi sartika dan perempuan kabaresi dari Maluku Christina Martha Tiahau yang menjadi pahlawan revolusi yang memperjuangan kemerdekaan. Pengorbanan para patriot Nasionalis demi keutuhan NKRI jangan sampai dikhinati oleh mereka yang radikal.
Nasionalisme Pancasila harus menjadi landasan pikir kita bersama.
Sebagai kader PDI Perjuangan saya juga terinspirasi oleh Ketua Umum Saya yang adalah seorang Perempuan, Megawati Soekarno Putri yang mana beliau telah melewati banyak kesulitan dari pemujaan hingga pengkhianatan tapi semangat mempertahankan NKRI dan Idiologi bangsa tak sedikitpun kendur, api Nasionalisme Pancasila tetap berkorbar dan tidak pernah padam walau diterpa badai, jatuh bangun dari zaman penjajahan kolonial, orde baru, reformasi dan hingga kini, saya yakin beliau hari ini bukan semata-mata belajar dari sang Plokamator tapi juga karna bijaksana dan arifnya seorang perempuan bernama Fatmawatih. Adalah benar bahwa dibalik kesuksesan seorang lelaki ada perempuan yang hebat.
Adapula adagium yang menyatakan baik buruknya suatu bangsa tergantung baik buruknya kaum wanita bangsa tersebut.
Menurut saya Kaum nasionalis itu lahir dari rahim perempuan – perempuan yang nasionalis.
Perjuangan Perempuan hari ini memang berbeda tapi kekuatan peran seorang Perempuan tetaplah sama.
Apapun profesinya Teriakan bahkan Bisikan seorang perempuan sekalipun mampu melawan radikalisme.
Untuk semua perempuan janganlah jenuh “berteriak dan teruslah berbisik”. Massa depan Bangsa ada ditangan kita.
MERDEKA, MERDEKA, MERDEKA!!! (**)