JURNALMALUKU – Menyikapi isu Presiden tiga periode baik dari parlemen hingga Senayan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai pada kalangan masyarakat tingkat bawa.
Dari isu itulah tertanggal 2 Desember 2019 pada acara matanajwa, Presiden Jokowi dengan lantang mengatakan “Presiden tiga periode itu ada tiga periode itu, untuk saya yang pertama mau menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka padahal saya sudah punya muka dan ketiga ingin menjerumuskan,” ujar Jokowi.
Dikatakan juga, dirinya tidak punya niat dan tidak ada juga berminat jadi Presiden tiga periode. Presiden juga menegaskan, konstitusi amanatkan dua periode, untuk itu yang harus kita kita jaga bersama.
Pernyataan Presiden itu disikapi oleh politisi muda asal desa Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon, Provinsi Maluku Steven Izaac Risakotta, SE, SH, MH, Ketua PP AMPG dan Wakil Bendahara DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Provinsi Maluku bahwa : Didalam Pembukaan (Preambule) UUD NRI 1945 Alinea Ke 4 “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD NRI yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah yang menjadi dasar bahwa Indonesia merupakan Negara Demokrasi berlandaskan Pancasila.
Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat) berdasarkan Bab I Pasal 3 (amandemen ketiga). Dalam menjalankan kekuasaan Pemerintahan Negara Indonesia di Pimpin oleh Presiden menurut Undang-Undang Dasar dan dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Sejarah Pemilu di Indonesia pasca Reformasi terjadi pada Tahun 1999 dan kemudian pada Tahun 2004 Pemilu Presiden dan wakil Presiden Pertama secara langsung hingga Pemilu pada tahun 2019.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan” (amandemen pertama Oktober 1999). Sehingga berdasarkan Pasal 7 UUD 1945 tersebut, maka setelah Pemilu 2019 selanjutnya Pemilu akan dilaksanakan pada tahun 2024.
Lanjutnya, Pada saat ini muncul pernyataan-peryantaan Ketua Umum Partai Politik dan beberapa anggota DPR RI, yang menyampaikan melalui media massa bahwa Pemilu baiknya ditunda beberapa tahun kedepan dengan berbagai alasan. Tentu jika hal tersebut secara terus menerus disampaikan maka akan terjadi pemahaman yang keliru. Karena sudah jelas di sebutkan dala UUD 1945 Pasal 7, bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 Tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
“Tentu jika Pemilu tahun 2024 ditunda maka akan berdampak pada masa jabatan Presiden, DPR, MPR dan DPD RI akan diperpanjang,” ungkap Risakotta kepada media ini, Minggu, (6/3) sesuai pres relis yang diterima.
Dijelaskan juga, Memang bukan hal yang “HARAM” untuk melakukan Amandemen UUD 1945, tetapi jika Amandemen dipaksakan oleh para Legsilator di Senayan maka akan menciderai rasa keadilan UUD 1945 dihati masyarakat. Tentu marwah dari UUD 1945 akan kehilang landasan Filosifis, Sosiologis dan Yuridis seiring dengan mudahnya para Politisi untuk melakukan Amandemen UUD 1945.
“Untuk itu Saya berharap agar jangan di gembar gemborkan Pemilu ditunda atau Pemilu diundur, demi terlaksananya Demokrasi berlandaskan Pancasila,” pungkasnya.
Ia juga meminta kepada pihak parlemen, legislator dan pimpinan partai politik agar tidak menciptakan pendidikan politik yang membingungkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dan jika itu dipaksakan akan sangat mencederai konstitusi yang sudah menjadi amanat UU. (JM.AM)