JURNALMALUKU – Polemik seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) kian menjadi sorotan publik. Perbincangan hangat mewarnai ruang-ruang sosial media hingga menjadi topik sehari-hari di masyarakat. Tuduhan, pro-kontra, dan spekulasi liar merebak akibat minimnya informasi yang diterima masyarakat.

Menjawab keresahan itu, Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) PPPK DPRD MBD, Henrita Natalia Jermias (HNJ), tampil tegas memberikan klarifikasi. Dalam wawancara eksklusif bersama media ini, Senin (25/08/2025) di Ruang Fraksi Cahaya, DPRD MBD Tiakur. HNJ menegaskan bahwa pembentukan Pansus bukan sekadar formalitas, melainkan respons konkret DPRD terhadap jeritan publik. Pansus dibentuk setelah adanya indikasi masalah serius dalam seleksi PPPK.

“Banyak pihak di media sosial menyalahkan DPRD karena dianggap terlambat membentuk Pansus. Tuduhan ini keliru. Pansus terbentuk setelah masalah nyata ditemukan, bukan sebelumnya. Politik selalu mengikuti dinamika persoalan,” jelasnya.
Embrio Pansus lahir dari hasil kerja Pansus LKPJ 2024. Saat uji petik di lapangan, khususnya SMP Sera, Kecamatan Lakor, ditemukan indikasi mal administrasi. “Ada oknum yang memaksa kepala sekolah menandatangani administrasi tertentu. Itu fakta lapangan yang tidak bisa diabaikan,” tegas HNJ.
Temuan Pansus justru mengungkap fakta lebih mencengangkan: adanya “kontrak siluman.” Beberapa individu yang tidak pernah berstatus honorer diberi akses ikut seleksi PPPK.“Dimana mereka ini (honor siluman) ketika banyak tenaga kontrak berkeringat utk daerah ini? Dimana mereka ini (honor siluman) ? ketika tenaga kontrak sesungguhnya berjuang mati-matian membangun harapan masa depan mereka sebagai tenaga honor dengan segala konsekuensi yg terpaksa mereka jalani? tiba-tiba saja mereka (honor sikuman) ini diberikan akses seleksi, dipermudah dan kemudian lolos. Bisa jadi kelolosan mereka mensabutasi hak dari tenaga honor sesungguhnya karena perengkingan maka mereka diprioritaskan, kebetulan nilai mereka di atas. Bukankah praktek semacam ini sangat melukai rasa keadilan di Maluku Barat Daya?? Terhadap hal ini sebagai wakil rakyat kami harus bersikap tegas dengan orientasi kerja kepentingan rakyat. Dengan harapannya kerja pansus dapat mengobati rasa keadilan yang dilukai.” ungkap HNJ.
Publik sempat menuding DPRD sebagai pihak yang menghambat pengusulan NIP PPPK. HNJ menepis tuduhan tersebut dengan tegas. “Itu fitnah. Tertundanya proses input hanya bentuk penghormatan eksekutif terhadap kerja Pansus. Kami justru melindungi hak-hak honorer, bukan menghalangi,” kata HNJ.
Sebagai seorang perempuan sekaligus wakil rakyat, yang mewakili begitu banyak perempuan MBD yg sedang mati-matiaan berjuang untuk menopang perekonomian keluarganya, sebagai perempuan yg terbiasa dengan peran ibu rumah tangga, HNJ tentu paham suara hati mereka yg menjerit berharap segera dilantik dan menerima gaji untuk menopang perekonomian keluarga.
“Sebagai perempuan tentu saya peka terhadap hal itu dan kami di Pansus menginginkan agar mereka semua segera mendapatkan hak mereka, karena dengan begitu, kesejahteraan meningkat dan MBD dan perputaran ekonomi semakin bertumbuh” jelasnya.
Srikandi PKB itu menyebut, jika terbukti ada ASN yang memanipulasi administrasi atau meloloskan pihak tak memenuhi syarat, maka rekomendasi Pansus jelas: sanksi demosi. “Tidak harus pidana, karena ini menyangkut hajat hidup banyak orang. Tapi tetap harus ada ganjaran agar jadi peringatan keras,” tegasnya.
Di tengah badai tuduhan, HNJ berdiri teguh: Pansus bukan penghambat, melainkan penjaga integritas. “Kami berdiri bersama rakyat, memastikan keadilan, menolak nepotisme, dan menegakkan akuntabilitas birokrasi. Tanpa Pansus, rakyatlah yang jadi korban,” pungkasnya.
Pernyataan Sekretaris Komisi 2 DPRD MBD ini menjadi sinyal kuat bahwa peran pengawasan DPRD MBD bukan basa-basi, melainkan perjuangan nyata. Dengan suara lantang, seorang perempuan, Ketua Fraksi Cahaya, kini menjadi garda terdepan membongkar praktik curang yang mencederai keadilan. (JM-EA).