JURNALMALUKU – Bupati Kepulauan Tanimbar, Ricky Jauwerissa menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh pemerintah daerah terhadap aksi sejumlah tenaga PPPK paruh waktu bukanlah bentuk kriminalisasi, melainkan tanggung jawab konstitusional untuk menjaga ketertiban dan wibawa pemerintahan.
Dalam pernyataannya di Saumlaki, Selasa (21/10/2025), Jauwerissa menjelaskan bahwa tidak ada satu pun warga yang diproses hukum karena menyampaikan aspirasi. Namun, ketika aksi berubah menjadi anarkis dan merusak fasilitas negara, menurutnya, hal itu sudah menjadi ranah penegakan hukum.
“Saya ingin meluruskan, tidak ada warga yang diproses karena menyampaikan pendapat. Tapi ketika aksi berubah menjadi anarkis dan merusak fasilitas negara, itu sudah wilayah hukum. Pemerintah tidak boleh tinggal diam,”ujar Bupati.
Bupati Jauwerissa menegaskan bahwa sejak awal ia menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Ia bahkan turun langsung menemui para demonstran pada aksi 1 Oktober 2025 lalu, baik di Kantor Bupati maupun di halaman DPRD Kewarbotan, guna mendengarkan keluhan mereka secara terbuka.
“Beta tahu betul perasaan mereka. Banyak dari mereka yang sudah mengabdi belasan tahun. Tapi beta juga harus menjaga agar penyampaian aspirasi tetap berada dalam koridor hukum,”ungkapnya.
Bupati mmenilai, ahwa demokrasi sejati hanya dapat hidup bila dijalankan secara beradab, dengan mengedepankan dialog dan rasa saling menghormati. Aksi yang disertai perusakan fasilitas negara, menurutnya, justru merugikan masyarakat dan mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Menanggapi tudingan bahwa laporan kepolisian terhadap sejumlah peserta aksi merupakan perintah langsung dirinya, Bupati Jauwerissa membantah dengan tegas. Dirinya menjelaskan bahwa laporan tersebut merupakan hasil koordinasi antara bagian hukum dan instansi terkait, menyusul adanya laporan kerusakan fasilitas milik negara.
“Jangan salah paham. Saya tidak memerintah siapa pun untuk menahan atau menakut-nakuti rakyat. Tapi jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus tetap berjalan. Itu bagian dari tata kelola pemerintahan yang benar,”tegasnya.
Bupati juga mengungkapkan adanya indikasi bahwa aksi tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang mencoba memprovokasi massa, sehingga situasi yang awalnya damai berubah menjadi tidak terkendali.
“Saya sangat menghargai tenaga PPPK kita. Tapi ketika aksi dimanfaatkan oleh pihak lain untuk membuat kekacauan, maka itu bukan lagi soal hak berpendapat, melainkan upaya mengganggu ketertiban,”ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Jauwerissa menyampaikan komitmennya untuk terus membuka ruang dialog dengan para tenaga PPPK yang merasa dirugikan dalam proses rekrutmen. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup diri terhadap kritik, selama disampaikan dengan cara yang santun dan konstruktif.
“Pemerintah ini rumah bersama. Kalau ada masalah, datanglah dan bicara baik-baik. Beta dan Ibu Wakil tidak anti kritik. Tapi mari kita jaga agar cara menyampaikan pendapat tidak melukai kepentingan orang banyak,”katanya.
Bupati Jauwerissa mengaku bahwa peristiwa aksi PPPK paruh waktu menjadi pengalaman berharga di awal masa kepemimpinannya. Ia menyebutnya sebagai pengingat bahwa kekuasaan harus selalu berpijak pada rasa kemanusiaan dan keadilan.
“Kepemimpinan bukan soal siapa yang berkuasa, tetapi tentang bagaimana kita melayani dengan hati, sekaligus menegakkan aturan dengan tegas. Beta belajar banyak dari peristiwa ini,”tutur Jauwerissa.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar seluruh masyarakat Tanimbar dapat menjaga kedamaian dan semangat kebersamaan dalam bingkai hukum dan etika sosial.
“Kritik saya boleh, bahkan keras sekalipun. Tapi jangan sampai kita mengorbankan rasa aman dan tertib di bumi Duan Lolat ini. Beta mau Tanimbar tetap damai dan beradab,” tutupnya. (JM.ES).