Tom Goodman bersama tim ekspedisi Duyikan dari Universitas Hawaii sebagai salah satu dari beberapa ilmuwan asing yang meneliti gua kuno Ohoidertavun yang berada pada ketinggian sekitar 15 meter dari permukaan laut di Kei Kecil. ~Tahun 2001 ketika masih mahasiswa, saya dan beberapa rekan a.l Pdt Omi Jongnain dan Pdt. Isye Matulesy pernah menyusuri goa tersebut. Di sekitar gua kuno ini ditemukan dinding batu sepanjang 200 Meter yang terukir apik dengan beragam gambar dan lukisan/tulisan kuno. Lukisan kuno yang terpajang di dinding goa Ohoidertavun menggambarkan beragam kehidupan masyarakat Kei pada masa lampau dalam kaitannya dengan lingkungan kehidupan sekitarnya seperti matahari, bulan, dan bintang, serta perahu sebagai fasilitas transportasi, kehidupan fauna dan flora, bahkan lukisan topeng. Pada situs tersebut juga tergambar lukisan mengenai seni tari gembira sebagai ungkapan syukur yang semakin terfokus pada kehidupan religius.
Lukisan di dinding goa Ohoidertavun mengekspresikan tingginya hukum budaya istiadat bangsa Indonesia pada ribuan tahun silam yang mempunyai spesifikasi yang serupa dengan karya lukisan masyarakat asli Papua dan Australia. Hal mempunyai kemiripan sejarah dan hukum budaya istiadat ini mengundang perhatian khusus Direktur/Produser Film dari Australia, Marcus Gillezeau untuk mengabdikannya dalam film dokumenter untuk disebarluaskan ke seluruh lingkungan kehidupan guna mengundang semakin banyak ilmuwan, wisatawan, dan petualang pergi ke kawasan rempah-rempah ini, yang pernah kesohor pada masa lalu. (http://p2k.itbu.ac.id/ind/1-3064-2950/Kepulauan-Kei_41711_itbu_p2k-itbu.html).
Anda bisa mengakses Ohodertavun dengan mudah dari Kota Langgur dan Tual, disanapun tersedia cottage unik yang menjadi favorit wisatawan eropa. Dikelola oleh kakak saya Lusy Rahakbauw bersama suaminya (kakak piara di tahun 2021). Ohoidertavun bagi saya adalah negeri mungil nan indah dengan alam pantai yang eksotis. Keindahan alamnya semakin komplit dengan keramahan warganya yang tersajikan. Saya sendiri pernah mengalami Ohoidertavun, ohoi (desa/negeri) di Kei Kecil (Nuhu Roa) ini pada periode Juli – September 2001 yang tidak bisa dilupakan.Paragraf di atas hanyalah sekelumit selayang pandang saya tentang Kei sebagai pintu masuk catatan saya jelang MPP XXXIII AMGPM Tahun 2021.
Diujung bulan Oktober ini, selain Festival Meti Kei ~yang telah masuk agenda tahunan event nasional Kementerian Pariwisata Indonesia ini~, juga akan ada “festival iman” AMGPM yakni Musyawarah Pimpinan Paripurna Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (MPP AMGPM). MPP XXXIII AMGPM ini akan dihelat di Ohoifau, sebuah ohoi (desa/negeri) di Kecamatan Kei Besar Utara Timur, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.MPP XXXIII AMGPM tahun 2021 ini merupakan MPP pertama dalam periode kepengurusan AMGPM tahun 2020 – 2025 yang terselanggara dengan Tema: KERJAKANLAH KESELAMATANMU DAN BERITAKANLAH TAHUN RAHMAT TUHAN TELAH DATANG dan Sub Tema “Membangun Gereja yang memiliki ketahanan dan daya juang demi kualitas hidup bersama di tengah pergumulan Pandemi Covid-19 dan transformasi digital”.
