JURNALMALUKU-Penjabat Bupati Maluku Tengah diminta tidak melakukan pergantian Saniri Negeri atau pergantian Raja pada Negeri-Negeri di Kabupaten Maluku Tengah.
Dikarenakan dalam kedudukan selaku Penjabat, yang bersangkutan tidak mempunyai kewenangan untuk melakukannya, kecuali dalam hal mengisi kekosongan jabatan.
Hal ini disampaikan, Praktisi Hukum Helmy J. Sulilatu.SH.,MH kepada Wartawan di Ambon, Kamis (26/01/2023), bahwa menyikapi adanya pergantian Saniri Negeri dan Raja-Raja pada Wilayah Kabupaten Maluku Tengah.
Menurut Sulilatu, keberadaan Penjabat Kepala Daerah termasuk Penjabat Bupati Maluku Tengah adalah konsekuensi dari pelaksanaan pasal 201 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
“Sejatinya, sesuai aturan kedudukan Penjabat Bupati adalah mengisi kekosongan jabatan Bupati selama 1 tahun dan dapat diperpanjang selama 1 tahun lagi. Bisa dengan orang yang sama tetapi bisa pula dengan orang yang berbeda,”ungkapnya.
Dirinya menambahkan, Penjabat Bupati ini ditunjuk bukan dipilih oleh rakyat, sehingga secara filosofi jauh berbeda keberadaannya dengan Bupati hasil pemilihan oleh rakyat.
“Jangan untuk kepentingan sesaat lantas menyakiti hati rakyat, mengabaikan aturan perundang-undangan,”kata Pengacara mudah ini.
Sulilatu menuturkan, sebagai contoh Penjabat Bupati Maluku Tengah melakukan pemberhentian dan pergantian antar waktu 11 Anggota Saniri Negeri Wahai. Padahal, mereka (Saniri) punya masa tugas sampai dengan tahun 2025, masih ada tersisa 3 tahun masa jabatan, dan secara prinsip masa jabatan itu tidak bisa ditambah dan tidak pula bisa dikurangi.
“Ini namanya perbuatan yang melanggar hukum. Ironisnya pergantian ini dilakukan dengan menabrak aturan hukum dan tanpa alasan yang dapat dipertangungjawabkan. Padahal secara jelas didalam Perda 04 Tahun 2006, telah mengatur Pemberhentian dan pergantian Saniri hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat yang ditentukan sebagaimana diatur dalam pasal 24 Perda 04 Tahun 2006,” tuturnya.
Dirinya juga menjelaskan, pergantian antar waktu anggota atau pimpinan Saniri Negeri hanya boleh dilakukan apabila (a), Meninggal Dunia, (b) Permintaan Sendiri dan (c) Tidak lagi memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Dari semua syarat tersebut, tidak ada satupun yang terpenuhi atau tidak terdapat alasan hukum bagi Penjabat Bupati Maluku Tengah untuk melakukan PAW Saniri Negeri Wahai tersebut.
Kemudian, kata Sulilatu, mengenai syarat pada huruf (c) juga tidak dapat diterjemahkan sendiri oleh Penjabat Bupati. Harusnya dapat dibuktikan dengan suatu Penetapan Tertulis sesuai hukum adat yang berlaku, atau setidaknya terdapat putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang putusannya bermaksud untuk mengakomodir persyaratan PAW tersebut.
“Masa tugas Penjabat Bupati Maluku Tengah inikan hanya tersisa 8 bulan, mari lakukan yang terbaik, jangan menabrak aturan dan jangan pula bertindak melampaui kewenangan, setidaknya rakyat akan menilai kebaikan dan kecerdasan pemimpinnya,”tukasnya.
Adapun, mengenai Mutasi Pegawai saja, oleh Undang-Undang itu dilarang. Jadi seorang Penjabat Kepala Daerah tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan Mutasi Pegawai.
Kalaupun saat ini ada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, maka hal pertama yang harus diingat adalah kedudukan Surat Edaran itu tidak sederajat dengan Undang-Undang.
Lagi pula, Surat Edaran Mendagri itu tidak memberikan kewenangan untuk menerbitkan Keputusan (Beschikking), namun sebatas izin persetujuan.
“Sekali lagi bukan untuk menerbitkan KTUN tetapi memberikan izin persetujuan saja. Dengan kata lain mekanismenya tetap wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. Penjabat Kepala Daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan ASN” katanya.
Apabila berpatokan pada aturan hukum yang berlaku, maka sudah jelas dalam kedudukan selaku Penjabat kewenangannya terbatas.
Dengan demikian, Sulilatu menyarankan para penjabat dilingkup pemda Malteng, Para Raja, Saniri Negeri Apabila ada keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan hukum, maka harus dilawan secara hukum pula.
“Jangan asal ikut keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan hukum,” pintanya.
Didalam Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ Tentang Persetujuan Menteri Dalam Negeri Kepada Pelaksana Tugas/Penjabat/Penjabat Sementara Kepala daerah dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah menyebutkan : Berkenaan dengan ketentuan tersebut di atas, dengan ini Menteri Dalam Negeri memberikan Persetujuan tertulis kepada Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan : (a) Pemberhentian, pemberhentian sementara,penjatuhan sanksi dan/atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/aparatur sipil Negara di lingkungan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan. (b) Persetujuan mutasi antar daerah dan/atau antar instansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
“Jika kita berpatokan pada surat edaran dimaksud, khususnya pada huruf (b) maka sudah jelas tidak ada kewenangan untuk melakukan mutasi PNS. Apalagi dalam kedudukan Penjabat tersebut memberhentikan Saniri Negeri atau Raja, sama sekali hal itu bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku,” terangnya.
Meski demikian, Sulilatu percaya Penjabat Bupati Maluku Tengah tidak akan lagi mengambil keputusan yang salah sebagaimana yang telah dilakukan terhadap Pergantian Saniri Negeri Wahai.
“Ini suatu pembelajaran bagi kita semua, tidak boleh menggunakan kewenangan yang bertentangan dengan hukum,”tandasnya.(JM.ES).