JURNALMALUKU – Kabar menggembirakan datang dari laut dalam Maluku Utara. Tim ekspedisi ilmiah gabungan dari Universitas Pattimura (Unpatti), BRIN, Universitas Udayana, Universitas Khairun, dan organisasi eksplorasi laut UNSEEN berhasil menemukan dan merekam secara langsung ikan purba coelacanth (Latimeria menadoensis) dalam keadaan hidup di kedalaman 145 meter.
Penemuan ini bukan hanya menjadi yang pertama di kawasan Maluku Utara, tetapi juga menjadi dokumentasi in-situ pertama oleh penyelam manusia di wilayah Indonesia timur. Sebelumnya, dokumentasi coelacanth hidup di Indonesia hanya dilakukan menggunakan wahana kendali jarak jauh (ROV) di Sulawesi Utara.
“Ini adalah momen penting bagi ilmu pengetahuan dan sekaligus pengingat bahwa laut dalam kita masih menyimpan banyak rahasia,” ujar Dr. Gino Limmon dari Universitas Pattimura, salah satu pemimpin ekspedisi pada Senin (26/5/2025).

Penemuan ini berangkat dari riset mendalam yang memadukan peta batimetri, data habitat historis, serta keahlian tim dalam penyelaman trimix teknik penyelaman laut dalam dengan campuran gas khusus. Dengan pendekatan ini, dua penyelam berhasil mendokumentasikan keberadaan ikan yang selama puluhan juta tahun nyaris tidak berubah bentuknya.
Sementara menurut Prof. Kerry Sink dari South African National Biodiversity Institute, yang telah meneliti coelacanth selama lebih dari dua dekade di Afrika Selatan, temuan ini memperluas pemahaman global tentang persebaran coelacanth di perairan tropis Indo-Pasifik.
“Ini bukan saja tentang penemuan spesies langka. Ini tentang membuka ruang baru dalam konservasi laut dalam dan menegaskan bahwa Indonesia, khususnya Maluku, adalah rumah bagi kekayaan hayati yang luar biasa,” katanya.

Sebagai bentuk tanggung jawab ilmiah dan konservasi, lokasi penemuan dirahasiakan demi mencegah potensi gangguan dari aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab. Peneliti berharap penemuan ini menjadi dasar kuat untuk mendorong penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) baru di wilayah Maluku Utara.
Dr. Augy Syahailatua dari BRIN juga mengatakan, coelacanth termasuk dalam spesies yang dilindungi secara internasional (CITES Appendix II), namun belum cukup mendapat perlindungan ekosistem secara utuh.
“Kita harus bergerak cepat. Habitat coelacanth rentan terhadap tekanan akibat pencemaran, penangkapan ikan tidak ramah lingkungan, hingga ekspansi tambang. KKP bisa menjadi benteng perlindungan sekaligus laboratorium alami bagi generasi peneliti kita,” ujarnya.
Coelacanth pertama kali ditemukan di Indonesia pada 1997 oleh pasangan peneliti Mark dan Arnaz Erdmann di pasar ikan Manado. Spesies ini kemudian diklasifikasikan sebagai Latimeria menadoensis, berbeda dari Latimeria chalumnae yang ditemukan di pesisir Afrika.
Dr. Mark Erdmann, yang kini menjadi penasihat dalam proyek ini, mengungkapkan rasa bahagianya. “Sejak 1999 kami menduga coelacanth ada di wilayah Maluku Utara, dan akhirnya butuh waktu hampir tiga dekade untuk membuktikannya. Penyelaman ini benar-benar luar biasa.”
Penemuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Scientific Reports dengan judul “First record of a living coelacanth from North Maluku, Indonesia” oleh Alexis Chappuis dkk. Temuan ini diharapkan menjadi pijakan awal bagi penguatan konservasi laut dalam di kawasan timur Indonesia.
Chappuis, A., Hendrawan, I. G., Achmad, M. J., Clément, G., Erdmann, M. V., Hukom, F. D., Leblond, J., Limmon, G. V. (2025). First record of a living coelacanth from North Maluku, Indonesia. Scientific Reports. [https://doi.org/10.1038/s41598-025-90287-7](https://doi.org/10.1038/s41598-025-90287-7). (JM.ES).