Tema dan Sub Tema yang menampakan kesadaran AMGPM sebagai bagian integral dari gereja ini memberi isyarat bahwa Pergumulan-pergumulan Gereja bersama PIP/RIPP (Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pengembangan Pelayanan) juga menjadi Pergumulannya yang relevan dengan GBPP (Garis-garis Besar Program Pelayanan). Setidaknya pada tahun 2022 mendatang, dalam gambaran program prioritas tahun 2022 ada 4 point pokok yang digumuli GPM yaitu:
• Meningkatkan kualitas hidup umat melalui pembinaan keluarga, kesehatan, Pendidikan yang berkualitas, memiliki Kesadaran Hukum dan Advokasi.
• Memperkuat Tata Kelola lembaga melalui regulasi, aparatur dan pelayan gereja serta manajemen Informasi, dokumentasi dan publikasi menuju PI Kontekstual di era digital.
• Membina ekonomi umat dengan membangun etos kerja serta dapat menerapkan pola hidup sederhana (ugahari) dan anti korupsi.
• Memperkuat Kesadaran Pluralisme, Kerja sama antar agama dan hubungan oikumene.
Dalam GBPP AMGPM ada 9 Problematika sebagai realitas pelayanan yang dihadapi oleh AMGPM, yaitu:
1. Spiritualitas Pemuda.
Secara internal AMGPM juga bergumul dengan tingkat partisipasi orang muda pada kegiatan-kegiatan gereja seperti ibadah minggu maupun ibadah AMGPM yang mulai menurun. Tingkat partisipasi kader menjadi fokus ber-AMGPM sebab kekuatan terbesar adalah pada keanggotaan dan partisipasi kader. Hal ini mengisyaratkan perlunya pengembangan model pembinaan yang kreatif dan inovatif serta menyentuh realitas pemuda, sebagai upaya pembentukan karakter AMGPM.
2 . Kapasitas Kader AMGPM.
Kemampuan dan kematangan berorganisasi dari kader AMGPM menjadi persoalan yang terus digumuli AMGPM. Berdasarkan kajian terhadap problematika wilayah AMGPM, belum optimalnya pendidikan kader di tiap jenjang, menjadi variable isu yang menguat di 9 wilayah AMGPM dan berkontribusi terhadap kurangnya kapasitas organisasi kader AMGPM.
Guna menjawab masalah ini, maka implementasi pendidikan kader yang selama ini telah dilakukan, harus dioptimalkan. Sehingga, dapat memberikan dampak dalam pembentukan karakter dan peningkatan kapasitas kader AMGPM.
3. Manajemen Organisasi.
Manajemen organisasi adalah suatu perencanaan pada suatu perkumpulan untuk mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuannya, dan dalam upaya menjawab tantangan organisasi, secara kelembagaan AMGPM terus membenahi diri dan menata pelayanan dengan memperkuat pola manajemen. Namun, rekaman permasalahan dari 9 wilayah AMGPM menunjukkan bahwa penataan dan pengelolaan organisasi pada basis organisasi masih belum optimal.Kapasitas pengelola organisasi menjadi isu bersama di 9 wilayah AMGPM. Selain itu, tata kelola organisasi berbasis IT yang telah dikembangkan AMGPM mulai dari Website AMGPM yang dikelola oleh Media Centre (MC) sampai SINFOKU AMGPM, ternyata belum dimanfaatkan dan diimplementasikan secara baik di pada basis organisasi.
4. Relasi Lintas Denominasi Dan Lintas Iman.
Sebagai OKP dan wadah tunggal pembinaan pemuda maka AMGPM terpanggil untuk membangun suatu perspektif kehidupan oikumenis yang lebih terbuka, yang memungkinkan AMGPM, baik secara sendiri, maupun bersama-sama dengan denominasi lain, dan lintas iman, mewujudkan sebuah perspektif kehidupan oikumenis yang lebih dinamis, untuk menjawab persoalan-persoalan gereja, masyarakat, bangsa dan kemanusiaan. Namun kenyataanya, panggilan ini masih menjadi gambaran ideal yang belum terwujud pada wilayah-wilayah AMGPM.
5 . Degradasi Lingkungan Hidup.
