JURNALMALUKU-Sidang Kasus korupsi Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan kota Ambon (DLHP) yang berlangsung pada Rabu 29/12/2021- 30/12/2021 red kemarin menghadiri 2 orang saksi kunci yaitu Jeny Watimena sebagai Bendahara Pengeluaran dan Mouren sebagai Bendahara Pembantu.
Edward Diaz sebagai Tim Penasehat Hukum Terdakwa Lucia Izakh kepada media Selasa (4/01/2022) mengatkan bahwa kehadiran kedua saksi kunci dalam sidang memberikan keterangan yang patut disinyalir telah di rekayasa karena tidak sesuai dengan fakta yang terungkap.
“Pejelasan Saksi di dalam persidangan itu tidak sama dengan keterangan BAP yang di jelaskan oleh kedua saksi tersebut,” ungkap Diaz
Dijelaskan Diaz bahwa keterangan Persidangan yang di jelaskan kedua saksi ini sama dan seragam yang menerangkan Kapala DLHP memberikan arahan agar saksi membuat pertanggung jawaban penggunaan anggran BBM Khusus untuk mobil persampahan sesuai demgan DPA tetapi secara faktual tidak sesuai dan saksi menerangkan bahwa Kepala DLHP memberikan arahan kepada para sopir untuk megisi BBM pada SPBU belakang Kota.
“Nah ini keanehan, dari keterangan kedua saksi tersebut dapat dilihat dari didalam BAP kedua saksi tidak ada keterangan yang demikian. Kedua saksi menerangkan bahwa keterangan mereka didalam BAP mereka masing-masing adalah keterangan yang benar dan diberikan tidak dibawah tekanan yang isinya hanya menerangkan bahwa mereka mendapat arahan dari Kepala Dinas, bukan secara bersama-sama dipanggil dan menghadap kemudian menerima arahan dari Kadis,” ungakpnya.
Jadi,menurut Diaz bahwa tidak ada bukti lain yang dapat mendukung keterangan ke-2 saksi tersebut. Tidak ada bukti autentik seperti memo atau alat bukti tertulis lainnya yang dapat membuktikan secara akurat bahwa memang ada perintah atau arahan dari Kepala Dinas.
Diaz juga megatakan materi arahan yang diterima oleh kedua saksi sangatlah teknis,tidak bersentuhan atau agak jauh dari tugas dan fungsi Kepala Dinas.
Lanjud, seperti arahan mengenai membayar amrol cukup 2 jalur dari yang semestinya 3 jalur, kemudian arahan mengenai jatah BBM Solar bagi mobil dump truck yang dipertanggungjawabkan sebanyak 25 unit tetapi yang dipertanggung jawabkan 22 unit, dan arahan mengenai jatah BBM mobil pick up untuk kegiatan spull adalah materi arahan yang tidak mungkin diberikan oleh Kepala Dinas yang tugas umunya lebih kepada pengawasan dan memastikan tugas-tugas masing-masing bagian secara umum berjalan dengan baik.
Diaz mejelaskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (4) juncto Pasal 150 PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa Bendahara maupun Bendahara Pengeluaran Pembantu wajib untuk menolak perintah pembayaran dari PA/KPA yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
” Anehnya ketika materi ini ditanyakan kepada saksi Jenny Watimena, saski menerangkan bahwa saksi tidak mengetahui mengenai aturan ini, padahal saski telah menjabat sebagai seorang Bendahara selama 6 (enam) tahun dan juga didalam BAPnya saksi telah menerangkan bahwa tidak dibenarkan atau tidak dibolehkan untuk melakukan pembayaran terhadap suatu kegiatan yang tidak tertuang didalam DPA. Hal yang sama juga bagi saksi Mouren Huwae yang menjawab hanya sebatas mengikuti arahan dari Kepala Dinas,” sesalnya.
Jadi Lanjud Diaz bahwa dengan ketentuan Pasal 19 diatas tidak bisa menjadi alasan bahwa mereka tidak mengetahui aturan tersebut karena mereka telah menjadi Bendahara selama bertahun-tahun dan prinsip hukum bahwa setiap orang dianggap tahu ketika suatu ketentuan diberlakukan dan Pasal 150 ayat (3) secara tegas menyatakan bahwa “Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu bertanggung jawa secara pribadi atas pembayaran yang dilakukannya”.
“Kemudian terkait keterangan Saksi Jenny Watimena bahwa ada arahan dari Kepala Dinas (Terdakwa Lucia Izakh) agar para sopir armada persampahan untuk melakukan pengisian BBM di SPBU Belakang Kota. Saksi mendengar arahan tersebut disampaikan oleh Kadis pada saat pertemuan dengan para sopir diruang kepala Dinas dan Saksi mendengarnya dari ruangan saksi,” terangnya
Lanjud, patut diduga keterangan tersebut adalah keterangan yang tidak benar atau palsu karena didalam BAPnya sendiri saksi justru menerangkan bahwa Saksi mendapat arahan dari Ibu kadis tetapi Saksi tidapk pernah menyampaikannnya kepada para sopir dan saksi tidak mengetahui apakah Ibu Kadis menyampaikannya kepada para sopir.
“Dari puluhan sopir armada persampahan yang telah diperiksa sebelumnya telah menerangkan bahwa mereka tidak pernah menerima arahan untuk mengisi BBM pada SPBU Belakang Kota oleh Kepala Dinas.Para sopir juga memberikan keterangan bahwa rapat-rapat yang dilakukan dengan Ibu Kepala Dinas hanyalah rapat evaluasi biasa dan tidak pernah menerima arahan demikian,” terangnya.
Diaz juga menjelaskan saksi Izakh Sariola yang diperiksa pada tangal 3 Januari 2021 memberikan keterangan bahwa saksi satu ruangan dengan Saksi Jeny Wattimena tetapi Saksi tetapi apabila ada rapat diruangan Kadis, saksi tidak bisa mendengar pembicaraan dalam rapat.
“Dari indikasi-indikasi diatas dapat dinilai atau diduga bahwa ada ketidak benaran atau keterangan yang dipalsukan oleh kedua saksi tersebut,” jelasnya.
Sebagai Panasehat Hukum Terdakwa Lucia Izakh kami menilai bahwa Keterangan ini sebagai upaya untuk memenuhi kriteria pembuktian dengan terpenuhinya 2 saksi terkait adanya arahan dari terdakwa 1. Akan tetapi kuantitas pembuktian bukanlah hal yang penting dalam Hukum Pembuktian kita, karena kualitas pembuktian atau dengan kata lain bukti yang disajikan adalah bukti yang benar-benar berkualitas, autentik dan tidak dapat dibantah adalah nilai peembuktian yang sebenarnya.
Jangankan 2 orang saksi, 1000 orang saksipun tetapi selama kesaksian itu diragukan dan dapat dibantah maka kesaksi tersebut tidak bernilai alat bukti.
Diaz juga menegaskan bahwa sebagai Tim penasehat hukum dari terdakawa Lucia Izakh, akan mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum kepada kedua saski tersebut atas dugaan keterangan palsu yang diberikan oleh mereka. Keterangan ini diduga telah didesain dan juga mungkin karena para saksi takut tidak diminta pertanggungjawaban secara hukum sehingga menggeser tanggung jawab hukum kepada Kepala Dinas.(*)