JURNALMALUKU– Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reskrim Polres Kepulauan Aru,melakukan penggeladahan di kantor KPU Aru, Dobo Rabu (10/11/2021), penggeledahan tersebut terkait adanya dugaan penyelewengan dana hibah Pilkada Aru Tahun 2020.
Penggeledahan dipimpin Kepala Bagian Operasi (KBO) Reskrim Ipda Noke Frans bersama Kanit Tipikor AIPDA Jul Lasamang.
Untuk mendapatkan barang bukti, penggeledahan dilakukan di ruang media center yang biasa dipakai Komisioner untuk rapat pleno, selain itu ruangan bendahara Evelyn Urip juga digeledah.
Diruang media center polisi menyita sejumlah dokumen penting sebanyak 2 (dua) kardus, sementara diruang bendahara dokumen yang disita polisi sebanyak 1 (satu) kardus,usai menggeledah ruang media center dan bendahara polisi kembali menggeladah ruang sekertaris KPU Agus Ruhulesin, sayangnya penggeledahan diruangan Agus Ruhulesin batal dilakukan lantaran yang bersangkutan tidak berada ditempat.
Sebelumnya kasus dugaan penggelapan dan penyelewengan dana hibah pilkada Aru Tahun 2020 diadukan mantan anggota PPK Pulau-Pulau Aru Irawaty Siahaan cs, aduan ini berkaitan tidak dibayarnya honor satu bulan PPK dan PPS.
Selain honor PPK dan PPS, Irawatypum mengaku jika dirinya juga mengadukan penggunaan beberapa item pos pembelanjaan yang realisasinya tidak sesuai RAB.
” Laporan kami itu bukan masuk ke dalam honor penyelenggara adhock saja atau operasional, tetapi juga masuk di dalamnya yaitu seperti biaya biaya ATK ” kata Irawaty kepada Wartawan di Dobo.
Lebih lanjut Wanita ini menjelaskan, Seperti yang terjadi KPU selama ini hanya membayar operasional berupa ATK perbulannya kepada PPS sebesar Rp. 350.000 selama 7 bulan, jumlah ini berbeda dengan yang terdapat dalam RAB sebesar Rp 750.000/bulan.
” biaya-biaya ATK yang kami terima baru 7 bulan untuk PPS untuk PPS itu biayanya 750 ribu di RAB satu bulan, tetapi yang dibayarkan sesuai uang yang kami terima dan diserahkan ke PPS itu 350 ribu jadi kami gak tau sisanya 400 ribu itu ada dimana sedangkan yang bulan terakhirnya belum sama sekali termasuk dengan honornya (PPS) belum sama sekali ” ungkapnya.
Hal serupa juga terjadi pada PPK di 10 kecamatan, sesuai nilai yang tertera pada RAB sebesar Rp 1.000.000 untuk biaya ATK, namun yang diterima hanya sebesar Rp 750.000.
“demikian juga PPK, kalau untuk PPK itu didalam RAB itu 1 juta untuk 10 kecamatan, ATK yang kami terima itu 750 ribu berarti ada pemotongan 250 ribu, jadi selama 7 bulan yang kami terima itu hanya 750 ribu,gak tau 250 ribu gak tau kemana ” ungkapnya
” terus kemudian listrik sama sewa Computer begitulah itu ada indikasinya kalau di kali ada sekitar 400 juta lebih tapi gak tau kemana ” lanjutnya.
Irawaty terus membeberkan kalau ternyata ada pula beberapa item pembiayaan lain yang sama sekali tidak mereka terima sejak pentahapan dimulai hingga berakhir.
” selain kita punya ATK atau operasional kantor ada juga uang harian seperti uang penginapan, uang lumsum yang sama sekali dalam setiap tahapan itu kami tidak terima, dalam RAB itu ada,setiap kegiatan kan ada transportasi ada lumsumnya tetapi kami tidak terima, hampir setiap tahapan tidak ada yang namanya lumsum, tidak ada yang namanya uang penginapan,tidak ada yang namanya uang harian sementara di dalam ini ada,besarannya berfariasi, uang lumsung 380 ribu,uang penginapan 300 ribu,kalau lumsum inikan kalikan per orang 300 ribu kali 10 kecamatan untuk PPK,kalau PPS tidak, jadi ini tidak satupun kami terima untuk setiap tahapan ” akuinya.
Menurutnya, jika dikalkulasikan seluruhnya sesuai data yang Ia kantongi terdapat kurang lebih sekitar Rp 5 Miliar yang diindikasikan bermasalah.
” Jadi banyak yang kami laporkan hampir lebih kurang 5 (lima) Miliar ” bebernya.(J.D)