Lingkungan hidup menjadi isu yang sangat fundamental dan santer sampai dasawarsa ini. Hal ini disebabkan tingkat kerusakan lingkungan pada wilayah-wilayah AMGPM sudah sangat memprihatinkan. Cakupan permasalahan lingkungan yang menjadi perhatian AMGPM yaitu, pencemaran air, udara dan tanah oleh perusahaan, sanitasi lingkungan buruk, abrasi, Ilegal fishing, ilegal loging dan galian C serta kesadaran pelestarian lingkungan yang rendah serta bencana. Berbagai persoalan lingkungan ini mengidentifikasikan perlunya tindakan advokasi lingkungan serta sikap tanggap terhadap penanggulangan bencana. Selain itu, gaya hidup yang pro-lingkungan harus ditumbuhkembangkan di kalangan kader dan masyarakat.
6. Optimalisasi Peran Advokasi. AMGPM.
AMGPM sebagai Organisasi Pemuda Kristen dengan potensi kader yang besar, posisi AMGPM pada tatanan masyarakat di Maluku dan Maluku Utara, tidak dapat dianggap remeh. Namun, sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan advokasi kader. Sehingga, banyak persoalan pada tingkat basis yang berkembang dan perlu tindak advokasi namun tidak tertangani. Cakupan masalah berdasarkan temuan pada problematika wilayah, yaitu masalah advokasi hak ulayat masyarakat adat, konflik batas wilayah petuanan, advokasi hukum terkait usaha pertambangan, dan persoalan politik yang mempengaruhi relasi dalam masyarakat adalah kluster masalah yang menjadi temuan problematika wilayah. Untuk meningkatkan kapasitas kader untuk melakukan advokasi maka PB AMGPM baru saja menyelasaikan Pendidikan Amdal, buah kerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada.
7. Menurunnya Nilai-Nilai Budaya Di Kalangan Pemuda.
Revolusi Industri 4.0 yang saat ini telah dimasuki, menjadi bukti bahwa perubahan sosial tengah terjadi di muka bumi ini, bukan hanya di Maluku dan Maluku Utara, akan tetapi di belahan dunia manapun tengah menghadapi perkembangan arus ilmu pengetahuan dan teknologi-informasi yang mengalami perkembangan sangat pesat, sehingga dibutuhkan sebuah sarana untuk menjadi filter ketahanan diri, agar tetap berada dalam identitas dan jati diri sebagai masyarakat yang memegang teguh kebudayaan yang telah lahir dan menjadi tradisi turun temurun selama ini. Dalam konteks ini, Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AMGPM), yang merupakan organisasi pemuda gereja dan tiang pilar gereja yang dituntut untuk dapat menjadi organisasi kader yang mampu berkembang ditengah arus perkembangan modernisasi dasawarsa ini, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai budaya luhur yang telah ada, menjadi dasar dan filter dalam menghadapi perkembangan sosial yang begitu cepat. Dinamika sosial yang sementara terjadi saat ini, baik ditengah-tengah masyarakat Maluku dan Maluku Utara dan terkhususnya di kalangan pemuda menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi AMGPM, agar dapat mengebangkan suatu model atau cara pelayanan yang baru, dengan tetap berakar pada pada nilai-nilai budaya dan tradisi yang telah ada.
8. Kualitas Pendidikan.
Sampai dengan saat ini, realitas fakta sosial menunjukan bahwa pendidikan yang ada di Maluku dan Maluku Utara dengan konteks kepulauan terpisah antara pulau yang satu dengan pulau yang lain memiliki persoalan pendidikan yang beragam dan cukup kompleks. Mulai dari kurangnya tenaga pendidik dan terbatasnya sarana prasarana pendukung pendidikan, yang pada membuahkan hasil kualitas pendidikan yang kurang maksimal atau rendah, sehingga menimbulkan kesenjangan kualitas pendidikan di kalangan masyarakat. Sebagai organisasi gereja dan organisasi kemasyarakatan pemuda, AMGPM tentunya merasa gelisah dalam melihat fenomena degradasi pendidikan yang ada di Maluku. Potensi AMGPM dengan tenaga sarjana 1.904 yang sedang menunggu lapangan pekerjaan diharapkan dapat menjawab tantangan keterbatasan tenaga pendidikan sebagai bagian yang dapat dijawab.
