(Jilid II Untuk Posisi Baru Sebagai Sekretaris DPD PDI Perjuangan Maluku).
Pergantian pemain dalam olahraga adalah hal yang lumrah, penyebabnya beraneka sebab pula. Bisa karena cidera, karena strategi pelatih hingga performa pemain yang mengecewakan sehingga perlu ditarik keluar lapangan.
Bila dimiliter kita sudah familiar dengan istilah “Tour of Duty” maka pergantian pemain kalau dipolitik itu juga hal yang biasa sebenarnya. Yang menjadi luar biasa itu bila sering dibumbui dengan rupa-rupa cerita, dramatisasi cerita hingga fitnah.
Akibatnya kadangkala pergantian pemain dilapangan politik dipandang tidak elok,tidak etis dan lain sebagainya yang sifatnya destruktif secara moril, serta diwacanakan untuk jadi ajang penghakiman sosial secara sepihak.
Bila anda gila bola, maka tentunya cerita tentang spesialis pemain pengganti Manchester United era sir Alex Ferguson melatih selalu bermuara kepada nama Ole Gunnar Solskjaer.
Puncaknya oleh sejarah mengenang kehadirannya dilapangan sewaktu malam final Liga Champions 1999 versus Bayern Munich sebagai pemain pengganti saat MU tertinggal 1-0 oleh gol Mario Basler.
Saat itu, karena kebutuhan Tim yang harus jadi juara Eropa maka ole yang berkebangsaan norwegia itu masuk pada menit 81 menggantikan striker terbaik MU Andi Cole, 10 menit kemudian keajaiban hadir lewat pergerakannya yang memberikan operan bola para Pangeran Tua Tedi Sheringham untuk mengubah papan skor menjadi 1-1.
Lalu 2 menit selanjutnya,petaka bersejarah itu hadir melalui sepakannya ke gawang kiper legendaris Jerman Oliver Khan untuk mengubah Skor 2-1 Untuk sejarah treble winner MU, namun dilain sisi menjadi Tragedi penuh haru bagi Munchen, terutama Bek mereka No punggung 4 Samuel Kuffour yang menangis meraung-raung ditengah lapangan karena menyesal kurang disiplin menjaga ole secara ketat untuk lahirnya gol kedua MU diStadion Camp Nou, Barcelona tanggal 26 Mei 1999,.
Nah, dipolitik alasan pergantian pemain sama pula hakekatnya dengan sepak bola sehingga kita pun tidak perlu memaknainya secara berlebihan. sebab kadangkala jabatan itu datang tanpa diundang, perginya pun tanpa diusir.Itulah amanah, tak diminta dan dicari namun datang sendiri kepada yang dianggap sanggup memikulnya.
Awal senja ini, saya dapat kabar gembira bahwa Sahabat saya Bung Benhur Watubun dapat amanat baru yang bersejarah baginya yaitu menjadi Sekretaris DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Maluku menggantikan Bung Edwin Huwae.
Saya langsung memastikan via WA kepadanya, dan ia mengiyakannya sambil mengirim foto bagian depan Surat sakti dari Jalan Pangeran Diponegoro no 58 Menteng Jakarta pusat itu, disitu bertulis “SK DPP nomor 182/KPTS/DPP/XI/2021 tgl 29 Nov 2021 tentang pembebastugasan Sekretaris Serta Penetapan dan Pengesahan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Masa Bakti 2019-2024.
Saya ucapkan selamat sebagai bentuk kebahagiaan serta dukungan moril sekaligus tanda sportivitas politik semasa pemain Aktif.
Saya bilang “Luar biasa pak Ben . akhirnya tanggungjawab itu hadir saat tidak dicari tapi diutus resmi.Tuhan menyertai,”
Pergantian posisi sekretaris DPD PDI-P perjuangan diMaluku dalam sejarahnya pernah juga terjadi dari Om Bito Temar kepada Om Everd Kermite, jadi ini bukan barang baru sebetulnya.
Memaknai kebahagiaan sore ini saya jadi ingat pada ucapannya dalam perbincangan kita Kamis malam lalu di Warkop Joas Tradisi Ambon.
“Ade, Kaka ini orang kecil dikei sana, dulu datang disini dengan susah payah untuk sekolah par rubah hidup, tidak pernah terbersit sedikit pun untuk jadi politisi apalagi sampai jadi anggota DPRD, Tapi Tuhan itu baik dengan caranya menjadikan Kaka seperti sekarang ini, sehingga kalau ada orang bicara ini itu tentang Kaka, Kaka anggap angin lalu sebab Kaka punya falsafah itu kalau masuk politik mental harus kuat, kita harus siap untuk Dikutuk seperti Bandit, dipuja seperti Dewa”. Demikian ucapannya meminjam kalimat Soekarno dalam Autobiografi karangan Cindy Adams itu.
Dari situ saya yakin ia sudah siap bila ada suara-suara sumbang bernada mencibirnya atas pencapaian ini, sebab ia pasti mengganggap nada sumbang semacam itu sebagai “gonggongan anjing, dan ia berjalan terus sebagai khafilah”, sebab ia sudah siap dikutuk bagai bandit oleh pembencinya, namun Dimata pemujanya ia laksana dewa yang bertahta penuh kemuliaan dikhayangan.
Benhur sepertinya punya specialisasi seperti ole Gunnar Solskjaer sebagai pemain pengganti yang membawa keberuntungan, kemenangan hingga kemuliaan bagi apapun yang dibela dan diperjuangkannya.
Bila Solskjaer masuk 10 menit menjelang akhir pertandingan dan memberi perubahan dalam performa MU sewaktu final bersejarah itu, maka Benhur pun memang belum lama masuk PDI Perjuangan, masih banyak yang lebih senior tapi sepertinya ia dipandang bisa membawa perubahan juga bagi Partai besutan Megawati Soekarnoputri Puteri ini di Maluku.
Memang untuk mencapai kemenangan perlu kolektivitas tim seperti sepakbola, tapi simbol perekat yang melengketkan semangat juga perlu, nah kadang-kadang malaikat tak rupawan dan cemerlang seperti nyanyian Glenn Fredly itu hadir dalam diri Bung Benhur hingga ia dipandang bisa jadi perekat untuk sebuah kolektivitas politik Partai besar seperti PDI Perjuangan di Maluku.
Sekali lagi senja nampaknya tak keliru memberi makna untuknya, kabar bahagia untuknya hadir disore ini tatkala matahari sudah miring ke arah barat semesta kita.
Kendati ia banyak mengambil falsafah Putera sang fajar Ir Soekarno dalam perjalanan kiprah politiknya namun bagi saya Ia tetaplah semburat senja yang makin elok diatas panggung politik Maluku, Semburat Senja ini hadirnya seusai badai politik mereda.
Selamat Berjuang!
Tuhan Menyertai senantiasa.
Penulis: Bung Hesky Lesnussa