JURNALMALUKU – Dugaan pelanggaran serius kembali mencuat di sektor perikanan Kepulauan Tanimbar. Perusahaan perikanan PT Mina Timur Indonesia, yang menggunakan kapal berkapasitas 30 Gross Ton (GT), diduga menangkap ikan di wilayah yang dilarang tepatnya di perairan di bawah 12 mil laut dari garis pantai.
Padahal aturan sudah sangat jelas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021, zona tangkap ikan dibagi berdasarkan ukuran kapal.
1. Jalur I (0-4 mil) untuk nelayan kecil (kapal hingga 5 GT).
2. Jalur II (4-12 mil) untuk kapal berukuran 5-30 GT.
3. Jalur III (di atas 12 mil) untuk kapal besar di atas 30 GT.

Dengan demikian, kapal 30 GT tidak seharusnya beroperasi di bawah 12 mil, karena berpotensi menggerus sumber daya ikan milik nelayan kecil.
Namun hasil investigasi lapangan Jurnal Maluku menemukan fakta berbeda. Kapal KM. Ardian 03, milik PT Mina Timur Indonesia, justru beroperasi di jarak 8–10 mil laut dari pantai wilayah yang seharusnya menjadi area tangkap utama bagi nelayan tradisional.
“Kita biasa mencari di 8–10 mil karena kalau terlalu jauh, ikan sudah tidak ada,” ujar Anafi, nakhoda KM. Ardian 03, tanpa ragu saat ditemui media ini di dermaga PPI ukurlaran, Saumlaki, Jumat (31/10/2025).
Pernyataan itu memperkuat dugaan bahwa PT Mina Timur Indonesia yang disebut-sebut dimiliki oleh pengusaha bernama Mr. Kim telah melanggar batas wilayah tangkap dan berpotensi menyalahi izin operasionalnya.
Praktik ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga mengancam kehidupan nelayan lokal yang menggantungkan hidup dari hasil laut di jalur tradisional. “Kalau kapal besar turun ke jalur nelayan kecil, habislah kami. Ikan makin sulit didapat,” keluh seorang nelayan.
“Pemerintah daerah harus tegas. Kalau terbukti melanggar, cabut izin perusahaan dan hentikan seluruh aktivitasnya, Laut Tanimbar bukan untuk dijarah dengan alasan bisnis,” tegas Edward salah satu tokoh mudah di Saumlaki.
Jika dugaan pelanggaran ini terbukti, maka bukan hanya izin operasi yang terancam dicabut tetapi juga sanksi pidana dapat menanti perusahaan yang dinilai merusak ekosistem dan keadilan bagi nelayan kecil di perairan Tanimbar.(Red).