9. Pemberdayaan Dan Pengembangan Ekonomi AMGPM.
Anggota AMGPM, berdasarkan Anggaran Dasar AMGPM adalah warga GPM yang berusia antara 17 s/d 45 tahun. Sedangkan batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun. Itu artinya, kader AMGPM adalah orang-orang muda pada usia produktif kerja. Namun, angka pengangguran di kalangan kader masih tinggi. Penyebabnya adalah keterbatasan lapangan pekerjaan dan kurangnya keterampilan pemuda dalam mengembangkan potensi diri dan potensi ekonomi. Fakta ini mengindikasikan perlu dikembangkan pemberdayaan dan pengembangan ekonomi AMGPM. AMGPM telah memulai langkah strateginya dengan mencanangkan Gardatedu store. Namun, dalam operasinya masih belum maksimal. Itu berarti perlu dilakukan pengembangan pasar Gardatedu Store. Selain itu, pada tingkat basis, perlu juga dilakukan pengembangan terhadap pengelolaan kelompok usaha. Menjembatani kesulitan terhadap akses pasar dan modal, dibutuhkan juga jaringan kerjasama pengembangan usaha. Semua langkah strategis ini bermuara pada pengembangan ekonomi kader AMGPM, yang pada akhirnya juga turut berkontribusi secara finansial terhadap gerak AMGPM sebagai organisasi, teristimewa pada level basis.
Bertolak dari uraian sebelumnya, tercermin bahwa pergumulan pelayanan AMGPM bersama GPM berada pada satu tarikan nafas dan melalui MPP XXXIII ini kembali AMGPM menata geraknya dalam dialektika lembaga legislatif agar nafas pelayanannya tetap terjaga supaya tidak ngos-ngosan apalagi berhenti bernafas ditengah-tengah matra gumulnya.Tentu MPP kali ini akan menarik sebab selain pergumulan internal organisasi yang selalu menyita perhatian akan juga merefleksikan panggilan berteologi AMGPM pada matra pelayanan di Bumi 1000 Pulau, Maluku dan Maluku Utara. Bung Eky Sairdekut dan Bung Richard Resley sebagai nahkoda bahtera AMGPM akan melakukan “olah gerak” di labuang Ohoifau. Tentu 13 personil lainnya dengan para korwil tetap siap siaga di buritan. Selain Business meeting ada juga study meeting dengan beberapa narasumber untuk memboboti ide dan gagasan pergumulan AMGPM, antara lain; Komarudin Watubun sebagai putra Kei dan legislator senayan 3 periode dapil Papua, Hendrik Lewerissa, Mercy Ch. Barends sebagai Legislator di Senayan, Febry Calvin Tetelepta sebagai Deputi Satu Kantor Staf Presiden serta Billy Mambrasar sebagai staf khusus Presiden bidang milenial.
Jemaat dan Masyarakat Nuhu Evav yang berada di Nuhu Yuut dan Nuhu Roa tentunya menyambut dengan sukacita perhelatan akbar AMGPM dan GPM yang berlangsung berdekatan ini (MPP dan Sidang MPL Sinode GPM). Setelah even yang sama di Ohoirenan dan Weduar puluhan tahun silam, kini dua agenda tersebut kembali ke Bumi Larvul Ngabal ini. Kita akan manikmati pesona alam Nuhu Yuut dengan meti Kei yang bertepatan di bulan Oktober, makan embal, lat dan sirsir, menyaksikan kekayaan adat istiadat yang telah diwariskan oleh para leluhur dalam hukum Larvul Ngabal serta menyaksikan nilai-nilai luhur dalam pembagian zonasi wilayah darat dan laut pada hukum adat Bat Batang Fitroa Fitnangan yang mengatur tentang tata guna lahan pada petuanan ulayat masyarakat Kei.
Salam Gardatedu dan Ain Ni Ain.
Penulis: Pdt. Fridolin R. Kwalomine, S. Si