JURNALMALUKU-Dilema Pembangunan Insenerator Pemprov Maluku di desa Suli. Ibarat menepuk air di dulang terpercik muka sendiri, demikian kata pepatah untuk proyek pembangunan fasilitas Limbah B3 KLHK yang sementara terhenti di desa Suli.
Bagaimana tidak, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Roy C. Siuta dalam rapat koordinasi dengan semua pemangku kepentingan bersama aliansi peduli negeri suli pada 8 oktober 2021 di lantai 5 kantor gubernur maluku, secara tegas menyatakan bahwa lokasi awal pembangunan insenerator untuk pengolahan limbah B3 di desa wayame adalah informasi yang menyesatkan.
Dalam menjawab pertanyaan dari aliansi pemuda suli tersebut, Siauta menyatakan bahwa lokasi wayame hanya di survey tanpa melakukan rangkaian prosedur dalam studi amdal. Namun penjelasan tersebut ternyata isapan jempol semata.
Berdasarkan hasil investigasi media online Jurnalmaluku di desa Hative besar, ditemukan fakta dan informasi bahwa Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku bersama Tim Penyusun Amdal yang diketua oleh salah satu Dosen Pengajar di Universitas Pattimura telah melakukan pertemuan sosilisasi dengan masyarakat desa hative besar yang diwakili oleh saniri dan pemerintah negeri di kantor negeri hative besar.
Dan bahkan bukan hanya sampai disitu, beberapa sumber media online JurnalMaluku yang sempat diinvestigasi membeberkan bahwa telah lebih dari satu kali tim dari pemerintah provinsi maluku dan kontraktor yang akan mengerjakan pembangunan insenerator melakukan kunjungan lapangan ke lokasi rencana pembangunan insenerator. Namun dikemudian hari, lokasi tersebut dipindahkan ke suli akibat ketidaksiapan pemerintah provinsi untuk menyelesaikan tanggung jawab infrastruktur jalan menuju ke lokasi yang bertopografi curam.
Proses pemindahan inilah yang saat ini menuai protes masyarakat suli yang minim informasi dan sosialisasi. Dari sumber media online JurnalMaluku di desa suli, didapatkan informasi bahwa sosialisasi awal hanya dilakukan satu kali kemudian langsung dilakukan pembangunan. Setelah mendapat protes dari masyarakat, barulah dinas Lingkungan Hidup provinsi maluku kembali melakukan sosialisasi yang hasilnya ditentang masyarakat.
Carut marut manajemen Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku sebagai pemrakarsa kegiatan ini semakin terlihat ketika rapat koordinasi berlangsung di lantai 5 kantor gubernur, ketika pemerintah desa suli dan saniri saling lempar tanggung jawab terkait izin negeri untuk pembangunan insenerator milik pemerintah.
Lemahnya manajemen sumber daya di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku yang dikomandoi oleh Siauta kembali terkuak saat prees release 27 oktober 2021 kemarin, dengan jendela logika induktif Siauta menjabarkan bahwa pembangunan konstruksi insenerator hanya memerlukan ukl-upl karena luasan bangunannya yang kurang dari 10.000 M2.
Padahal apabila menelaah secara cermat PermenLHK 04 tahun 2021 berapun luasanya kegiatan usaha pengolahan limbah B3 wajib amdal karena Pembangunan dalam pra-konstruksi, proses konstruksi, maupun saat operasi dalam rangkaian kegiatannya berpotensi menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti dalam aktivitas pembersihan dan perubahan fungsi lahan, pembongkaran, mobilisasi bahan bangunan/material, polusi udara, perubahan struktur tanah, kebisingan, perubahan demografi sosial, potensi banjir, sentimen masyarakat, masalah ketinggian cerobong pada keselamatan dan kualitas lingkungan, pembuangan limbah, dan sebagainya yang terkait risiko jenis kegiatan usaha tersrbut.
Meskipun pembangunan fasilitas pengolahan limbah ini juga penting dalam rangka membantu pemerintah mengatasi melonjaknya limbah medis selama pandemi covid-19, namun selayaknya hal-hal mendasar dalam prinsip-prinsip pengelolaan linkungan yang berkelanjutan tidak dinafikan sehingga nantinya menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan baru. Metode pendekatan yang lebih edukatif dan persuasif harusnya lebih proaktif dilaksanakan oleh pemerintah provinsi, tentunya dengan catatan bahwa sumber daya manajemn pemerintahan di Dinas Lingkungan Hidul Povinsi Maluku diperbaiki agar asas transparansi dan akuntabilitas dapat terpenuhi dan membuka jalan bagi penyelesaian pembangunan fasilitas pengolahan limbah b3 di manapun lokasinya yang akan disepakati di kemudian hari.(*)