JURNALMALUKU-Isu miring yang menyeret nama Wali Kota Ambon, Bodewin M Wattimena, dalam dinamika Musyawarah Daerah (Musda) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Maluku, mendapat tanggapan tegas DPD KNPI Maluku di bawah kepemimpinan Arman Kalean Lessy.
DPD KNPI melalui Wakil Ketua Bidang Pengolaan Opini dan Media Sosial, Muhammad Fahrul Kaisuku, menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan berpotensi menyesatkan publik.
Menurut Fahrul, Bodewin Wattimena selama ini dikenal sebagai sosok yang netral dan memiliki kedekatan emosional dengan berbagai organisasi kepemudaan (OKP) di Maluku, bukan hanya IMM. Sejak masih menjabat sebagai Sekretaris DPRD Maluku, hingga kini menjadi Wali Kota Ambon, ia selalu membuka ruang komunikasi dengan pemuda lintas organisasi.
“Bagi kami, Wali Kota adalah figur yang menjadi teladan karena mampu menjalin hubungan harmonis dengan seluruh elemen kepemudaan. Kehadirannya di Musda IMM jelas atas dasar undangan resmi, bukan untuk intervensi atau mengarahkan pilihan politik organisasi,” tegas Fahrul kepada wartawan di Ambon, Selasa (16/9/2025).
Ia menilai isu yang menyebut Wali Kota melobi cabang-cabang IMM demi mengamankan posisi kandidat tertentu hanyalah rumor yang sengaja dipelintir untuk merusak citra kepemimpinan Wattimena.
“Ini jelas upaya pembunuhan karakter. IMM adalah organisasi besar dan mandiri, yang memiliki mekanisme internal tersendiri dalam proses suksesi. Jadi tidak mungkin Wali Kota ikut mengintervensi proses di tubuh IMM,” tambahnya.
Fahrul juga menekankan bahwa kehadiran Wali Kota dalam setiap agenda pemuda adalah bentuk tanggung jawab moral sebagai kepala daerah.
Dengan posisinya, Bodewin Wattimena selalu hadir memberi semangat agar pemuda menjaga kedamaian, berkolaborasi, dan berkontribusi bagi kemajuan Kota Ambon.
“Beliau selalu menegaskan, siapa pun yang terpilih dalam Musda, itulah pemimpin sah yang harus didukung bersama. Tidak ada kepentingan pribadi yang dimainkan. Sikap netral ini harus diapresiasi, bukan dicurigai,” ujarnya.
Lebih jauh, Fahrul mengingatkan bahwa pemuda juga harus menyadari batas-batas etika dalam berorganisasi. Menyeret nama pejabat publik tanpa dasar yang jelas, kata dia, justru mencederai semangat intelektual dan kritis yang seharusnya dijaga generasi muda.
“Pemuda harus lebih bijak dan cerdas. Kritik itu penting, tapi jangan sampai melewati batas dengan melibatkan figur yang tidak ada kaitannya secara langsung. Momentum Musda sebaiknya jadi ruang konsolidasi gagasan, bukan ruang menyebar isu tak berdasar,” pungkasnya. (JM-AL).