JURNALMALUKU—Persekutuan Mahasiswa Asal Pulau Kisar (PMAPK) Ambon menyampaikan kecaman keras atas dugaan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Kapospol Pulau Roma, Bripka Patrick Telussa, terhadap seorang warga sipil bernama Leonard Mahoklory. Peristiwa tersebut terjadi di Desa Persiapan Oirleli, Kecamatan Kepulauan Roma, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Insiden kekerasan itu berlangsung pada Senin, 29 Desember 2025, sekitar pukul 17.00 hingga 18.00 WIT, tepat di depan Pastori Jemaat Oirleli. Akibat tindakan represif yang diduga dilakukan oleh oknum polisi tersebut, korban yang merupakan warga asal Pulau Kisar dan telah lama berdomisili di Oirleli mengalami luka serius pada bagian wajah.
Peristiwa bermula ketika Ketua Majelis Jemaat Oirleli menyampaikan imbauan kepada jemaat agar menertibkan hewan ternak demi menjaga kebersihan lingkungan menjelang perayaan Tahun Baru. Namun, situasi kemudian diduga diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang memberikan informasi sepihak kepada Kapospol Pulau Roma. Tanpa melalui prosedur hukum yang semestinya, Bripka Patrick Telussa diduga langsung melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap korban.
Ketua Umum PMAPK Ambon, Jhon G. Mahoklory, dalam pernyataan tegasnya mendesak Kapolres Maluku Barat Daya agar tidak menutup mata terhadap insiden yang dinilai mencoreng marwah institusi Polri.
“Kami mengutuk keras tindakan brutal yang dilakukan oleh Bripka Patrick Telussa. Polisi seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, bukan bertindak sebagai algojo di tengah desa. Kami mendesak Kapolres MBD segera mencopot Kapospol Pulau Roma dari jabatannya. Tidak ada ruang bagi pelaku kekerasan di tubuh kepolisian,” tegas Jhon.
Pernyataan serupa disampaikan Sekretaris Umum PMAPK Ambon, Onisias Salmanu, yang menegaskan bahwa dugaan tindakan arogan oleh oknum yang sama bukanlah kejadian pertama.
“Berdasarkan laporan yang kami terima, perilaku arogan Bripka Patrick Telussa telah berulang kali terjadi. Masyarakat Oirleli kini hidup dalam ketakutan dan mengalami krisis kepercayaan terhadap aparat. Jika Polres MBD tidak segera mengambil langkah tegas, kami khawatir potensi eskalasi konflik sosial akan semakin besar. Aparat harus melindungi masyarakat, bukan justru menjadi sumber ancaman,” ujar Onisias.
PMAPK Ambon menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga korban memperoleh keadilan dan pelaku diberikan sanksi tegas sesuai dengan Kode Etik Profesi Polri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar Hukum dan Kode Etik Kepolisian
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri merupakan pelanggaran serius terhadap aturan internal dan hukum yang berlaku, antara lain:
1. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009
Pasal 10 menegaskan bahwa setiap anggota Polri wajib menjunjung tinggi hak asasi manusia serta dilarang melakukan kekerasan, penyiksaan, atau tindakan tidak manusiawi terhadap siapa pun, termasuk dalam proses penegakan hukum.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri
Pasal 5 huruf (a) melarang anggota Polri melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, maupun Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Kode Etik Profesi Polri (Perkap Nomor 14 Tahun 2011)
Setiap anggota Polri diwajibkan bersikap santun, tidak menyalahgunakan kewenangan, serta dilarang melakukan tindakan kekerasan yang melukai fisik maupun psikis masyarakat. (JM–AL).

