Sore ini saya sempatkan waktu sejenak untuk bisa turun ke Pasar Mardika Ambon. Ditengah situasi pasar yang begitu ramai, saya sedikit terfokus dengan salah seorang mama papalele sebutan papalele senidri adalah bahasa orang Maluku untuk orang-orang yang biasanya berjualan.
Sekitar satu jam saya mendengar sejenak keluh kesah dari mama ini. Cukup terhanyut dengan semangat mama bagaimana tidak, kita semua tau Pandemi Covid-19 membuat banyak pedagang yang kehilangan mata pencaharian.
Penutupan lokasi jualan atau sepinya pembeli menjadi sebab banyak pedagang yang terpaksa harus berhenti berjualan.
Tapi hal ini tidak menyulutkan semangat mama papalele, untuk tetap bertahan jualan ditengah pandemi. Mama dulunya adalah pedagang di area batu meja tapi karena tergusur untuk kepentingan Pemerintah Kota Ambon maka mama papalele di relokasi ke area Pasar Mardika Ambon.
“Nyong e, kalau katong (kita) seng (tidak) jualan katong mau makan apa? mama ini dolo pedagang batu meja, waktu dapat gusur mama pindah kesini (pasar mardika),” ungkap mama papalele kepada saya.
Sembari sambil tersenyum, mama tetap bercerita soal kesusahan yang ia alami, pasca di relokasi di pasar Mardika, mirisnya tidak ada tempat jualan yang disediakan Pemerintah Kota untuk ia berjualan.
Untung ada Polisi-Polisi berhati baik, yang memberi tempat tepat didekat pos polisi untuk mama berjualan.
Payung yang digunakan untuk menadah panasnya matahari dan hujan, sudah diganti oleh mama berulang kali akibat sering di terpa angin kencang dengan memakai uang sendiri tanpa ada bantuan pemerintah.
“Pemkot turun dong (mereka) cuma kasih mama keranjang sampah saja, par (buat) mama taruh mama pung sampah.” Katanya.
Hal ini sungguh memiluhkan, ditambah lagi mama terkasih masih memiliki anak-anak, satunya masih kuliah di AKPER RST dan satunya lagi sudah selesai kuliah di tahun 2012 dan sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan.
Semoga mama bisa diberi kesehatan & kekuatan untuk dapat terus berjualan demi keluarga tercinta di rumah.
Penulis: Patrick Papilaya